Berita Unwira
Pengamat Hukum Unwira Kupang Sebut Penegakan Hukum Utamakan Aspek Kepastian
Menurut dia dalam teori hukum progresisif yang pada intinya bahwa hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pengamat hukum pidana dari Unwira Kupang, Mikael Feka, S.H., M.H menyebut dalam penegakan hukum modern saat ini penegak hukum baik itu polisi (penyidik), jaksa, hakim, maupun advokat dituntut untuk menembus sekat undang-undang yang rijid dan hanya mengedepankan aspek kepastian hukum dari pada kemanfaatan dan keadilan.
Menurut dia dalam teori hukum progresisif yang pada intinya bahwa hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum.
"Karena hukum (UU) bukanlah tujuan, melainkan hanya sarana untuk mencapai keadilan itu sendiri," kata Mikael Feka kepada POS-KUPANG.COM, Selasa 29 November 2022.
Baca juga: Unwira Kupang Bentuk Satgas Antisipasi Tindak Kekerasan di Wilayah Kampus
Kata dia, undang-undang tidak boleh hanya dibaca secara tekstual tetapi harus secara kontekstual dan substansial. Artinya bahwa penegakan hukum itu harus melihat kondisi masyarakat pencari keadilan tersebut, apa yang menjadi pokok permasalahannya, seberapa besar efeknya dan tujuan dari penegakan hukum itu untuk apa.
Tujuan pencarian hukum adalah keadilan, sedangkan kata dia lagi hukum atau undang-undang hanya sarana untuk menuju keadilan itu sendiri dan kompasnya adalah nurani penegak hukum.
"Hukum tanpa keadilan sejatinya hukum itu telah mati dan sebaliknya keadilan tanpa hukum juga tidak memiliki kekuatan," ujarnya.
Baca juga: Robyison Wuwur Terpilih Sebagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unwira Periode 2022/2023
Hukum dan keadilan merupakan dua sisi dari satu mata uang yang mana ketika salah satu terabaikan maka yang lain tidak ada manfaatnya.
Ia menjelaskan pendekatan restorative justice telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), namun UU ini hanya berlaku bagi anak.
Sedangkan kata dia bagi orang dewasa sebetulnya dalam KUHP sudah lama menerapkan prinsip restorative justice khususnya terhadap delik aduan meskipun tidak disebut restotarive justice tetapi metode dan rohnya sama yakni mendamaikan para pihak dengan melibatkan pelaku, korban dan keluarga.
Dalam perkembangan praktek hukum munculah beberapa peraturan baik oleh Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung maupun oleh Kepolisian tentang penerapan restorative justice.
Misalnya Surat Keputusan MA Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakukan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), tanggal 22 Desember 2020.
Ia menegaskan bahwa walaupun dalam pedoman tersebut penerapan Keadilan Restoratif dibatasi hanya pada empat perkara saja yakni, pertama, Keadilan Restoratif pada perkara tindak pidana ringan yang nilai kerugiannya tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00.
Kedua, Keadilan Restoratif pada perkara anak. Ketiga, Keadilan Restoratif pada perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum dan perkara keempat, Keadilan Restoratif pada perkara narkotika khususnya pecandu, penyalahguna, korban penyalahgunaan, ketergantungan narkotika dan narkotika pemakaian satu hari.
Baca juga: Porprov NTT 2022, Ketum KONI Pusat, Marciano Norman Nonton Pertandingan Cabor Voli di Unwira Kupang
Selain itu ada juga Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.