Opini

Opini : Mengenal Remunerasi dan Perannya untuk Peningkatan Profesionalisme Birokrasi

Salah satu langkah untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi tersebut adalah perbaikan sistem remunerasi bagi ASN.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/TENI JENAHAS
ILUSTRASI - Bupati Belu, dr Agustinus Taolin mengecek ASN saat apel awal pekan, Senin 12 September 2022. Opini : Mengenal Remunerasi dan Perannya untuk Peningkatan Profesionalisme Birokrasi. 

Oleh : Supardi

ASN pada Kanwil DJPb Provinsi Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Dalam rangka mewujudkan birokrasi pemerintah yang profesional dan berkinerja tinggi, pemerintah telah melakukan berbagai langkah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Salah satu langkah untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi tersebut adalah perbaikan sistem remunerasi bagi Aparat Sipil Negara (ASN) baik untuk Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah.

Karena space anggaran yang terbatas, pelaksanaan perbaikan sistem remunerasi tersebut berlangsung bertahap dan merupakan proses yang berkelanjutan untuk mencari sistem yang terbaik.

Salah satu bidang yang menjadi prioritas misalnya bidang pendidikan, diberikan tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor di universitas serta tunjangan profesi guru di tingkat sekolah sejak tahun 2009. Secara bertahap, perbaikan sistem remunerasi juga diberlakukan untuk bidang-bidang lainnya.

Definisi dan Trend Remunerasi

Maicibi (2005) mendefinisikan remunerasi sebagai upah atau hadiah yang diberikan kepada individu atas pekerjaan yang telah dilakukan. Dia kemudian mengidentifikasi bentuk remunerasi meliputi: gaji, upah, skema kesehatan, skema pensiun, tunjangan transportasi, tunjangan lembur, dan tunjangan terkait tanggung jawab atau jabatan.

Remunerasi juga dapat disebut sebagai manfaat moneter atau keuangan dalam bentuk gaji, upah, bonus, insentif, tunjangan dan tunjangan yang diberikan kepada karyawan atau sekelompok karyawan oleh pemberi kerja sebagai akibat dari layanan yang diberikan karyawan, komitmen pada organisasi atau imbalan atas pekerjaan.

Baca juga: Opini : Kredibilitas Publik dan Kebijakan Polri Presisi

Pada model yang paling tradisional, kebanyakan perusahaan memberikan remunerasi kepada pegawai secara tetap dengan periode tertentu. Kelebihan metode ini adalah kemudahan memperkirakan biaya pegawai yang akan ditanggung dalam satu periode.

Dari sudut pandang pegawai, mereka dapat memperkirakan pendapatan yang akan diterima secara periodik tanpa risiko fluktuasi pendapatan. Tentu model pembayaran remunerasi tersebut lebih disukai pegawai yang bukan risk taker.

Perusahaan kemudian banyak yang menerapkan pembayaran remunerasi berdasarkan harga per jam atau per produk. Untuk jenis pekerjaan manual, pegawai lebih produktif jika remunerasinya dibayarkan berdasar harga per jam atau per produk.

Pada perkembangan selanjutnya, dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi atau pegawai, perusahaan mulai menambahkan bentuk remunerasi seperti bonus dan insentif dengan syarat pencapaian tertentu.

Pada perkembangan terkini, perusahaan umumnya mengkombinasikan sistem remunerasi mendasarkan pada kinerja, atau sering disebut pay for performance. Hal tersebut berarti sebagian pendapatan dari pegawai akan menjadi tidak menentu dan tergantung pada kinerja organisasi atau kinerja individu pegawai tersebut.

Banyak penelitian telah membuktikan akan efektivitas pay for performance dalam meningkatkan kinerja perusahaan atau pegawai, seperti Gerhart dan Fang (2014) serta Gerhart dan Fang (2015).

Paket remunerasi, atau sering disebut kompensasi, memiliki peran sebagai salah satu bentuk corporate governance untuk menyelaraskan kepentingan antara pemilik perusahaan dengan para pegawai. Perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pegawai ini mengikuti asumsi pada agency theory yang dipelopori Jensen dan Meckling (1976) serta Fama (1980).

Mereka menjelaskan hubungan agensi timbul ketika pihak pemilik mempekerjakan orang lain (agen) yang memiliki ketrampilan dan keahlian khusus di bidangnya untuk menjalankan perusahaan.

Pemisahan antara kepemilikan dan kontrol tersebut dapat menimbulkan konflik karena perbedaan kemampuan terhadap akses informasi tertentu, perbedaan kepentingan, serta perbedaan selera risiko antara pemilik dan agen. Karena agen (manajemen) mengendalikan operasional harian serta mengeksekusi kebijakan perusahaan, manajemen mempunyai akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi dalam perusahaan dibandingkan pemilik.

