Berita Pemprov Hari Ini
Begini Pendapat Pengamat Hukum Pidana Undana Kupang Terkait Kecelakaan Kapal di Perairan Flotim
Kalau berkaitan dengan daya paksa, dalam pidana tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Itu bagian dari peniadaan pidana
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kapal bantuan dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kecelakaan laut di perairan Flores Timur. Rencananya, 20 kapal laut itu diserahkan ke Pemda setempat. Nahas, 3 dari kapal tersebut tenggelam.
Pengamat Hukum Pidana Undana Kupang, Deddy Ch. Manafe,S.H,M.Hum, menjelaskan kejadian itu masuk dalam hukum internasional perdata dan pidana.
Kika dari segi hukum perdata maka kejadian merupakan keadaan yang tidak diprediksi sebelumnya.
Baca juga: 30 Unit Konsentrator Oksigen Didonasikan GoTo ke Pemprov NTT
"Kejadian luar biasa yang tidak diprediksi sebelumnya. Sehingga proses normal yang sedang berjalan menjadi terganggu karena ada kejadian luar biasa," katanya, Senin 28 Februari 2022 ketika dihubungi.
Dalam proses demikian tergantung pada perjanjian kerja antara pembuat dan pihak pengada. Kalaupun dalam perjanjian itu kemudian ada poin yang menyebut bisa mengakomodir kejadian luar biasa ini, maka tetap merujuk pada perjanjian kerja.
Selain itu, dimisalkan dalam perjanjian kerja itu bila ada kejadian luar biasa, kemudian diakomodir melalui asuransi. Maka pihak asuransi akan bertanggung jawab.
Baca juga: 1.638 Orang Lulus PPPK Tahun 2021, Pemprov NTT Usul Penambahan Anggaran
Namun, dalam hukum pidana, tindakan yang dilakukan kapal itu merupakan upaya paksa. Kejadian mengakibatkan tenggelamnya kapal itu ada daya paksa, bisa dari alam dan orang.
"Kalau berkaitan dengan daya paksa, dalam pidana tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Itu bagian dari peniadaan pidana," ujarnya.
Karena barang ini berkaitan dengan pengadaan maka bisa masuk dalam daya paksa perdata dan pidana. Deddy menilai, daya paksa dari perdata itu terabaikan karena sudah ada peringatan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai cuaca.
Baca juga: Pemprov NTT Tidak Mau Berpolemik Pelantikan Wabup Ende
Dengan merujuk pada peringatan BMKG, pastinya otoritas pelabuhan tidak akan mengeluarkan izin berlayar. Deddy menduga, pelayaran itu ilegal atau tanpa izin. Jika terbukti ilegal, maka masuk dalam Pidana.
Dugaan lain disebutkan bahwa kapal itu tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga dipaksakan untuk berlayar dengan harapan terjadi kejadian seperti itu dan menghilangkan barang bukti. Kalaupun ada asuransi, Deddy Manafe pun menduga adanya kesengajaan untuk bisa mendapat klaim asuransi.
"Asuransi kapal dan asuransi jiwa. Kan ada dua asuransi itu. Jangan-jangan ini bagian dari modus baru dalam rangka mendapat asuransi," ucap dia.
Baca juga: Ini Rincian Anggaran Belanja Negara untuk Pemprov NTT Tahun 2022
Untuk itu, dia meminta aparat berwenang bisa melakukan penyidikan lebih detail atas kasus ini. Pintu masuk penyidik adalah BMKG untuk meneliti peringatan itu, berkaitan dengan pemberhentian pelayaran atau gelombang tinggi.
Pendalaman juga dilakukan pada posisi kapal. Deddy menyebut kalau kapal ini sudah diserahkan oleh pembuat ke Pemprov NTT, maka tanggungjawab ada ditangan Pemprov. Namun, bila serah terima dilakukan di Flores Timur, maka tanggungjawab ada di pembuat. (*)