Korban Mutilasi di Mimika
KKB Sebagai Pelabelan Ditolak, Keluarga Korban Mutilasi di Mimika Papua Ajukan Dua Tuntutan
Keluarga empat warga Nduga yang menjadi korban kasus mutilasi di Mimika Papua mengajukan dua tuntutan saat para pelaku sudah ditahan
"Kedua perwira ini tahu tapi ada pembiaran, makanya ini diduga beberapa kali sebelumnya pernah melakukan hal yang sama," kata dia.
Saleh mamastikan para tersangka dikenakan Pasal 340 UU KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati, seumur hidup atau paling rendah 20 tahun penjara.
Sedangkan dua oknum TNI masih diperiksa karena ikut menikmati uang hasil rampokan.
Kasus itu bermula ketika para pelaku berpura-pura menjual senjata api kepada korban.
Para korban tertarik dan mendatangi para pelaku dengan membawa uang Rp 250 juta, Senin 22 Agustus 2022.
Baca juga: KKB Papua Siapkan Aksi Balas Dendam, Sebby Sambom Bocorkan Rencana Mutilasi Prajurit TNI
Namun sesampainya di lokasi, para pelaku membunuhan memutilasi korban dan merampas uang ratusan juta rupiah tersebut.
Mayat-mayat korban mutilasi diletakkan dalam enam karung dan dibuang di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua.
Korban pertama dan kedua ditemukan pada Jumat 26 Agustus 2022 dan Sabtu 27 Agustus 2022.
Sedangkan korban ketiga dan keempat ditemukan Senin 29 Agustus 2022 dan Rabu 31 Agustus 2022.
Bantah korban anggota KKB Papua
Sebelumnya beredar kabar berdasarkan kecurigaan para korban bahwa empat warga Nduga Papua yang dimutilasi adalah anggota KKB Papua.
Namun, Michael Hilman dari Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, membantah dugaan keterlibatan empat warga Mimika yang dimutilasi anggota TNI dengan sebagai simpatisan atau anggota Keompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua.
Michael Hilman yang sekaligus pendamping dari korban mutilasi, menceritakan kronologis kasus pembunuhan tersebut berdasarkan keterangan dari pihak keluarga pada Konferensi Pers yang diselenggarakan Koalisi Kemanusiaan untuk Papua, Rabu 7 September 2022.
Michael menyayangkan hampir setiap kasus pelanggaran HAM di Papua tidak pernah diselesaikan dengan serius oleh pemerintah Indonesia.
Menurutnya kasus mutilasi ini merupakan pembunuhan dengan cara baru terhadap masyarakat Papua.