Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 26 Juni 2022, Komitmen Menjadi Pengikut Kristus
RD. Fransiskus Atamau menitikberatkan referensi renungannya pada bacaan Injil Lukas 9: 51-62 berkaitan dengan komitmen menjadi pengikut Kristus.
Akan tetapi Yesus berpikiran berbeda, Ia berusaha mendekatkan diri pada mereka, sebagaimana kisa Yesus beristirahat di tepi sumur dan berdialog dengan perempuan Samaria (Yoh 4:1-26).
Maka ketika hendak kembali ke Yerusalem, Yesus mengirimkan utusan untuk menanyakan apakah mereka boleh melewati wilayah tersebut atau tidak?. Namun sebutan orang Samaria ini tertutup dan tidak bersahabat.
Pelajaran pertama yang dapat kita ambil dari kisa ini adalah tidak ada gunanya membuat permusuhan, sebab buah permusuhan selalu merugikan dan tidak pernah menguntungkan.
Sikap bermusuhan ini karena adanya dendam yang bersemayam di hati, padahal dendam itu hanya merupakan beban kepahitan yang merusak diri sendiri.
Bermusuhan terhadap orang yang "jahat" sekalipun pasti merugikan, apalagi bermusuhan terhadap orang-orang baik.
Sikap bermusuhan akan menutup dialog dan interaksi, sekaligus tidak dapat mengembangkan peluang adanya kerjasama atau sinergi. Padahal sinergi hanya bisa terjadi apabila ada kesatuan dan kesejajaran, sehingga untuk membangun sinergi semua pihak harus mengutamakan sikap terbuka dan kebersamaan dan bukan egoisme.
Tuhan Yesus mengajarkan agar kita tetap rendah hati dan mengasihi musuh yang membenci kita dan dengan demikian maka mimpi-mimpi kita yang besar akan tercapai.
Kedua: penghakiman dan penghukuman (Luk 9: 54-56)
Dalam ayat sebelumnya diajarkan bagaimana sikap kita apabila suatu rumah atau kota tidak menerima kita dengan ramah dan baik yaitu keluar dari kota itu dan mengebaskan debu dari kaki kita sebagai peringatan terhadap mereka (Luk 9:4-5).
Artinya, kita tidak perlu memaksa atau beradu argumentasi akan maksud baik kita dalam mengunjungi mereka.
Demikianlah yang terjadi pada rombongan Tuhan Yesus. Suku Samaria tidak bersedia memberikan izin kepada mereka untuk melintasi wilayah tersebut.
Penolakan ini membuat reaksi keras pada murid-murid Tuhan Yesus.
Rasul Yohanes dan Yakobus rupanya belum memahami perkataan Tuhan Yesus tersebut. Mereka merasa tersinggung dengan penolakan itu dan menganggap sebagai penghinaan terhadap Tuhan Yesus sehingga mereka ingin langsung menghukum oran gsamaria dengan api.
Ini cara berpikir yang salah , yakni kita yang menjadi hakim dan pelaksana hukuman. Semangat dan hasrat yang berkobar-kobar serta kesetiaan pada Kristus tidak perlu menjadi kita pelaku tindak kekerasan pada orang yang hidup di dalam dendam dan kegelapan.
Kita harus mengendalikan roh mana yang menguasai diri kita sehingga tidak terjerembab dalam dosa dan akibatnya tujuan mulia yang kita emban malah tidak akan tercapai.