Berita Labuan Bajo Hari Ini

Lagi, KMRB Hadang dan Hentikan Pembangunan Akses Jalan Menuju Lahan Otorita BPOLBF

Puluhan warga yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Racang Buka (KMRB), kembali menghadang dan menghentikan aktivitas pembukaan akses jalan

Penulis: Gecio Viana | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA.
Suasana penghadangan anggota KMRB saat pembukaan akses jalan menuju lahan otorita Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Senin 25 April 2022. 

Kabag Ops Polres Mabar, AKP Roberth M. Bolle menegaskan, pihak keamanan tidak melakukan penahanan, namun membawa warga tersebut agar tidak mengganggu aktivitas eskavator. 

"Tadi ada teman (warga) yang mau serahkan nyawanya dengan menghadang di depan eskavator, itu membahayakan, sehingga kami amankan dan dengan pindahkan, karena mengancam keselamatan," katanya. 

Sementara itu, Paulinus Ceak mengaku menghadang aktivitas tersebut karena mengklaim lahan yang dilewati merupakan miliknya. 

Pihaknya pun menyayangkan pemerintah yang tidak melakukan sosialisasi terkait pembukaan akses jalan

"Tidak ada dari pemerintah daerah lakukan sosialisasi kalau akan buka jalan. 

Sementara kami tadi minta hentikan sementara karena kami tidak tahu di mana dan ke mana. 

Jangan sampai masuk di lahan yang merupakan milik kami. 

Tujuan kami agar pihak kepolisian minta kami diskusikan. 

Saya hadang sehingga ada respon dari kepolisian. 

Karena tidak ada sosialisasi ada pembukaan pemda. 

Diketahui, sejumlah Racang Buka yang masuk wilayah Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo mengaku sudah lama masuk ke kawasan hutan Nggorang Bowosie dan mendiami area tersebut.

Mereka juga mengaku sudah melakukan upaya legal agar bisa menguasai secara sah seluas 150 hektar wilayah Hutan Bowosie di bagian selatan melalui skema pembebasan kawasan hutan menjadi pemukiman dan lahan pertanian.

Usaha mereka telah mendapatkan hasil final, pemerintah telah mengeluarkan SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, dan hanya 38 hektar yang dikabulkan, yang ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain (APL). Diluar lahan 38 hektar tersebut tentunya masih menjadi hutan milik negara, kini Pemerintah Pusat melalui Perpres No 32/2018 telah menunjuk BPOLBF, untuk mengembangkan area tersebut menjadi Kawasan Pariwisata Terpadu dengan tujuan untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat Labuan Bajo dan Flores pada umumnya.

Diberitakan sebelumnya,  Juru bicara (jubir) Kesatuan Masyarakat Racang Buka (KMRB), Stefanus Herson meminta agar Pemda Manggarai Barat (Mabar) untuk serius menangani lahan Kawasan Hutan Produksi Nggorang-Bowosie RTK.108 Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo. 

Bukti keseriusan Pemda Mabar, lanjut Stefanus, yakni bersama DPRD Kabupaten Mabar untuk mendatangi langsung Kementerian LHK di Jakarta. 

"Kalau datang bersama DPRD maka tahu bahwa mereka merupakan wakil rakyat maka itu wajib hukumnya pemerintah pusat melayani tidak serta merta melahirkan keputusan, tapi mempertimbangkan apa kata rakyat dari bawah, itulah sebabnya kami datang, agar DPRD dan Bupati Manggarai Barat bersama ke pusat, karena keputusan ada di sana. Kalau hanya bersurat tidak akan menyelesaikan masalah," katanya saat ditemui usai menggelar aksi masaa, Senin 15 November 2021.

Menurutnya, lahan seluas 150 ha di kawasan tersebut telah dikuasi masyarakat dan pihaknya meminta agar BPN Kabupaten Mabar untuk memroses sertifikasi. 

Pihaknya juga meminta agar BPN Mabar untuk melanjutkan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) yang telah dibentuk sebelumnya. 

"Poin penting, pertama 150 ha wilayah yang dikuasai masyarakat adalah milik masyarakat dan BPN harus memroses legalitasnya. Kemudian di atas 150 ha tidak boleh ada BPOLBF, dia harus keluar dari situ,  silahkan dia ambil 400 ha di luar wilayah itu," katanya. 

"Hak masyarakat jelas, ada program review program tata hutan, s5KB 4 menteri, ada program IP4T dan sudah terbentuk panitia dan sudah berjalan begitu lama, sebelum kehadiran BPOLBF, dokumen lengkap kami miliki. Lalu ada usulan dari 2 bupati terdahulu, sudah jelas dan dalam usulan itu jelas, lahan tersebut untuk lahan pemukiman dan pertanian masyarakat," jelasnya. 

