Sidang Ferdy Sambo
Sidang Ferdy Sambo, Terungkap Ajudan Todong Pistol ke Mantan Kadiv Propam
Ferdy Sambo menjalani sidang perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 17 Oktober 2022.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menjalani sidang perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 17 Oktober 2022. Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap terdakwa Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo hadir di persidangan dengan mengenakan batik coklat lengan panjang. Dengan tangan terborgol, dia membawa dua buku, buku merah dan buku hitam. Sambo juga tampak tertunduk saat digiring oleh petugas kepolisian bersenjata lengkap menuju ruang sidang.
Dalam isi dakwaan yang dibacakan oleh JPU, terungkap sejumlah fakta baru terkait peristiwa penembakan Brigadir J. Dimana, Brigadir J masih bergerak kesakitan seusai ditembak oleh Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Awalnya, menurut dakwaan, Bharada E melepas tembakan terlebih dahulu saat proses eksekusi terhadap Brigadir J. Total, ada tiga atau empat kali tembakan yang diletuskan oleh ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Adapun Bharada E menggunakan pistol jenis Glock-17 saat menembak Brigadir J. Pistol itu diberikan oleh Ferdy Sambo seusai Bharada E sepakat mau menjadi eksekutor, Sabtu (8/7) lalu.
"Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat jatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah," kata Jaksa saat membaca surat dakwaan.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Suami Putri Candrawathi Sibuk Corat Coret Gunakan Stabilo
Jaksa mengungkapkan bahwa tembakan yang dilakukan Bharada E itu mengakibatkan sejumlah luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Di antaranya, dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang. Akibatnya, Brigadir J tegeletak di dekat tangga dalam kondisi masih bergerak dan kesakitan.
"Ferdy Sambo menghampiri Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan," ungkap Jaksa.
Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam lalu mendekati Brigadir J untuk memastikan sudah tidak bernyawa lagi. Namun, Sambo langsung meletuskan satu kali tembakan ke arah kepala belakang Brigadir J hingga tewas.
"Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak 1 (satu) kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban hingga Brigadir Yosua meninggal dunia," ungkap Jaksa.
"Tembakan itu menembus kepala bagian beiakang sisi kiri korban melalui hidung mengakibatkan adanya Iuka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar, lintasan anak peluru telah mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkarak pada dua tempat yang mengakibatkan kerusakan tulang dasar rongga bola mata bagian kanan. Dan menimbulkan resapan darah pada kelopak bawah mata kanan yang lintasan anak peluru telah menimbulkam kerusakan pada batang otak," paparnya.
Usai peristiwa penembakan, terdakwa Ferdy Sambo menyusun skenario setelah membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pada 8 Juli 2022 lalu, Ferdy Sambo mulai merangkai skenario pembunuhan Brigadir J.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Gestur Tubuh Mantan Kadiv Propam Jadi Sorotan
Sambo mengumpulkan eks Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan, eks Karo Provost Divisi Propam Polri Brigjen Benny Ali di ruang pemeriksaan Provost. Dalam pertemuan itu, hadir juga Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf.
Ferdy Sambo dan semua yang hadir sepakat dengan skenario yang dibuat Ferdy Sambo yakni adanya saling tembak menembak antara Richard dengan Yosua.
"Terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan 'ini harga diri, percuma jabatan dan pangkat bintang dua, kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakukan Yosua, mohon rekan-rekan untuk masalah ini diproses apa adanya, sesuai peristiwa di tempat kejadian perkara (TPK)!'," kata Jaksa.
Setelah itu, Ferdy Sambo meminta kepada Hendra dan Benny Ali untuk bisa mengamankan keterangan saksi dan barang bukti agar skenario berjalan dengan mulus.
"Tidak hanya itu saja, terdakwa Ferdy Sambo berpesan 'untuk peristiwa di Magelang tidak usah dipertanyakan. Kita sepakati, kita berangkat mulai dari peristiwa di rumah dinas Duren Tiga no 46 saja!'," ucap Jaksa.
"Terakhir terdakwa Ferdy Sambo mengatakan: 'baiknya untuk penanganan tindak lanjutnya di Paminal saja!'," sambungnya.
Selanjutnya, Ferdy Sambo meminta istrinya, Putri Candrawathi untuk membuat laporan polisi ke Polres Metro Jakarta Selatan soal dugaan pelecehan seksual yang terjadi di rumah dinas, Duren Tiga, Jakarta Selatan sesuai dengan skenario yang dibuat.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Bukan Menyesal, Putri Candrawathi Terimakasih ke Bharada E Usai Bunuh Brigadir J
Janjikan Uang
Setelah eksekusi Brigadir J, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi mengucapkan terima kasih kepada Richard Eliezer atau Bharada E.
Dalam persidangan, Jaksa mengungkapkan bahwa pernyataan terima kasih itu pun diucapkan Putri kepada dua terdakwa lainnya yang turut membantu. Mereka adalah Bripka Ricky Rizal (RR) dan Kuat Maruf (KM).
"Saksi Putri Candrawathi selaku istri Terdakwa Ferdy Sambo mengucapkan terima kasih kepada Saksi Ricky Rizal, Saksi Richard Eliezer dan Saksi Kuat Maruf," kata Jaksa saat membacakan dakwaan.
Tak hanya itu, Putri dan Sambo pun memberikan hadiah sebagai imbalan telah membantu untuk mengeksekusi Brigadir J. Sambo memberikan amplop putih berisikan mata uang asing.
Rinciannya, Bripka RR senilai Rp 500 juta, Kuat Maruf Rp 500 juta dan Bharada E Rp 1 miliar. Namun, uang itu janji akan diberikan setelah kondisinya sudah aman.