Baca juga: Opini : Balita NTT Masa Depan Indonesia

Akses terhadap informasi tertentu menjadi terbatas bagi pemilik yang mengandalkan laporan manajemen serta mengembangkan sistem tata kelola perusahan. Oleh karena itu, dimungkinkan adanya informasi asimetris antara pemilik dan manajemen selaku agen.

Perbedaan lain antara pemilik dan agen adalah perbendaan kepentingan antara keduanya. Kepentingan pemilik perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan perusahaan, sedangkan agen dapat saja menggunakan aset perusahaan untuk kepentingan pribadinya atau bahkan mengambil aset perusahaan. Selera risiko antara pemilik dan agen pun seringkali berbeda.

Manajemen yang mendapatkan paket remunerasi jangka panjang, seperti saham, cenderung mengambil risiko dengan melakukan investasi pada proyek jangka panjang secara berlebihan. Sedangkan, manajemen yang mendapatkan paket remunerasi berbasis jangka pendek, seperti bonus, cenderung menghindari risiko dengan mengurangi investasi pada proyek jangka panjang.

Premis dasar yang dibangun dalam agency theory adalah untuk memitigasi perilaku manajemen yang cenderung oportunis, pemilik perlu membangun berbagai mekanisme dalam sistem tata kelola organisasi, termasuk pemberian paket remunerasi. Paket remunerasi yang layak diharapkan dapat menyelaraskan antara kepentingan pemilik dan agen. Biaya yang timbul dalam rangka menyesuaikan kepentingan antara pemilik dan agen tersebut sering di sebut agency costs.

Normalnya, pemilik menginginkan agency cost yang rendah, sedangkan agen menginginkan agency cost yang tinggi. Oleh karena itu, menurut teori ini, remunerasi dalam segala bentuknya merupakan persetujuan antara pemilik dan agen dalam rangka menjadikan perilaku agen selaras dengan kepentingan pemilik.

Baca juga: Opini : Kekuatan Kata-Kata, Berkat atau Kutuk

Meningkatkan Produktivitas pegawai

Pemberian remunerasi dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai dengan pertimbangan bahwa remunerasi dapat meningkatkan tingkat kepuasan pegawai serta semangat yang lebih untuk berbuat bagi organisasi. Menurut reinforcement and expectancy theory, tindakan yang diikuti penghargaan akan berulang di masa mendatang.

Perilaku yang mendapat pengalaman penghargaan kemungkinan besar akan kembali terjadi di masa mendatang. Dampak yang diharapkan dari pemberian remunerasi adalah para pegawai yang mempunyai kinerja tinggi dan diberi penghargaan atas kinerja tersebut akan kembali mempunyai kinerja yang baik di masa mendatang.

Perilaku pegawai dapat dimodifikasi apabila pegawai tersebut mendapatkan penghargaan atas kinerjanya dengan kadar dan saat yang tepat. Asumsi penting dalam teori ini adalah penghargaan dapat seolah menjadi hak pegawai apabila diberikan secara periodik.

Sedangkan menurut equity theory, distribusi penghargaan sangatlah penting mengingat pegawai ingin mendapatkan penghargaan yang seimbang dengan pegawai lainnya dengan level yang setara.

Perasaan bahwa diperlakukan secara seimbang dalam pemberian penghargaan sangat menentukan tingkat motivasi seorang pegawai. Konsep dasar teori ini sangat menekankan keseimbangan dalam struktur sistem remunerasi.

Persepsi pegawai tentang bagaimana mereka diperlakukan terkait remunerasi oleh perusahaan sangatlah esensial bagi pegawai tersebut. Ketika pegawai berpersepsi bahwa mereka diperlakukan tidak adil, hal tersebut dapat menyebabkan kinerja menjadi lebih rendah, dan meningkatkan pergantian pegawai. Peran remunerasi dalam menarik dan mempertahankan best talents.

Baca juga: Opini : Apa Kabar Stunting di NTT?

Remunerasi yang tinggi secara umum lebih mampu menarik dan mempertahankan pegawai terbaik sehingga lebih rendah tingkat turnover pegawai. Namun demikian, paket remunerasi yang berbeda serta kondisi yang berbeda dapat mempunyai dampak yang berbeda pada tingkat turnover pegawai.

Beberapa peneliti membuktikan bahwa pegawai yang menerima paket remunerasi dengan sistem pay for performance memiliki kepuasan terhadap pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan pegawai yang menerima paket remunerasi berdasarkan perhitungan tradisional berbasis tarif per jam (Heywood & Wey, 2006; Green & Heywood, 2008; Kruse dkk., 2010).

Sebagai dampaknya, pegawai dengan paket remunerasi berdasar pay for performance tersebut mempunyai tingkat turnover yang lebih rendah dari pada pegawai yang menerima paket remunerasi berdasarkan perhitungan tradisional berbasis tarif per jam.

Namun demikian penerapan paket remunerasi berdasar pay for performance dapat mempunyai dampak yang berbeda apabila penerapannya tidak menggunakan ukuran kinerja yang tepat dan menimbulkan rasa ketidakadilan.

Baker (1992) menemukan bahwa paket remunerasi berdasar pay for performance justru menyebabkan ketidakpuasan pegawai ketika indikator kinerja yang digunakan cenderung subjektif dan tidak terdapat evaluasi kinerja yang tepat. Dampaknya adalah tingkat turnover pegawai yang relatif tinggi.

Paket remunerasi berdasar tarif satuan dan komisi mempunyai tingkat turnover pegawai yang tinggi, sedangkan paket remunerasi dengan bonus cenderung mempunyai tingkat turnover pegawai yang relatif rendah.

Kemudian, pegawai yang menerima paket remunerasi berupa option saham memiliki tingkat turnover pegawai yang rendah dibandingkan pegawai yang tidak menerima option saham sebagai bagian dari paket remunerasinya.

Jenis pegawai yang dapat ditarik juga tergantung skema remunerasi yang diterapkan. Paket remunerasi yang memasukkan unsur pay for performance atau pay for risk cenderung lebih mampu menarik pegawai dengan karakteristik kepribadian yang relatif risk taker, lebih percaya diri.

Baca juga: Opini : Membentuk Suporter (Aremania dan Lomblenmania)

Pegawai dengan tipe kepribadian risk taker dan lebih percaya diri tersebut lebih merasa tertantang dan mampu mencapai target kinerja yang ditetapkan dalam paket remunerasi berdasar pay for performance, dimana tantangan tersebut tidak mereka temukan di paket remunerasi dengan perhitungan tradisional berdasar tarif satuan.

Namun demikian, paket remunerasi yang memasukan unsur pay for performance cenderung tidak menarik bagi pegawai dengan karakteristik pribadi yang tidak suka tantangan serta mempunyai ketrampilan dan keahlian yang relatif rendah.

Struktur Sistem Remunerasi

Elemen paling tradisional yang diperhitungkan dalam menyusun struktur sistem remunerasi adalah posisi pekerjaan pegawai itu sendiri yang mencerminkan tanggung jawab dan peran pegawai tersebut dalam mencapai tujuan organisasi.

Dalam lingkup perusahaan, terdapat beraneka ragam jenis pekerjaan sehingga manajemen perlu membuat tingkatan kelompok pekerjaan (grading) yang menjadi salah satu dasar pemberian remunerasi kepada pegawai. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan nilai dari sebuah pekerjaan.

Setidaknya ada dua cara untuk menentukan nilai dari suatu pekerjaan, yaitu dengan perbandingan eksternal dan perbandingan internal. Nilai pekerjaan dari perbandingan eksternal mengacu pada seberapa berharga suatu pekerjaan dinilai oleh perusahaan lain secara umum di bidang industri tersebut. Perusahaan dapat mengumpulkan informasi dari luar sebagai perbandingan, kemudian disesuaikan dengan kondisi internal perusahaan.

Baca juga: Opini : Jangan Menodai Demokrasi

Nilai pekerjaan dari perbandingan internal umumnya dilakukan melalui evaluasi pekerjaan/jabatan. Proses ini dilakukan dengan membandingkan suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dalam perusahaan dengan memberikan scoring.

Perusahaan tidak harus memilih salah satu cara dalam menilai pekerjaan antara menggunakan perbandingan eksternal atau perbandingan internal. Perusahaan dapat menggabungkan kedua cara tersebut.

Elemen kedua yang diperhitungkan dalam menyusun struktur sistem remunerasi adalah kompetensi pegawai. Fokus dari elemen ini adalah pada karakteristik pribadi pegawai tersebut seperti: umur, masa kerja, dan latar belakang pendidikan.

Karakteristik pribadi pegawai tersebut dinilai dengan harapan bahwa semakin banyak umur dan masa kerja, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin banyak ketrampilan, keahlian serta pengetahuan yang dimiliki pegawai tersebut. Oleh karena itu, karakter pribadi pegawai sangat berpengaruh pada kompetensi pegawai tersebut.

Elemen ketiga adalah kinerja pegawai. Salah satu tujuan utama pemberian remunerasi adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai atau organisasi. Jadi sangatlah penting untuk memasukan elemen kinerja untuk menjadi dasar pemberian remunerasi.

Organisasi perlu menyusun sistem pengelolaan kinerja, yang setidaknya terdapat seperangkat indikator kinerja yang tepat dengan target kinerja yang ditentukan.

Remunerasi mempunyai beragam bentuk yang diberikan kepada pegawai. Pilihan kombinasi bentuk dan skema remunerasi serta waktu pemberian kepada pegawai akan berpengaruh terhadap prilaku pegawai.

Untuk konteks reformasi birokrasi, pemerintah harus memastikan pemberian beragam remunerasi tersebut dapat memberikan dampak prilaku pegawai yang sesuai tujuan yang dimaksudkan dalam reformasi birokrasi yang sedang dilakukan. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved