Liputan Khusus

Kawin Tangkap di Sumba NTT Bentuk Pelanggaran HAM

Kasus kawin tangkap dengan korban ANG (26), wanita asal Kampung Galimara, Desa Modu Waimaringu, adalah bentuk pelanggaran Ham Asasi Manusia (HAM)

POS-KUPANG.COM/Petrus Piter
Bupati Sumba Barat, Drs.Agustinus Niga Dapawole memimpin rapat pembahasan tentang kawin tangkap di ruang rapat bupati Sumba Barat, Senin (2/7/2020) 

Pada malam hari, ANG menginap di rumah pelaku LB dan tidur bersama tante pelaku. Selama berada di dalam rumah pelaku, ANG tetap diperlakukan secara baik.

Pelaku mengaku melakukan hal tersebut karena berniat untuk mengangkat kembali harkat dan martabat ANG, yang merupakan saudara sepupunya. Namun, cara mengambil atau membawa korban untuk dijadikan sebagai istri, bertentangan dengan undang-undang. Kini, penyidik Polres Sumbar masih menangani kasus itu. (pet)

* Sepakat Damai

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kabupaten Sumba Barat, Khatarina Dade, menjelaskan, pihaknya turun langsung ke lokasi untuk bertemu dan berdialog dengan kedua belah pihak.

Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada korban. Sekaligus memberikan pemahaman kepada kedua belah pihak bahwa perbuatan kawin tangkap itu melanggar hukum.

Menurut Khatarina, video viral itu beredar pada Senin (25/7) lalu sehari kemudian, Selasa (26/7), pihaknya langsung ke lokasi bersama Unit PPA Polres Sumba Barat (Sumbar) untuk bertemu dengan kedua belah pihak, keluarga perempuan dan keluarga laki-laki termasuk korban dan pelaku.

Hal itu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada mereka dan kedua belah pihak keluarga menerima dan memahaminya. Pihaknya juga mendatangi keluarga Laki-laki untuk menjemput ANG dan pertemuan berlangsung dengan baik.

Secara kekeluargaan, kedua keluarga sudah bersepakat secara adat untuk mengembalikan hewan adat pertanda resmi berpisah. Kedua keluarga bersepakat kembali tetap menjalani hubungan baik sebagai om dan tante.

Korban ANG kemudian dibawa dan dimintai keterangannya oleh penyidik di Polres Sumbar. Setelah selesai menjalani pemeriksaan dan hendak pulang, korban ANG mengaku merasa tidak aman bila kembali ke keluarganya dan korban juga masih trauma.

Karena itu, pihaknya langsung membawa mengamankan yang bersangkutan di rumah aman DP5A milik Pemerintah Kabupaten Sumbar. Khatarina menambahkan, korban ANG juga mendapatkan pendampingan psikolog untuk memulihkan traumatiknya.

Khatarina mengatakan, kepada tim DP5A dan unit PPA Polres Sumbar, korban ANG mengaku, LB adalah sepupunya dan dia tidak memiliki rasa cinta sama sekali kepada LB, yang adalah anak dari tantenya itu.

Korban ANG juga mengaku bahwa selama dua malam berada di rumah keluarga laki-laki, dia diperlakukan baik oleh keluarga laki-laki. Sebab mereka masih memiliki hubungan kekeluargaan dekat yakni sebagai anak om dan anak tante. Korban ANG adalah anak om, sedangkan LB adalah anak tante.

Selama dua hari berada di rumah aman, demikian Khatarina, korban ANG meminta pulang ke rumah salah satu anggota keluarganya. Dan setelah difasilitasi, akhirnya korban ANG dibawa ke rumah keluarganya itu.

Khatarina berharap kasus kawin tangkap ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari. Jika ada pemuda yang memiliki perasaan terhadap seorang pemudi maka hal itu diutarakan dengan baik dan jika ada kesepakatan lakukan proses lamaran dengan baik sebelum menikah.

Lebih lanjut dikatakan Khatarina, kejadian itu bermula saat ANG berpacaran dengan WB. Lalu WB berjanji akan datang melamar ANG secara resmi di kediaman orang tuanya, Senin (25/7).

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved