Berita Nasional
Dokter Forensik Khawatir, Bukti-Bukti Penyebab Kematian Brigadir J Bisa Saja Hilang Gegara Ini, Lho?
Jenazah Nofryansah Yosua Hutabaran akan diekshumasi atau otopsi ulang setelah dimakamkan lebih dari dua minggu atau tepatnya selama 16 hari. Simak ini
POS-KUPANG.COM - Hari ini Rabu 27 Juli 2022, Tim Khusus (Timsus) dokter forensik Mabes Polri didukung dokter TNI, melakukan otopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J atau Nofryansah Yosua Hutabarat.
Jenazah Nofryansah Yosua Hutabaran akan diekshumasi atau Otopsi Ulang setelah dimakamkan lebih dari dua minggu atau tepatnya selama 16 hari, terhitung Senin 11 Juli 2022.
Tenggat waktu pemakanan itu, menimbulkan kekhawatiran pada tim medis. Sebab bukti-bukti yang menjadi penyebab kematian Brigadir J kemungkinan besar akan berubah bahkan bisa hilang.
Hal ini diungkapkan dr. Ida Bagus Putu Alit DMF SpF salah satu anggota tim forensik Mabes Polri kepada awak media, sebagaimana dilansir Pos-Kupang.com dari Tribun-Medan.com.
Dalam jadwal yang telah dibuat, otopsi ulang jenazah Brigadir J tersebut akan dilaksanakan di RSUD Sungai Bahar Muaro Jambi.
Baca juga: Terungkap Lagi, Sosok yang Ancam Bunuh Brigadir J Selalu Bersama Ferdy Sambo, Dia Ada Bersama Ajudan
Brigadir J merupakan korban baku tembak yang terjadi Jumat 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB, di Rumah Dinas Kadiv Propam yang ditempati Irjen Ferdy Sambo.
Dalam peristiwa tersebut, Brigadir J tewas ditempat. Namun jenazahnya baru dipulangkan ke kampung halamannya di Jambi dan dimakamkan pada Senin 11 Juli 2022.

Dengan demikian, hari ini Rabu 27 Juli 2022, merupakan hari yang ke-16 jenazah ada di dalam kubur.
Lamanya waktu antara jenazah di dalam kubur dan pelaksanaan ekshumasi, sehingga ada sejumlah hal yang dikhawatirkan menjadi kendala dalam otopsi ulang tersebut.
Terkait hal itulah, tim forensik yang ditunjuk oleh Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) melalui dr. Ida Bagus Putu Alit DMF, SpF, menyampaikan sejumlah kemungkinan yang akan mereka dihadapi.
“Otopsi jenazah yang sudah dimakamkan, akan lebih sulit dibandingkan dengan jenazah segar. Kesulitan yang dihadapi itu terkait mengidentifikasi bukti-bukti medis,” jelas dokter dr. Ida Bagus Putu Alit atau yang biasa disapa dokter Alit.
Dia menyebutkan, bukti-bukti medis pada jenazah, mudah berubah, terutama jenazah yang sudah pernah dikubur, seperti halnya jenazah Brigadir J.
Bukti-bukti tersebut, katanya, kemungkinan besar akan berubah dan bahkan bisa menghilang. Ini yang menjadi kendala dalam otopsi ulang itu.
Baca juga: Makam Brigadir J Segera Dibongkar Timsus Mabes Polri Dikirim Ke Jambi: Hari Rabu Jenazah Diotopsi
“Pasti akan ada kendala, apalagi jenazah korban sudah dikubur selama dua minggu. Sudah banyak zat yang dicampurkan atau zat-zat yang bereaksi,” tandasnya.
Untuk itu, katanya, dokter forensik akan melakukan analisa terhadap perubahan-perubahan pada tubuh jenazah.
Pemeriksaan secara medis tersebut, lanjut dia, diperkirakan memakan waktu yang cukup lama baru bisa mendapatkan hasil.
Pasalnya, akan ada pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan sel, enzim, dan lain-lain. Jadi hasil otopsi ulang ini butuh waktu sekitar 2-4 minggu baru ada hasil,” tuturnya.
Dalam proses tersebut, katanya, tim akan melakukan pemeriksaan hingga menemukan hasil yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Hasil itulah nantinya menjadi salah satu bahan dalam penentuan kasus ini.
Dijelaskan pula, bahwa mengingat kondisi jenazah Brigadir J sudah lebih dari dua minggu dimakamkan, sehingga perlu ada pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan tersebut, lanjut dia, menyangkut penyebab luka, waktu luka dibuat, penyebab kematian, dan waktu kematian.

Meski demikian, kata dokter Alit, tim forensik ini telah berkomitmen untuk melaksanakan tugas secara maksimal.
“Dengan ilmu dan kompetensi yang kami miliki, kami akan melakukan upaya terbaik. Kami akan berusaha secara maksimal. Tapi kami tidak bisa menjanjikan hasil. Mungkin ini yang perlu dipahami,” tuturnya.
Dia juga berharap, agar upaya tim forensik tersebut bisa membantu memberikan kebenaran dan keadilan atas kasus kematian Brigadir J.
Baca juga: Sebut Nama Ahok Dalam Kasus Ferdy Sambo, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Diultimatum Minta Maaf
Perlu diketahui, proses otopsi ulang jenazah Brigadir J akan dilakukan selama satu hari pada Rabu, 27 Juli 2022. Otopsi ulang jenazah korban akan dilakukan di RSUD Sungai Bahar, Jambi mulai pukul 10.00 WIB.
Beda Kasus Kematian Brigadir J dan Kasus Keracunan
Untuk diketahui, batas waktu pelaksanaan otopsi ulang jenazah, sangat tergantung pada kasus dan penyebab kematian.
Penyebab kematian Brigadir J, beda dengan penyebab kematian akibat keracunan atau karena trauma.
Hal ini diungkapkan Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Made Ayu Wiryaningsih.
“Kalau di luar negeri, kadang-kadang ekshumasi sudah bertahun-tahun juga masih bisa dilakukan otopsi, itu terkait dengan bukti-bukti,” ujarnya dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Selasa 26 Juli 2022.
Pada kasus keracunan secara umum, atau kasus keracunan logam berat, katanya, bisa saja racun-racun yang tadinya ada di tubuh, meresap ke tanah sekitar.
“Makanya pada saat ekshumasi, sampel tanah diambil. Kalau pada kasus yang terkait dengan kekerasan atau trauma, bisa saja ada perubahan warna, misalnya pada tulang belulang,” tuturnya.
Tulang, lanjut dia, merupakan bagian tubuh yang paling terakhir mengalami pembusukan.
Akan tetapi, jika luka-luka yang dialami oleh mayat hanya sebatas pada jaringan, maka bisa saja tidak ditemukan apa pun dalam proses otopsi ulang itu.
Baca juga: Kekasih Brigadir J Angkat Bicara: Yosua Itu Penyayang, Sangat Sopan, Sempat Curhat Kalau Ada Masalah
“Misalnya sebatas dari kulit sampai ke otot, tentu dalam beberapa bulan, kalau itu sudah membusuk, tentu kita bisa tidak menemukan apa-apa. Jadi sangat tergantung kasus, tergantung juga pada waktu,” jelasnya.
Terkait kasus Brigadir J, lanjut dia, akan ada banyak tantangan. Kesulitan itu terjadi karena jenazah Brigadir J sudah dimakamkan lebih dari dua minggu.
Ia mencontohkan, proses visum et repertum pada orang yang masih hidup. Luka atau memar yang dialami akan mengalami penyembuhan, sehingga semakin cepat visum itu akan semakin baik.

“Ada luka-luka, yang kalau orang hidup, memar. Nanti ditunggu berapa hari memarnya sudah hilang, jadi hilanglah bukti-bukti itu,” tuturnya.
Tujuan dari otopsi ulang itu, adalah preservasi barang bukti, bukti tetap terjaga sebelum adanya proses pembusukan.
Libatkan 7 Ahli Forensik
Pada otopsi ulang jenazah Brigadir J, Mabes Polri melibatkan 7 dokter ahli forensik. Para dokter itu berasal dari TNI dan dokter yang didatangkan dari Jakarta, Bali, dan Padang.
Otopsi ulang itu, dilakukan di RSUD Sungai Bahar Muaro-Jambi.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan, lembaganya telah mendapatkan informasi detil mengenai hasil autopsi awal Brigadir J.
Baca juga: Mabes Polri Peringatkan Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J: Ingat, Jangan Berspekulasi Soal Luka Korban
Informasi detail itu diperoleh dari penjelasan Pusat Kedokteran Forensik Polri.
Dari autopsi awal di RS Polri Kramatjati, terindikasi adanya karakter luka dan jarak tembak yang berbeda-beda.
Menurut Anam, penjelasan mengenai autopsi awal cukup penting untuk menentukan titik terang waktu kematian Brigadir Yoshua. Sementara otopsi ulang ini juga penting.
Terkait tantangan dalam otopsi ulang ini, adalah kondisi mayat yang telah membusuk. Sebagaimana dilansir dari laman Hello Sehat, pembusukan jenazah dalam kubur terdiri atas lima tahapan.
Seberapa cepat tubuh membusuk bergantung pada beberapa faktor, seperti suhu, apakah tubuh berada di luar atau di dalam air, serta jumlah bakteri yang ada dalam tanah.
Tubuh yang terpapar unsur-unsur seperti udara dan air akan terurai lebih cepat. Serangga akan lebih banyak menghinggapinya ketimbang jenazah yang dikubur atau dikurung di ruang tertutup.
Setidaknya dibutuhkan waktu antara 8–12 tahun untuk menguraikan kerangka manusia di dalam tanah.
Sementara waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan mayat di dalam peti, bisa mencapai 50 tahun.
Nah, bagaimana bagaimana proses pembusukan mayat pada setiap tahapannya, simak uraian berikut ini.

