Berita Sumba Barat
Gerakan Perlindungan Anak Terpadu Usung Masyarakat jadi Pelopor dan Pelapor
Pemerintah memastikan tidak ada lagi kekerasan terhadap anak melalui Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022
Penulis: Paul Burin | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM, WAIKABUBAK- Kasus kekerasan terhadap anak merupakan tindakan kekerasan fisik, seksual, emosional, eksploitasi, dan pengabaian terhadap anak.
Pengertian ini termuat dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan fisik, psikis, seksual dan atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan dengan cara melawan.
Pemerintah memastikan tidak ada lagi kekerasan terhadap anak melalui Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.
Karena itu Gerakan Perlindungan Anak Terpadu mengusung bahkan mendorong masyarakat untuk menjadi pelopor dan pelapor bila terjadi diskriminasi terhadap anak di Kabupaten Sumba Barat.
Lembaga Save The Children melalui salah satu Program Sponsorship, Program Gender dan Perlindungan Anak, bekerja sama dengan Stimulant dan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) menyelenggarakan kegiatan kampanye bertema, “Festival Anti Kekerasan Terhadap Anak” atau yang diakronimkan dengan FAKTA.
Gerakan perlindungan anak terpadu ini hendak mengusung atau mendorong masyarakat untuk menjadi pelopor dan pelapor penanganan kasus-kasus kekerasan anak di daerah itu.
Talkshow Gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat kabupaten adalah bentuk kolaborasi Program Gender dan Community Mobilizer Save The Children yang merupakan rangkaian kegiatan kampanye FAKTA.
Kegiatan ini dilaksanakan di Gedung Rakuta, Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Rabu, 28 Juli 2022.
Talkshow ini melibatkan Fasilitator PATBM Nasional dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi NTT dan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A).
Dua instansi ini dilibatkan untuk mendorong pemerintah daerah memberikan komitmen dalam menghentikan kekerasan kepada anak dan mengaplikasikan komitmen tersebut melalui terbitnya kebijakan dan alokasi anggaran.
Yanti Sallata, dari Dinas P3A Provinsi NTT mengatakan bahwa, “Ada komitmen dari Pemerintah Provinsi NTT untuk mendukung komitmen perlindungan anak melalui pembentukan kelompok PATBM di tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, kami memberikan rekomendasi untuk memerkuat tata kelola PATBM di semua tingkatan dan advokasi anggaran melalui dana desa dan pihak lain yang peduli terhadap perlindungan anak.”
“Tujuan dari PATBM adalah menghadirkan orang-orang yang peduli kepada desanya yang bisa mewakilkan forum-forum yang ada di desa, entah karang taruna atau komunitas lain yang ada. Dengan demikian, relawan PATBM dapat menjalankan fungsi-fungsi perlindungan anak,” ungkap Maria Margareta Bhubu, Fasilitator PATBM Nasional Provinsi NTT.
Kegiatan ini melibatkan seluruh camat dan kepala desa/lurah se-Kabupaten Sumba Barat dari total enam kecamatan dan 74 desa/kelurahan serta dinas terkait.
Selain instansi pemerintah, Advisor Child Protection Save the Children juga hadir untuk berkontribusi dalam memberikan informasi dan kebijakan perlindungan anak yang dilaksanakan oleh Save the Children.
“Lembaga Adat Desa atau LDT merupakan wadah partisipasi masyarakat sebagai mitra Pemerintah Desa. Sebagai LDT, PATBM dapat mengajukan program dan kegiatan kepada pemerintah desa. Dengan demikian, peluang alokasi pendanaan melalui pemanfaatan dana desa baik untuk operasional PATBM ataupun dukungan kegiatan PATBM akan menjadi lebih besar,” jelas Zubedy Koteng, Advisor Child Protection Save the Children.