Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 26 Juni 2022, Komitmen Menjadi Pengikut Kristus
RD. Fransiskus Atamau menitikberatkan referensi renungannya pada bacaan Injil Lukas 9: 51-62 berkaitan dengan komitmen menjadi pengikut Kristus.
POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik berikut dibawakan oleh RD. Fransiskus Atamau saat memimpin misa Hari Minggu Biasa XIII di Gereja Katolik Stasi Santo Fransiskus Xaverius Naimata, Paroki Santo Yosef Pekerja Penfui Kupang, Minggu 26 Juni 2022.
RD. Fransiskus Atamau menitikberatkan referensi renungannya pada bacaan Injil Lukas 9: 51-62 berkaitan dengan komitmen menjadi Pengikut Kristus.
RD. Fransiskus Atamau menyebut komitmen menjadi Pengikut Kristus ternyatakan dalam tiga hal berikut.
Pertama, merelativir kepentingan diri sendiri dan keluarga terhadap kepentingan Allah;
Kedua, mensubordinasikan harta benda duniawi terhadap harta surgawi; dan yang ketiga, kemauan untuk bertahan dalam penderitaan jika ditolak oleh manusia.
Inilah yang dimaksudkan Yesus ketika Ia menegur Yakobus dan Yohanes yang hendak menurunkan api dari langit untuk membinasakan Samaria yang menolaknya dan ketika ia berkata kepada setiap orang yang mau mengikuti Dia, "Biarkanlah orang mati menguburkan orang mati" sebab "Setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah".
Kita sekalian menyebut diri orang-orang Kristen; pengikut-pengikut Kristus, tetapi sering kepentingan diri atas harta duniawi masih memenangi kita sehingga kita menomorduakan panggilan surgawi.
Maka marilah kita mohon ampun agar layak merayakan peristiwa penyelamatan ini.
Pertama: dendam kesumat lama (Luk 9: 51-53)
Suku Samaria sering disebut sebagai Setengah Yahudi sebab mereka merupakan campuran antara orang Yahudi dengan bangsa Assyria karena perang dan kawin-mawin.
Bagi orang samaria yang sudah tercampur, Yerusalem bukan lagi menjadi pusat Ibadat, melainkan mereka lebih menyukai gunung Garizim sebagai tempat pemujaan dan pemberian persembahan kurban-kurban.
Maka bagi orang Yahudi, suku Samaria dipandang tidak murni lagi sehingga suku Samaria dibenci.
Sebaliknya, suku Samaria, karena sikap dan perbedaan itu juga tidak menyukai orang Yahudi, dan membuat kedua suku ini menjadi bermusuhan.
Orang Yahudi dari Galilea kalau ingin melakukan perjalanan menuju Yerusalem atau wilayah Yudea selatan, sebenarnya bisa langsung melalui wilayah Samaria ini.
Tetapi karena permusuhan tadi, maka orang Yahudi biasanya menghindar dan berjalan memutar ke utara terlebih dahulu sehingga jarak yang ditempuh lebih jauh.