Berita NTT Hari Ini
TPKS Jadi UU, Inche Sayuna Sebut Itu Jadi Payung Hukum Komperhensif
diperlukan landasan hukum yang komperhensif dalam penanganan kasus kekerasan seksual terutama yang berpihak pada korban.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Wakil Ketua DPRD NTT, Inche Sayuna, menyebut Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang telah sah menjadi Undang-undang (UU) akan menjadi payung hukum yang komprehensif untuk melindungi perempuan dan anak terhadap kasus kekerasan seksual.
"Sekaligus akan meberi efek jerah bagi para pelaku kejahatan seksual," tambah Inche, Selasa 12 April 2022.
Pemerhati Perempuan NTT itu, menjelaskan, pengesahan UU itu setelah melewati sebuah proses yang panjang. Sebagai seorang yang konsern terhadap isu perempuan dan anak, Inche mengaku menyambut gembira kehadiran undang undang TPKS ini.
Baca juga: Jefri Riwu Kore Serahkan Lima Rumah
Ia menyebut, tidak semua hal terkait kekerasan seksual diatur dalam undang-undang. Masih terdapat kekosongan perlindungan hukum terhadap kekerasan seksual.
Untuk itu, diperlukan landasan hukum yang komperhensif dalam penanganan kasus kekerasan seksual terutama yang berpihak pada korban.
"Pada titik inilah negara perlu hadir untuk menjawab persoalan ini," imbuhnya.
UU PKS penting ada sebagai instrumen membangun peradaban bangsa yang berkemajuan dan berkeadilan bagi seluruh warga negara agar bebas dari segala bentuk ketidakadilan termasuk kekerasan dan diskriminasi.
Baca juga: Puput Nastiti Devi Kembali Langsing Usai Melahirkan, Istri Ahok Sukses Turunkan Berat Badan 16 Kg
Secara Defacto, terjadi tren peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun. Data Komnas Perempuan menunjukkan, dalam 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792%, atau 8 kali lipat. Pada tahun 2019 tercatat 431.471 kasus.
Sejak masa pandemi ini, angka kekerasan terhadap perempuan kenaikannya mencapai 75%, sebanyak 14.719 kasus, yaitu 75,4% di ranah personal (11.105 kasus), 24,4% di ranah komunitas (3.602 kasus), dan 0,08% dalam ranah negara (12 kasus). Dari 3.062 kasus terjadi di ranah publik sebanyak 58%.
Dalam konteks NTT menurut data yang dipublis oleh dinas pemberdayaan perempuan dan anak NTT, juga menunjukkan tren yang sama. Kasus kekerasan seksual paling banyak dialami oleh perempuan dan anak.
Baca juga: Belum Nilkah, Luna Maya Sudah Pikir Bahagiakan Suami Sampai Lakukan Hal ini Demi Punya Anak
Ketua Lembaga Pemberdayaan Anak (LPA), juga aktivis perempuan NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum, menyebut pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang telah sah menjadi Undang-undang (UU), merupakan sebuah langkah maju dalam merespons tindak pidana kekerasan seksual yang sangat marak saat ini.
"Pengesahan UU juga merupakan sebuah bentuk konkrit kehadiran Negara dalam upaya perlindungan korban kekerasan seksual," kata dia, Selasa 12 April 2022.
Pemerhati Perempuan dan Anak NTT itu menegaskan UU ini sangat penting, sebab mengatur secara jelas terkait Pencegahan, Penanganan, perlindungan, pemulihan Korban dan penindakan pelaku. Dinyatakan dalam UU ini bahwa Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan kewajiban negara.
Baca juga: Militer Indonesia Gemparkan Dunia,TNI Jadi Kekuatan Baru Dunia Buat China Pun Ketar Ketir,Buktinya?
UU ini penting karena mengatur mekanisme penanganan dan pemuliha korban, serta sistem pembuktian yang tidak memberatkan korban. Alat-alat bukti pun diperluas, yakni secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan hasil pemeriksaan rekening bank.