1. Fresh (autolisis)
Proses pembusukan mayat sebenarnya sudah dimulai sejak jantung Anda sudah berhenti berdetak, sebab tidak ada lagi darah yang dipompa ke seluruh tubuh. Kemudian dalam waktu 3–6 jam, otot tubuh mulai kaku dan tidak dapat berelaksasi. Jasad pun menjadi tegang dalam kondisi yang disebut rigor mortis. Setelah jasad dikuburkan dalam tanah (24–72 jam setelah kematian), suhu tubuh perlahan menjadi dingin karena menyesuaikan dengan suhu lingkungannya. Ditambah lagi, tak ada oksigen yang terbawa dalam peredaran darah.
Bakteri dalam usus mulai menggerogoti dinding usus hingga sel kehilangan strukturnya. Enzim juga akan bekerja untuk memecah sel tubuh sendiri, begitu pun dengan jaringan di sekitarnya. Proses tersebut dikenal dengan autolisis. Tanda tubuh sudah mengalaminya dapat dilihat dengan adanya beberapa permukaan kulit yang lecet. Lalu perlahan, lalat-lalat mulai menghinggapi tubuh untuk bertelur.
Baca juga: 10 Dokter Forensik Lakukan Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J, Ayah Yosua Utus Anggota PBB
Dalam proses pembusukan mayat ini, mungkin tak banyak perubahan yang dapat Anda lihat dengan mata telanjang dan tanda-tandanya pun sedikit sekali. Ini karena sebagian besar kerusakan terjadi dalam tubuh dan tidak akan terlihat dari luar.
2. Bloat (penggembungan)
Sekitar 3–5 hari setelah kematian, bakteri mulai berkembang biak dan menghasilkan berbagai gas seperti karbon dioksida, metana, nitrogen, dan hidrogen sulfida. Gas inilah yang menjadi alasan kenapa tubuh bisa menggembung. Gas tersebut menciptakan tekanan berlebihan dalam tubuh, lalu mendorong cairan keluar lewat lubang-lubang pada tubuh, seperti hidung, mulut, telinga, dan anus.
Jika ada serangga atau belatung yang memakan jaringan tubuh, ia akan meninggalkan telurnya dan mulai menimbulkan kerusakan pada permukaan kulit jenazah. Kulit dengan kondisi luka terbuka, tentu akan memberikan peluang untuk serangga dan bakteri untuk masuk ke dalam tubuh. Dengan begitu, proses pembusukan mayat akan terjadi lebih awal. Tak jarang, gas yang keluar akan menguarkan bau amis dan tidak sedap. Ini pertanda bahwa bagian dalam jenazah sudah mulai mengalami proses pembusukan dalam kubur.
3. Active decay (peluruhan aktif)
Bisa dibilang tahap ketiga ini merupakan proses terjadinya pembusukan aktif sekaligus menjadi tahap yang paling cepat dan progresif. Tahapan ini terjadi sekitar 8–10 hari setelah kematian. Selama proses ini, sebagian besar massa tubuh akan hilang karena bakteri dan serangga sudah merusak berbagai sel tubuh dan membuat cairan tubuh keluar. Sebagaimana yang Anda tahu, bahwa lebih dari 50 persen tubuh manusia terdiri dari air.
Kulit juga sudah mulai membesarkan pori-porinya. Dengan demikian, akses untuk binatang-binatang yang mencari makan akan lebih terbuka. Binatang-binatang ini akan mulai menggerogoti kulit. Setelah itu, kulit mulai meluruh, lalu menghitam karena tidak ada lagi darah yang mengalirkan oksigen dan zat gizi. Tahap ketiga ini dikatakan selesai jika belatung atau serangga apa pun sudah tidak menghinggapi tubuh lagi.
Baca juga: Setelah 3 Kali Presiden Jokowi Bicara, Penanganan Kasus Brigadir J Pun Kini Dipertajam, Ada Apa?
4. Advanced decay (peluruhan tahap lanjut)
Jika sebelumnya sebagian jaringan lunak telah membusuk, pada tahap keempat ini, pembusukan lebih lanjut akan terjadi pada tulang, rambut, tulang rawan, dan ligamen. Selama proses pembusukan mayat ini, sebagian besar komponen tubuh telah berubah warna dan menghitam. Jaringan dan sel-sel tubuh juga mulai rusak. Jantung, ginjal, hati, dan organ-organ lain yang awalnya berbentuk padat sudah berubah menjadi cair selama pembusukan tahap lanjut. Pada tahap ini, kumbang dan jenis lalat tertentu dengan kemampuan mengunyah benda keras akan mendatangi tubuh untuk memproses komponen tubuh yang lebih keras.
5. Skeletonisation (pembusukan tulang)
Kini, hampir semua komponen tubuh telah terurai dan satu-satunya bagian tubuh yang tersisa dari jenazah hanyalah tulang kering. Tulang kering lama-kelamaan juga akan hilang, tetapi proses ini bisa memakan waktu hingga lebih dari dua tahun. Kondisi lingkungan yang kering dan panas dapat mempercepat proses dan menyelesaikan tahap ini dalam hitungan minggu. Tahapan pembusukan mayat mungkin terlihat seperti proses yang begitu menyedihkan. Namun, proses ini sebenarnya sangat penting untuk keseimbangan ekosistem makhluk hidup. (*)