KMRB juga melakukan aksi massa di depan Kantor BPOLBF di Desa Gorontalo. 

Dalam pernyataan sikapnya, KMRB menuntut BPOLBF agar meletakkan asas dan norma partisipasi masyarakat lokal daerah dalam kerja-kerja BPOP LBF sebagaimana ketentuan Perprees Nomor 32 Tahun 2018 dan mengingatkan BPOLBF untuk tidak melakukan kegiatan lanjutan apapun diatas 150 ha lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman warga KMRB di Hutan Produksi Nggorang Bowosie RTK.108 Desa Gorontalo.

Sebab warga KMRB akan tetap mempertahankan lahan tersebut seluruhnya sampai titik darah penghabisan. 

Pernyataan sikap diterima Direktur Destinasi BPOLBF, Konstan Mardinandus. 

Sebelumnya, Pihak Kementerian LHK telah menjelaskan pemanfaatan Kawasan Hutan RTK 108 di Kabupaten Mabar yang dibacakan oleh Bupati Mabar, Edistasius Endi dalam rapat bersama, Rabu 22 September 2021.

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan memberikan penjelasan pemanfaatan kawasan hutan RTK 108 Nggorang Bowosie dengan surat bernomor: S. 722 / PKTL / KUH / PLA. 2 / 9 / 2021 tertanggal 16 September 2021.

Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ruandha Agung Sugardiman. 

Bupati Mabar, Edistasius Endi menjelaskan, surat tersebut menanggapi Surat Bupati Manggarai Barat yang ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Pem.131/228/IX/2021 tanggal 3 September 2021 tentang Mohon Penjelasan Pemanfaatan Kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

"Ini merupakan jawaban dari pemerintah pusat," kata Edistasius Endi. 

Edistasius Endi membacakan, Pertama, surat tersebut membahas terkait lokasi inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) berdasarkan pada overlay lampiran peta Surat Bupati Manggarai Barat dan peta dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 357/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2016 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 54.163 hektare, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 12.168 hektare dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan seluas 11.811 hektare Menjadi Kawasan Hutan di NTT berada di kawasan Hutan Produksi Tetap seluas lebih kurang 1,515 hektare dan Areal Penggunaan Lain seluas 12,187 hektare pada lokasi perubahan peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan (kawasan hutan yang berubah menjadi APL).

Lebih lanjut, untuk areal penggunaan lain yang berasal dari kawasan hutan, berdasarkan amar kelima SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016 tanggal 11 Mei 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memerintahkan Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk memberikan hak atau penguatan hak dalam rangka program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) atas kawasan hutan yang berubah menjadi APL dimana selama ini oleh masyarakat setempat telah menjadi tempat bermukim dan bertani/ berkebun, agar ada kepastian di kawasan tersebut.

Selanjutnya lanjut Edistasius Endi, untuk areal IP4T yang masih berada kawasan hutan, berdasarkan pasal 34 Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH), yang menyatakan bahwa pada saat Peraturan Presiden mulai berlaku, semua kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan yang telah dilakukan tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden, sehingga dilanjutkan dengan Inventarisasi dan verifikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan hutan sesuai dengan ketentuan.

Menindaklanjuti hal itu sudah dilaksanakan inventarisasi dan verifikasi penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat dengan hasil sudah ada usulan permohonan inventarisasi dan verifikasi oleh Bupati Manggarai Barat tetapi tidak termasuk obyek IP4T di desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.

Hasil lainnya telah dilaksanakan penataan batas Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan Lindung Mbeliling, Hutan Lindung Meler Kuwus dan Hutan Produksi Tetap Nggorang Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan surat keputusan perubahan batas kawasan hutan di Kabupaten Manggarai Barat (SK Biru) nomor SK.153/MENLHK/SETJEN/PLA.2/3/2020 tanggal 11/03/2020 seluas 281,143 hektare.

Terakhir, berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.889/Menlhk/Setjen/Pla.2/12/2020 tanggal 16 Desember 2020 telah terbit Persetujuan Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan untuk Kawasan Pariwisata atas nama Badan Otoritas Labuan Bajo Flores berupa kawasan hutan produksi tetap seluas lebih kurang 135,22 hektare di Kabupaten Manggarai Barat dengan Lahan Pengganti berupa Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ± 526,49 hektare di Kabupaten Ngada yang saat ini sedang proses pelaksanaan penataan batas di lapangan. (*)

Suasana penghadangan anggota KMRB saat pembukaan akses jalan menuju lahan otorita Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Senin 25 April 2022.
Suasana penghadangan anggota KMRB saat pembukaan akses jalan menuju lahan otorita Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Senin 25 April 2022. (POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA.)
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved