Ratusan Remaja di NTT Terlibat Dalam Kampanye Penanggulangan Penyebaran Covid-19
Ratusan Remaja pada 78 Sekolah di NTT Terlibat Dalam Kampanye Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POSKUPANG.COM, KUPANG - Ratusan Remaja pada 78 Sekolah di NTT Terlibat Dalam Kampanye Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Upaya-upaya penanggulangan penyebaran Covid-19 yang dilakukan remaja di dimaksud berupa berbagai kampanye yang dikemas menarik dalam lomba tiktok, bikin lagu, sosialiasi vaksinasi di sekolah.
"Karena fokusnya di sekolah yang memiliki pelajar sekitar 400- 500 orang, para remaja melibatkan anak lain untuk menerapkan protokol kesehatan alias prokes seperti menggunakan masker, cuci tangan, mendorong vaksinasi bagi anak, membuat poster, lomba poster dalam bentuk digital dan berbagai lomba lainnya yang berkaitan dengan upaya menanggulangi penyebaran Covid-19," jelas Irene Arifajar, Spesialis Perlindungan Anak dari Wahana Visi Indonesia (WVI), Minggu (21/11/2021) sore.
Iren mengatakan, jauh sebelum bekerjasama dengan Unicef terkait program Lingkar Remaja, sebenarnya WVI sudah melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan anak-anak dan remaja. Bahkan khusus pada masa pandemic Covid-19, WVI melibatkan anak-anak dalam penanganan isu-isu Covid-19.
“Kami mengajak anak-anak untuk melakukan riset, bagaimana mereka kenali berbagai isu yang terkait dengan Covid-19, bagaimana anak-anak memberikan rekomendasikan kepada pemerintah daerah dan pemerintah desa, dan menyampaikan hasil riset dan rekomendasinya kepada public,” kata Iren.
Baca juga: Lingkar Remaja Unicef Hasilkan Remaja yang Tanggap Dalam Upaya Mencegah Penyebaran Covid-19
WVI juga telah melakukan riset mengenai kesiapan anak sekolah tatap muka. Dari hasil riset dimaksud, ditemukan ada 83 persen remaja yang sudah tatap muka setelah PPKM.
Tapi karena sebelumnya ada tantangan dalam proses pembelajaran maka sebelum ada riset tersebut, WVI melakukan beberapa program. Seperti pendampingan ke sekolah, apa yang harus disiapkan sekolah sebelum tatap muka, seperti memastikan tersedianya tempat cuci tangan, jaga jarak saat kegiatan, dan memastikan gugus tugas covid 19 ada di sekolah tersebut.
Dalam pendampingan anak, WVI membuat anak bisa terlibat dengan meningkatkan kapasitas mereka bagaimana membuat anak mau bersuara untuk bisa menyampaikan temuan mereka. setelah mereka menemukan isu mereka akan mencari solusinya dan menyampaikan hal itu melalui kampanye.
“Kampanye untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 ya tadi itu dilakukan melalui tiktok, lomba poster, (monitoring 3 M). Semuanya dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Dan orang dewasa bertindak sebagai fasilitatar pendamping dan tentunya WVI akan bekerjasama dengan sekolah, orangtua dan pemerintah,” kata Iren.
Dan untuk kerjasama WVI dan Unicef, demikian Iren, mereka melibatkan anak-anak dalam penanggulanan Covid-19 bersama di 6 kabupaten di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, TTS. Masing-masing kabupaten ada 12 sekolah yang diitenvensi
“Untuk Kota Kupang pelibatan anak-anak di lima titik diantarnya kuanino, liliba, gereja dan di beberapa wilayah lainnya,” kata Iren.
Dan di 4 kabupaten yakni SBD, Sumba Timur dan Sumba Barat serta Kabupaten Kupang, prototype kecil dari Lingkar Remaja melibatkan anak-anak remaja pada 12 sekolah. “Ada ratusan anak-anak di 78 sekolah yang terlibat dalam pencegahan Covid-19,” kata Iren.
Terkait program Lingkar Remaja, pendampingan fasilitator dilakukan sebanyak 10 kali pertemuan. Dengan pedampingan itu mereka bisa mengenali diri sendiri, mengenal isu di sekitar terkait Covid-19, bagaimana berkomunikasi, bagaimana bisa berjejaring. “Ada begitu banyak tools yang diajari dalam pertemuan itu,” kata Iren.
Iren merasakan dampak luar biasa dengan adanya kerjasama WVI dan Unicef itu. Jangka waktu kerjasama program ini hanya 6 bulan. Namun beberapa testimoni dari anak-anak yakni Ria, Adiyen dan Pendeta Seprianus, pihaknya merasa tertarik untuk mengembangkan Lingkar Remaja di wilayah lain.
“Karena kegiatannya sederhana, mudah diadaptasi, mudah diadopsi, tanpa memakan biaya banyak. Saya juga sangat tertarik. Hanya dengan waktu 6 bulan tetapi dampaknya lebih besar. Program ini cukup baik jika kita kembangkan di wilayah lain dan bisa diajarkansaat melakukan pendampingan bersama anak dan koloborasi dengan pemerintah,” kata Iren.