Berita Kota Kupang Hari Ini

Kisah Pemulung Margaretha : Pungut Barang Bekas Lebih Mulia dari Mencuri Barang Milik Orang

Kemana-mana saya pasti bawa dia, dia tulus bantu mama cari uang untuk dia punya ade sekolah

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG/BERTO KALU
Margaretha Daisuban, bersama putranya Yoseph saat ditemui di Taman Ina Boi Kota Kupang, Sabtu 12 Maret 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Berto Kalu

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Margaretha Daisuban, itulah nama lengkapnya, seorang wanita paruh baya asal Desa Oemofa, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT yang sudah 8 tahun menjadi pemungut sampah dan barang bekas di Kota Kupang.

Ditemui siang itu saat sedang berjalan kaki menyusuri pekarangan taman Ina Boi Kota Kupang untuk mencari barang bekas yang bagi sebagian orang sudah tak bernilai, namun baginya itu adalah sumber penghasilan utama.

Topi hitam melekat di kepalanya untuk melindungi wajah dari sengatan sinar matahari siang itu, bersama putra sulungnya yang bernama Yoseph, berdua berjalan dengan penuh semangat walau keringat membasahi wajah.

"Saya sudah sekitar 7-8 tahun jadi pemulung, saya cari gerdus, kaleng bekas, besi tua, dan botol bekas untuk ditimbang, biar dapat sedikit yang penting saya dan anak-anak bisa makan, " ceritanya saat ditemui POS-KUPANG.COM, Sabtu 12 Maret 2022.

Baca juga: Kota Kupang Masih Tertinggi Kasus Covid-19 di NTT, Warga Diimbau Taati Prokes

Margaretha mengisahkan, menjadi pemulung merupakan cara dia dan suami untuk bertahan hidup meski pendapatan dari hasil memulung sampah dan barang bekas yang teronggok di pinggiran kota tak menentu.

Namun menurutnya, selama tidak mencuri barang milik orang lain, akan tetap ia jalani demi menghidupi dan menyekolahkan ke 6 buah hatinya yang masih duduk di bangku sekolah.

"Dari pada kami pi pencuri terus orang pukul, lebih baik kami pilih sampah yang bisa kami timbang untuk hasilkan uang untuk makan dan biaya anak-anak sekolah, yang penting sebelum ambil kami tanya dulu ke yang punya kalau mereka kasih ijin baru kami angkat" ungkap perempuan 46 tahun itu

Dalam sehari, ia bersama suami dibantu putranya Yoseph memulung sebanyak dua kali. Suaminya berangkat mulai pukul 05.30 hingga pukul 11.00 Wita.

Baca juga: Monumen Pancasila Kota Kupang Diduga Tempat Astri Lael Dieksekusi

Bergantian pada sore hari pukul 15.30 sampai 22.00 Wita margaretha dibantu Yoseph membelah permukiman dan jalan raya Ibu Kota Provinsi NTT, rasa capek wajar menurutnya sebagai manusia biasa, namun hal itu harus dilakukan demi keberlangsungan hidup keluarganya.

Margaretha mengungkapkan, saat ini Yoseph (anaknya) telah putus sekolah akibat sakit yang diderita beberapa waktu lalu, walau tak seberuntung anak seusianya di mata margaretha Yoseph adalah anak yang berbakti kepada orang tua.

"Kemana-mana saya pasti bawa dia, dia tulus bantu mama cari uang untuk dia punya ade sekolah, " ucap Margaretha sambil menatap wajah putra sulungnya itu.

Dikatakan, dari hasil memulung setiap hari itu akan dikumpulkan selama satu bulan, barulah kemudian dijual kepada pengepul dengan harga yang sudah ditetapkan.

Baca juga: Disnakertrans Kota Kupang Tiadakan Program Pelatihan Bagi Masyarakat

"Biasanya mereka (pengepul) hitung 1 kilo gram dengan Rp 8000, jadi tergantung yang kami dapat itu berapa kilo, biasanya rata-rata sebulan kami hanya dapat Rp 500 sampai Rp 600 ribu saja, " kata ibu 6 orang anak ini.

Saat ini Margaretha bersama keluarga tinggal di Kampung Pemulung 'AQU ADA' di Kelurahan Pasir Panjang, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved