Berita Nasional

Jokowi Sebut Tahun Depan Ekonomi Gelap, Waspada, Tapi Harus Tetap Optimistis

Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyebut tahun 2023 tahun gelap untuk dunia akibat krisis pangan global. Hal ini kemungkinan turut melanda Indonesia

Editor: Agustinus Sape
YOUTUBE/SEKRETARIAT PRESIDEN
OPTIMISTIS - Presiden Joko Widodo alias Jokowi bersama para pengusaha yang menerima penghargaan di acara Trade Expo Indonesia (TEI) ke-37 yang digelar di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 19 Oktober 2022. Jokowi menyebut tahun depan ekonomi dunia gelap, tapi Indonesia harus tetap optimistis. 

Komposisinya terdiri dari ekspor negara Amerika Serikat sebesar 203 juta ton, Brasil 185 juta ton, Argentina 99 juta ton, dan Kanada 76,1 juta ton. Kondisi demikian mengunjukkan bahwa keempat negara ini memiliki tingkat kedaulatan pangan yang tinggi. Mereka bukan hanya mampu memenuhi permintaan domestik, melainkan juga mampu mengekspor untuk memenuhi konsumsi luar negeri.

Ada sejumlah komoditas pertanian produksi Benua Amerika yang sangat dibutuhkan pasar dunia, di antaranya gandum, kedelai, jagung berikut turunannya, gula, sorgum, kacang, produk kelapa sawit, dan beras. Komoditas ini sangat dibutuhkan oleh berbagai tingkatan ekonomi dunia, mulai dari negara miskin hingga negara-negara maju. Kondisi ini menunjukkan besarnya ketergantungan dunia terhadap Benua Amerika ini.

Dapat dibayangkan, apabila terjadi penurunan produksi pertanian pangan di benua tersebut, akan berimbas besar bagi dunia secara global. Terjadi lonjakan harga pangan di sejumlah negara pengimpor, terutama importir komoditas pangan terbesar di dunia, seperti China, Jepang, dan kawasan Eropa. Akibatnya, dapat terjadi resesi ekonomi di negara-negara ekonomi kuat tersebut yang turut berimbas pada negara-negara lain yang berada pada level ekonomi yang lebih rendah. Ujung-ujungnya, dapat memicu gejolak perekonomian secara global.

Tak terkecuali Indonesia, yang hingga saat ini juga memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap sejumlah komoditas tertentu. Kebetulan juga sebagian komoditas impor terbesar Indonesia juga berasal dari Benua Amerika, seperti tepung terigu, kedelai, jagung, dan gula. Pada tahun 2020, impor ketiga komoditas ini mencapai 24,6 juta ton senilai 7,7 miliar dollar AS.

Jumlah ini meningkat hampir satu setengah kali lipatnya dari tahun 2010. Kala itu, total impor ketiga komoditas tersebut baru sebesar 15,2 juta ton dengan nilai sekitar 5,47 miliar dollar AS. Peningkatan ini salah satunya dipicu oleh kian masifnya industri atau usaha pengolahan makanan di Indonesia. Selain itu, juga mengindikasikan kian variatifnya jenis asupan makanan yang di konsumsi masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, kesejahteraan masyarakat Indonesia kian membaik sehingga membutuhkan berbagai alternatif makanan lainnya selain makanan pokok.

Indonesia

Ketergantungan yang tinggi terhadap sejumlah komoditas tersebut mengindikasikan kerentanan ketahanan pangan. Celah kekurangan ini dapat menjadi bumerang yang dapat menimbulkan gejolak ekonomi apabila tidak segera dikurangi permintaan impornya. Oleh sebab itu, pemerintah harus berupaya seoptimal mungkin untuk menciptakan kemandirian pangan, terutama komoditas yang jumlah impornya sangat besar.

Komoditas pertanian yang dapat dibudidayakan di Indonesia, seperti kedelai, jagung, dan gula, produksinya perlu untuk dimaksimalkan. Dengan luasan lahan pertanian nasional yang masih dapat terus ditingkatkan, sudah sewajarnya apabila pemerintah harus serius mendorong peningkatan produksi sejumlah komoditas itu. Untuk komoditas yang sudah memiliki produktivitas yang sangat tinggi, seperti kelapa sawit, perlu tetap dijaga keberlangsungan produksinya agar terus memperkuat neraca perdagangan internasional.

Terlebih, Indonesia saat ini menjadi eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan suplai ke pasar global hingga sekitar 34 juta ton setahun. Devisa yang diperoleh dari kelapa sawit pada 2020 mencapai kisaran 20,3 miliar dollar AS atau sekitar 57 persen dari total nilai ekspor komoditas pangan nasional. Jadi, bisa dikatakan bahwa kelapa sawit menjadi tulang punggung ekspor nonmigas dari kelompok bahan makanan.

Baca juga: Rencana Reshuffle Kabinet Jokowi Pasca Anies Baswedan Capres Nasdem, Hasto PDIP: Sangat Bagus

Karakteristik komoditas pangan Indonesia tersebut perlu menjadi bahan evaluasi bersama demi memperkokoh kedaulatan pangan nasional. Komoditas yang memiliki tingkat ketergantungan impor yang tinggi, seperti terigu, kedelai, jagung, dan gula, perlu segera dicari solusinya agar kuantitas impor dapat terus diminimalkan. Komoditas seperti kedelai, jangung, dan gula masih sangat mungkin ditingkatkan produksinya dengan mengoptimalkan berbagai alternatif kebijakan dan juga dukungan dari berbagai pihak.

Untuk kelapa sawit, perlu carikan solusi pengembangan budidaya yang baik agar tidak berstigma negatif sebagai biang deforestasi lahan hutan yang berimplikasi sangat besar bagi emisi karbon. Harapannya, dengan evaluasi produksi dan pembenahan tata kelola ini akan tercipta produksi bahan pangan bermutu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan asupan nutrisi nasional. (LITBANG KOMPAS/BUDIAWAN SIDIK A)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com/kompas.id

Ikuti berita Pos-kupang.com di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved