Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Hari Minggu Biasa XXVI, 25 September 2022, Hati Peka
RP. Steph Tupeng Witin SVD menulis Renungan Harian Katolik ini merujuk Kitab Amos 6: 1a. 4-7, 1Timotius 6:11-16; dan bacaan Injil Lukas 16: 19-31.
Menurut catatan Injil, orang kaya mati dan dikubur. Tidak ada penjelasan lanjutan.
Kisah ini menginsafkan kita bahwa apatisme, sikap masa bodoh, mengantar kita menuju neraka. Orang kaya punya harta melimpah tapi dia kehilangan kepekaan kepada saudaranya yang miskin.
Akar sikap apatis adalah egoisme. Kita hanya peduli pada diri kita sendiri.
Kita lihat dalam Injil, bagaimana orang kaya itu hanya berpikir untuk memuaskan dahaga egosimenya sendiri. Dia sudah di neraka pun tetap berpikir tentang diri dan kebutuhan sendiri.
Dia kemudian mendadak teringat pada saudara-saudaranya sendiri yang mungkin saja tengah berpesta pora seperti kebiasaannya semasa hidup.
Orang ini tanpa risih dan sadar konteks, masih menyuruh Lazarus melalui Abraham agar mengingatkan saudara-saudaranya di rumah.
Tampak sedikit empati tapi justru menandakan keegoisan yang lebih mendalam. Dia hanya ingin orang-orang dekatnya selamat. Masih terasa sisa-sisa keangkuhan duniawinya karena kekayaaan.
Melalui perumpamaan ini, kita sadar bahwa Yesus tidak sedang bicara tentang kekayaan versus kemiskinan. Tapi tentang sikap hati.
Orang kaya masuk neraka bukan karena dia kaya tetapi ia menjadikan kekayaannya sebagai tujuan hidup sehingga ia menjadi tamak, serakah dan egois.
Alkitab mencatat bahwa ketamakan adalah akar segala kejahatan. Kekayaan itu berkat Tuhan yang mesti kita salurkan kepada orang miskin dan kecil.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 18 September 2022, Kebijaksanaan Mamon
Tuhan membenci sikap apatis karena bertentangan dengan belas kasihan.
Kata “belas kasihan” dalam bahasa Latin adalah misericordia yang berarti “hati kepada orang lain yang menderita.”
Dalam Alkitab, satu hal yang menggerakkan Tuhan adalah ketika seseorang memohon belas kasihan.
Paus Benediktus XVI mengingatkan bahwa Tuhan itu belas kasihan dan Dia tidak bisa tidak berbelas kasih. Maka, apatis berarti menolak dan melawan Tuhan.
Hati manusia begitu berliku dan penuh tipu (Yer 17:9) sehingga sebagian besar dari kita ini, walaupun kita hidup di tengah dunia komunikasi yang serba cepat dan canggih, kita sedikit saja atau sama sekali tidak memperhatikan keberadaan banyak orang kelaparan di depan pintu rumah kita sendiri (Luk 16:20).