HUT Kartini 2022

Patriarki di TTS dan Masih Maraknya Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Untuk hidup dan dirinya sendiri bukan dirinya sendiri yang memutuskan tapi harus diputuskan oleh orang lain

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Rambu Atanau Mella selaku Direktur Yayasan Sanggar Suara Perempuan (YSSP) 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM,KUPANG - Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan masih marak terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Di lain sisi, budaya patriarki masih kuat terjadi di masyarakat pedesaan sebagai sistem sosial. Peran perempuan tergerus karena ini, tak banyak membawa perubahan untuk dirinya sendiri.

Rambu Atanau Mella selaku Direktur Yayasan Sangar Suara Perempuan (YSSP) menberikan pandangannya mengenai itu saat dijumpai pada Kamis 21 April 2022.

TTS masih marak dengan kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan juga kekerasan seksual seperti perkosaan, percobaan perkosaan atau persetubuhan, pelecehan dan beberapa jenis lainnya.

Baca juga: Begini Hasil Rapat Asset and Liability Committee Kemenkeu Regional NTT Terkait APBN

KDRT kasusnya memang tertinggi selama ini berdasarkan hasil pendampingan yang dilakukan YSSP. Namun dalam tiga tahun terakhir jumlah kekerasan seksual malah menempati peringkat tertinggi, bukan lagi KDRT.

"Setiap tahunnya pasti naik walaupun hanya sedikit," kata dia.

Kekerasan seksual yang tinggi sebenarnya memang wujud dari tingkat kesadaran masyarakat saat ini yang tinggi untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual.

Kekerasan seksual terhadap perempuan sudah ada sejak dahulu, tak ada yang menampil itu, namun pada masa itu cenderung didiamkan korban karena dianggap aib, juga karena stigma masyarakat yang menyalahkan korban atau perempuan dan kurangnya wadah pada saat itu untuk melaporkan hal ini.

Baca juga: Camat Mbeliling Harap Pengelola Destinasi Wisata Air Terjun Cunca Wulang Dapat Pelatihan

"Orang-orang sekitar korban saat ini yang tahu adanya kekerasan seksual sudah mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi untuk melaporkannya," kata dia.

Data dan laporan yang ada terus didampingi dan ditindaklanjuti pihaknya, terlebih lembaga lainnya turut berperan dalam pelayanan yaitu melalui P2TP2A di bawah DP3A Kabupaten TTS.

Persoalan kesehatan juga perlu diperhatikan karena angka kematian ibu masih tergolong tinggi yang juga tidak lepas kaitannya dengan kekerasan terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan sendiri dapat dilihat dari tingkat keputusan atau hak untuk memilih bagi kehidupannya sendiri dilakukan oleh orang lain. Budaya patriarki sangat mempengaruhi sistem sosial masyarakat di TTS yang menyampingkan keterlibatan perempuan.

"Untuk hidup dan dirinya sendiri bukan dirinya sendiri yang memutuskan tapi harus diputuskan oleh orang lain," kata dia.

Baca juga: Peringati Hari Kartini, Seluruh Staf dan Pegawai Kantor PT Pelni Cabang Ende Kenakan Pakaian Adat

Penyadaran kepada masyarakat diupayakan pihaknya melalui media elektronik, cetak, iklan dan layanan masyarakat, sampai dengan sosialisasi terus ditekankan hal ini.

Hal ini dilakukannya agar perempuan TTS sendiri tahu akan hak-hak yang perlu diperjuangkan dan diperolehnya. Begitu juga agar laki-laki tidak superioritas pada segala hal karena laki-laki dan perempuan ada untuk saling melengkapi bukan menguasai.

Peran perempuan sebenarnya yang terpenting dalam keluarga terutama pada permasalahan ekonomi yang memicu berbagai masalah. Perempuan sebagai pengatur rumah tangga sebenarnya terbebani. (*)

Berita NTT Hari Ini

 

Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved