Opini
PUISI ROMO STEF WOLO - Narasi Buku DARI NUSA BUNGA KE NEGERI ALPEN
Artikel ini ditulis oleh Gerard N. Bibang dengan judul Puisi Romo Stef Wolo - Narasi Buku Dari Nusa Bunga ke Negeri Alpen
POS-KUPANG.COM - Artikel ini ditulis oleh Gerard N. Bibang dengan judul Puisi Romo Stef Wolo - Narasi Buku Dari Nusa Bunga ke Negeri Alpen, untuk mengapresiasi buku autobiografi Romo Stef Wolo yang telah diterbitkan dengan judul Dari Nusa Bunga ke Negeri Alpen.
Romo Stef Wolo adalah Pastor Katolik asal Desa Sarasedu, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia ditahbiskan menjadi imam Keuskupan Agung Ende pada 3 September 1997, dan dalam delapan tahun terakhir bertugas di Basel, Swiss, Eropa Barat, sebagai Misionaris Fidei Donum.
Buku autobiografi Dari Nusa Bunga ke Negeri Alpen diterbitkannya untuk menandai pesta perak (25 tahun) imamatnya dalam tahun 2022 ini. Selamat membaca!
Jikalau engkau bertanya apakah yang saya pegang ini adalah sebuah buku, ini jawabku: tidak! Apakah sebuah handbook untuk manusia peziarah pelintas batas? Jawabku, tidak! Apakah sebuah egologi, yaitu kisah dari diri, tentang diri dan kepada diri? Jawabku tetap sama: tidak!
Engkau mungkin bertanya kesal: jadi, ini buku atau tidak? Jawabku: Ini bukan buku. Ini adalah puisi.
Puisi yang seperti apa? Bagi saya, puisi adalah getaran sejati di dalam jiwa manusia di mana getaran-getaran ini menjelma energi batin yang membantunya untuk bertahan di dunia dan mengantarnya kepada Tuhan.
Maka puisi, dalam hal ini, bisa juga berarti resonansi gelombang Tuhan Yang Maha Abadi, yang dibuntu dan ditimbun oleh segala jenis gemuruh peradaban materialisme, namun bisa ditembus dengan lembutnya pengalaman getaran-getaran jiwa.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 26 Agustus 2022, Contohilah Sikap Gadis Bijaksana
Puisi seperti itulah yang saya nikmati di sini. Resonansi gelombangTuhan inilah yang menyapaku setiap kali saya membaca baris demi baris. Resonansi inilah yang menggetarkan sekujur tubuh remaja Stef Wolo sehingga langkahnya ringan terayun dari Wolorowa-Sarasedu menuju SMPK Kotagoa dan SPGK Fransiskus di Boawae, lalu ke Seminari Menengah Yohanes Berkmans Todabelu Matoloko, terus melaju ke Ritapiret dan Bukit Ledalero di mana getaran-getaran jiwanya diperjumpakan dengan Sang Sabda sendiri melalui terang fajar filsafat dan teologi. Dan ketika terang itu kian jelas, getaran-getaran ini dipuncaki oleh sakramen imamat pada 3 September 1997, 25 tahun lalu.
Tidak berhenti di situ. Getaran-getaran yang sudah bertengger pada imamatnya ini kemudian bercetar membentur pantai, bukit dan hutan Ratesuba, berjalan kaki berjam-jam berpeluh keringat dan terpanggang matahari meniti jalan setapak ke Boafeo, Wologai, Mbani, sambil menyisiri anak sungai Wolomari, Lowo Mbani hingga mendayung sesekali di tengah riak-riak sungai Mbakaondo dan Lowo Rhea.
Dari Ratesuba, cetar-cetar getaran berpijar ke Wolotopo, sebuah pegunungan permai dengan pantai hitamnya yang indah di bagian selatan Ende, yang ketika getaran itu diminta meluaskan sayap-sayapnya ke Eiken, Swiss, berubahlah Wolotopo menjadi danau air mata, mengantarkan pastor tercinta mereka melintasi benua dan lautan, terbang 16 jam di udara siang malam, lalu akhirnya mengendarai kereta cepat ICE menuju negeri Alpen.
Delapan tahun sudah di Eiken tapi serasa seperti kemarin. Memang begitulah hakekat getaran jiwa. Tiada pernah bosan, karena yang dialami ialah cinta yang menyentuh keabadian, yang tidak terpaut ruang dan waktu.
Maka menelusuri puisi ini seperti kita sedang menonton film berdurasi 25 tahun seorang imam Stef dan 55 tahun seorang sahabat Stef, di mana dia berjumpa dengan sesama jiwa dalam resonansi gelombang Tuhan yang berbalut narasi kata dan nada.
Baca juga: Panduan Lengkap Doa Kepada Santa Anna Mohon Keturunan, Doa Harian Umat Katolik
Sebagai puisi, engkau sebagai pembaca bisa memulai penelusuranmu dari mana saja dan kapan saja: dari tengah, belakang lalu ke depan, bolak balik, terserah, tanpa harus terbeban memikirkan sistematika tapi dijamin tanpa kurang sedikit pun kenikmatannya.
Pengalaman saya sendiri menjadi bukti. Pada hari pertama, dua hari lalu, ketika buku tiba di rumah di Taman Aries siang hari, langsung dalam keadaan yang tidak terlalu fokus, mata saya tertuju kepada Ratesuba, kepada patroli jalan kaki dari pantai ke kawasan gunung, dengan jalan berliku-liku dan meliuk-liuk.
kumpulan puisi
Stef Wolo
Dari Nusa Bunga ke Negeri Alpen
Gerard N. Bibang
Pastor Katolik
Desa Sarasedu
Kecamatan Golewa
Kabupaten Ngada
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Keuskupan Agung Ende
Swiss
Basel
Eropa
Misionaris Fidei Donum
pesta perak
POS-KUPANG.COM
Agustinus Sape
autobiografi
Puisi
Opini Yohanes Krisostomus Dari: Tuan Rumah ASEAN Summit ke-42 dan Harapan Bagi NTT yang Tertinggal |
![]() |
---|
Opini Petrus Kanisius Siga Tage: ASEAN Summit dan Isu Migran di Wilayah Timur Indonesia |
![]() |
---|
Opini Paul Ama Tukan: Buzzer Politik dan Ruang Publik yang Bising |
![]() |
---|
Opini Frits O Fanggidae: Dunia Menatap ASEAN! |
![]() |
---|
Opini Robert Bala: Ganjar dan atau Prabowo |
![]() |
---|