Kemudian, Ferdy Sambo juga memberikan hadiah handphone mewah kepada ketiga ajudannya itu. Alasannya, menggantikan ponsel ketiganya yang telah rusak.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Suami Putri Candrawathi Berkemeja Batik, Dibawa Pakai Mobil Taktis
"Ferdy Sambo memberikan handphone merek Iphone 13 Pro Max sebagai hadiah untuk menggantikan handphone lama yang telah dirusak atau dihilangkan agar jejak komunikasi peristiwa merampas nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat tidak terdeteksi," ungkap Jaksa.
Jaksa mengungkapkan bahwa Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf tak menolak hadiah yang diberikan Ferdy Sambo tersebut.
Sempat Ditodong
Ferdy Sambo ternyata sempat ditodong pistol ajudannya sendiri seusai membunuh Brigadir J. Ajudan itu diketahui bernama Adzan Romer. Insiden itu bermula saat Ferdy Sambo selesai mengeksekusi Brigadir J di Rumah Dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Usai kejadian itu, Sambo keluar dari rumah melalui pintu dapur menuju garasi.
Saat itulah, Ferdy Sambo tak sengaja berpapasan dengan Adzan Romer. Kala itu, Romer tengah akan masuk ke dalam rumah karena kaget mendengar adanya suara tembakan.
"(Saksi Adzan Romer) secara spontan menodongkan senjata apinya ke arah terdakwa Ferdy Sambo, dan Ferdy Sambo mengatakan kepada saksi Adzan Romer, 'ibu di dalam'," kata Jaksa.
Setelah itu, Adzan Romer pun masuk ke dalam rumah dinas Ferdy Sambo dan bertemu dengan Bharada E. Ferdy Sambo pun kembali masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Bharada E dan Romer.
Sambo kemudian menjelaskan terkait skenario rekayasa baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Hal itu karena Brigadir J telah melecehkan istrinya Putri Candrawathi. Ferdy Sambo pun sempat menyalahkan Adzan Romer karena tidak bisa menjaga istrinya.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo Hari Ini, Link LIVE STREAMING YouTube PN Jaksel, Tribunnews & Kompas TV
"Sambo kembali berpura-pura melayangkan sikutnya ke arah Adzan Romer dan berkata, 'kamu tidak bisa menjaga ibu!'," ungkap Jaksa.
Kemudian, Ferdy Sambo masuk ke dalam kamar untuk menjemput Putri Candrawathi lalu diantar ke rumah pribadinya di Jalan Saguling, Duren Tiga oleh Bripka Ricky Rizal.
Gemetaran
Anak buah Ferdy Sambo sempat mengetahui ada yang tidak beres dari keterangan soal kematian Brigadir Yosua. Khususnya soal Ferdy Sambo yang tak berada di lokasi saat Brigadir J.
Hal itu terungkap oleh empat anak buah Ferdy Sambo yaitu Chuck Putranto, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Rhekynellson Soplanit. Saat itu keempatnya, kaget karena keterangan yang disampaikan Sambo ternyata berbeda.
Sebab, mereka melihat rekaman CCTV Ferdy Sambo ternyata berada di Duren Tiga saat Brigadir J masih hidup. Mereka menonton rekaman CCTV itu melalui laptop Baiquni di rumah Soplanit di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal itu berbanding terbalik dengan keterangan resmi Mabes Polri dan Polres Metro Jakarta Selatan. Dalam keterangan itu, Brigadir Jdisebut sudah tewas akibat baku tembak sebelum Sambo tiba di rumah dinas.
"Chuck Putranto berkata, 'bang ini Josua masih hidup'. Lalu Baiquni Wibowo memutar ulang antara menit 17.07 WIB sampai 17.11 WIB," ujar Jaksa.
Rekaman CCTV itu membongkar bahwa Brigadir J ternyata masih hidup saat Sambo datang ke rumah dinas Duren Tiga.
"Mereka lihat ternyata benar bahwa Nofriansyah Yosua Hutabarat sedang memakai baju putih dan berjalan dari pintu depan rumah menuju pintu samping melalui taman rumah dinas Ferdy Sambo," ungkap Jaksa.
Selanjutnya, Arif Rachman Arifin mengaku sangat kaget. Pasalnya, kronologi tembak menembak yang disampaikan Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan ternyata tidak sesuai.
Lalu, Arif pun memberikan informasi itu melalui telepon kepada Hendra Kurniawan yang juga Karo Paminal Mabes Polri saat itu. Mereka meminta arahan perihal apa yang baru saja dilihatnya.
Saat itu, Arif mengabarkan dengan suara yang gemetar dan ketakuran. Namun, Hendra berusaha menenangkan dan meminta Arif menghadap kepada Ferdy Sambo.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Keluarga Brigadir J Harap Hakim Tegakkan Keadilan
Arif pun menjelaskan bahwa ditemukan perbedaan keterangan antara Ferdy Sambo dan rekaman CCTV dari pos security di depan rumah Sambo. Sambo pun menjawab temuan itu dengan santai.
"Ferdy Sambo tidak percaya dan mengatakan, 'masa sih'," ungkap Jaksa.
Lalu, Arif berdasarkan permintaan dari Sambo meminta agar menjelaskan kembali soal temuannya. Namun, kali ini Sambo membantah dengan suara yang meninggi dan emosi.
"Ferdy Sambo mengatakan bahwa, 'itu keliru'. Sambo menyampaikan kepada Hendra Kurniawan dan Arif Rachman Arifin, 'masa kamu tidak percaya sama saya?'," jelas Jaksa.
Atas perbuatannya tersebut, terdakwa Ferdy Sambo didakwa dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP yang menjerat para tersangka dimana hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sementara, dalam dakwaan kedua obstruction of justice, Ferdy Sambo juga didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP. (tribun network/yud/yat)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS