OPINI
Mengurai Benang Kusut Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Salah satu kekhususannya adalah sangat terbatasnya waktu penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan oleh pengadilan
Mengurai Benang Kusut Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Oleh: Fortunatus Hamsah Manah*)
PENEGAKKAN hukum tindak pidana pemilu dihadapkan pada berbagai persoalan pelik yang belum terselesaikan. Jelang pemilu serentak 2024 yang tahapannya akan dimulai tanggal 14 Juni 2022, penulis memandang perlu mengurai benang kusut penanganan tindak pidana pemilu baik dari sisi konten aturannya yang tidak terlalu mendukung maupun karena faktor penegakan dan budaya hukum.
Secara umum, istilah tindak pidana pemilu merupakan terminologi yang sama atau menjadi bagian dari tindak pidana dalam rezim hukum pidana. Istilah lain untuk tindak pidana adalah perbuatan pidana atau delik yang dalam bahasa Belanda disebut dengan strafbaar feit. Jika dikaitkan dengan pemilu, maka dapat diistilahkan dengan delik pemilu atau tindak pidana pemilu. Dalam arti, istilah tindak pidana pemilu diperuntukan bagi tindak pidana yang terjadi dalam pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu.
Perbuatan tertentu sebagai tindak pidana pemilu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pelanggaran dan kejahatan. Hanya saja, Undang-Undang Pemilu tidak mendefinisikan secara spesifik apa yang dimaksud dengan tindak pidana dalam bentuk pelanggaran dan apa pula definisi tindak pidana kejahatan. Undang-undang ini hanya mengatur bentuk-bentuk perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran dan juga kejahatan yang satu sama lain sulit untuk dibedakan secara pasti (Fahmi, 2016).
Sebagai bagian dari rezim hukum pidana, mekanisme peradilan pidana pemilu juga mengikuti sistem peradilan pidana secara umum.
Baca juga: 86 Calon Taruna Akademi Kepolisian Tingkat Polda NTT Jalani Pemeriksaan Kesehatan
Dalam sistem peradilan pidana, terjalin sebuah kerangka jaringan sistem peradilan yang mendayagunakan hukum pidana baik pidana materiil, formil dan hukum pelaksanaan pidana secara terintegrasi. Dalam kerangka itu, semua unsur sub sistem penegakan hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan lembaga pemasyarakatan terlibat dalam satu jejaring kerja yang saling berkaitan.
Dalam hukum pidana pemilu, sistem kerja demikian juga berlaku. Hanya saja, terdapat sejumlah karakter khusus yang terdapat dalam hukum pidana pemilu. Pertama, dari segi hukum materil yang digunakan, tindak pidana pemilu diatur secara khusus dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Konsekuensinya, tindak pidana tersebut hanya dapat dituntut jika dilakukan dalam konteks pemilu. Dalam arti, berbagai perbuatan yang ditetapkan sebagai tindak pidana pemilu hanya dapat dituntut sesuai UU Pemilu, bukan ketentuan pidana umum. Hal ini sesuai dengan penerapan asas lex specialis derogat legi gerali.
Kedua, dari aspek hukum formil, hukum pidana pemilu juga tunduk pada ketentuan yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dimana, Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana pemilu menggunakan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Pemilu. Frasa kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini dalam Pasal 477 UU Nomor 7 Tahun 2017 merupakan klausul yang memberi kekhususan tertentu bagi proses pemeriksaan dugaan tindak pidana pemilu. “Penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana Pemilu dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”.
Baca juga: Beredar Dana Haji Bangun IKN, GP Ansor NTT Minta Masyarakat Jangan Percaya Hoax
Salah satu kekhususannya adalah sangat terbatasnya waktu penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan oleh pengadilan. Pembatasan waktu dalam memeriksa dan mengadili tindak pidana pemilu sesungguhnya ditujukan agar penanganan tindak pidana pemilu dapat memberikan kepastian hukum bagi tahapan penyelenggaraan pemilu. Selain itu, kekhususan tindak pidana pemilu juga terlihat pada keterbatasan upaya hukum bagi orang yang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pemilu. Di mana, terhadap putusan pengadilan hanya dapat dilakukan banding dan putusan pengadilan banding (Pengadilan Tinggi) memiliki sifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain. Dengan demikian, upaya kasasi sebagai upaya hukum biasa tidak tersedia dalam pemeriksaan tindak pidana pemilu.
Ketiga, penegakan hukum pidana pemilu tidak saja melibatkan aparatur penegak hukum dalam sistem peradilan pidana biasa, melainkan juga melibatkan institusi penyelenggara pemilu (Setiawan, 2020), dalam hal ini Bawaslu dan jajarannya.Penyidikan dugaan tindak pidana pemilu terlebih dahulu harus dengan adanya laporan atau rekomendasi dari Bawaslu Propinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Dalam mekanisme tersebut, dugaan pelanggaran pemilu terlebih dahulu harus melalui kajian Bawaslu beserta jajaran. Apabila hasil kajian pengawas pemilu berkesimpulan adanya dugaan tindak pidana pemilu, maka hasil kajian beserta rekomendasi pengawas pemilu diteruskan kepada penyidik kepolisian.
Oleh karena melibatkan sejumlah institusi dalam penanganannya, maka demi menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana pemilu, dibentuklah Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Institusi ini berkedudukan sebagai tempat untuk menyamakan pandangan antar institusi yang terlibat dalam menangani tindak pidana pemilu (Yeni, 2020). Hanya saja, dalam pengaturan teknis dan praktiknya, Gakkumdu justru ditempatkan sebagai institusi yang bertugas menyelenggarakan penanganan tindak pidana pemilu secara terpadu.
Baca juga: Peruntungan Shio Besok Kamis 12 Mei 2022, Ular Singirkan Sifat Burukmu, Kelinci Jangan SELINGKUH!
Pada saat yang sama, juga memberi penilaian apakah bukti-bukti dugaan tindak pidana yang diserahkan Bawaslu beserta jajaran telah terpenuhi atau tidak. Dalam konteks itu, dalam keadaan tertentu, penyidik kepolisian justru hanya memosisikan diri sebagai pihak yang menerima bersih laporan tanpa melakukan penyidikan lagi. Padahal, sesuai UU Pemilu, penyidik kepolisian yang semestinya melakukan penyidikan atas terjadinya dugaan tindak pidana pemilu.
Keempat, pemeriksaan perkara tindak pidana ditangani oleh majelis khusus yang dibentuk pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Di mana, hakim khusus perkara pidana pemilu mesti memiliki syarat dan kualifikasi tertentu yang pengangkatannya ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Setidaknya empat hal itulah yang menunjukan kekhususan sistem peradilan pidana pemilu yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Selanjutnya akan digambarkan sistem peradilan pidana pemilu sebagaimana diatur dalam UU tersebut. Hanya saja, karena sistem peradilan pidana pemilu juga melibatkan Bawaslu dan jajaran, terlebih dahulu akan digambarkan proses penanganan pelanggaran pemilu oleh pengawas pemilu. Sebab, penanganan perkara pelanggaran pemilu (termasuk pidana) oleh Bawaslu dan jajaran merupakan pintu awal untuk seluruh proses penegakan hukum pemilu yang lainnya.
Alur penanganan tindak pidana dalam sistem peradilan pidana pemilu membentuk mata rantai pola penanganan yang panjang dan menunjukkan birokrasi penanganan yang tidak sederhana.Sistem penanganan tindak pidana pemilu jauh lebih rumit dibandingkan tindak pidana biasa yang hanya melibatkan polisi, jaksa dan pengadilan.Sementara tindak pidana pemilu juga melibatkan pengawas pemilu.Sehingga, kondisi inipun dinilai sebagai salah satu alasan kenapa penanganan tindak pidana pemilu menjadi tidak efektif (Sulistyoningsih, 2015).
Baca juga: Blood Moon Akan Terlihat 15 Mei 2022 Mendatang di Beberapa Negara, Indonesia Termasuk?
Provinsi NTT
Opini Politik
Fortunatus Hamsah Manah
Tindak Pidana Pemilu
Pemilu Serentak 2024
Pos Kupang Hari Ini
editorial
POS-KUPANG.COM
Edi Hayong
Opini Maksimus Ramses Lalongkoe: Mencari Kontestan Kontes Gagasan |
![]() |
---|
Opini Reinard L Meo: Peristiwa Abu Dhabi dan Dialog dari Hati ke Hati |
![]() |
---|
Opini Thomas Dohu: Pemilih Pemilu Serentak 2024 |
![]() |
---|
Opini Frans X Skera: Makna Pencapresan Ganjar Pranowo |
![]() |
---|
Opini Sarlianus Poma: KTT ASEAN Epicentrum of Growth, The Opportunity for Indonesian Economic Growth |
![]() |
---|