Berita Pemprov NTT
Dosen Undana Ciptakan Alat Sederhana Untuk Memisahkan Zat dari Tumbuhan Obat
istilahnya peak puncaknya untuk kita bisa hitung luas areanya. Bisa dipakai ke hp secara langsung atau ke laptop
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Tiga dosen program studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknik (FST) Universitas Nusa Cendana (Undana) menciptakan alat sederhana untuk memisahkan zat kimia dari tumbuhan obat.
Peralatan yang diberi nama Phyto-TLC tersebut diciptakan oleh Dr. Dodi Darmakusuma, Dr.rer.nat Antonius R. B. Ola, S.Si., M.Si., dan Drs. Theo da Cunha, M.Si.
Dr.rer.nat Antonius R.B Ola menjelaskan, Phyto-TLC secara kimia merupakan metode untuk memisahkan zat - zat kimia dalam ekstrak suatu tumbuhan.
Jika sebelumnya untuk mendeteksi senyawa kimia dalam ekstrak tumbuhan memerlukan peralatan yang mahal seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), kini cukup dengan alat sederhana Phyto-TLC.
"Tanpa harus membeli alat yang mahal seperti HPLC yang hari ini seharga ratusan juta, kita bisa menggunakan Phyto-TLC untuk mendeteksi adanya senyawa kimia dalam beberapa ekstrak tumbuhan," kata Toni, Sabtu, 20 November 2021.
Baca juga: Senin Mendatang Pemprov NTT Umumkan Besaran Upah Minimum Provinsi
"Jadi Phyto-TLC ini sebenarnya merupakan kromatografi lapis tipis yang sederhana yang dipadukan untuk kemudian bisa dihitung (jumlah senyawa kimia) secara kuantitatif," lanjutnya.
Metode kromatografi lapis tipis sendiri, jelas Toni, biasanya digunakan secara kualitatif untuk mendeteksi adanya senyawa kimia tertentu dalam ekstrak atau dalam zat yang ingin diketahui namun dengan metode Phyto-TLC dengan menggunakan beberapa pendekatan cahaya yang kemudian bisa mengubah dari data kualitatif ke data kuantitatif sehingga bisa didapatkan data kuantitatif.
Selama ini, lanjut dia, biasanya untuk menghitung atau menggunakan data kuantitatif soal jumlah kandungan suatu zat di dalam suatu ekstrak atau satu senyawa kimia dalam fraksi membutuhkan alat yang lumayan mahal dan canggih seperti spektrofotometer Ultra Violet (UV), Ultra Violet - Visible (UV-VIS) dan HPLC.
Baca juga: Realisasi PKB Masih Rendah, Pemprov NTT Kebut Sisa Waktu
"Dengan dana yang terbatas, dengan budget yang sangat minim Pak Dodi akhirnya bisa menemukan Phyto-TLC jadi memang ini merupakan satu metode yang sangat brilian karena dia bisa meng-cut teknologi, tidak harus menggunakan teknologi yang mahal untuk menghitung secara kuantitatif jumlah komponen suatu zat dalam ekstrak tetapi dengan hanya menggunakan Phyto-TLC," jelasnya.
Salah satu keunggulan alat sederhana ini adalah bisa menganalisis zat melalui foto yang diambil dengan menggunakan ponsel yang telah dilengkapi aplikasi untuk mendeteksi senyawa kimia.
"Setelah ada spot (noda yang menunjukkan adanya senyawa kimia dalam ekstrak), zat yang kita prediksi kemudian kita bisa foto dan mengubah atau mentransfer foto itu secara virtual kedalam hp. Kemudian dipakai aplikasi tertentu sehingga menunjukkan angka atau istilahnya peak puncaknya untuk kita bisa hitung luas areanya. Bisa dipakai ke hp secara langsung atau ke laptop juga bisa," jelas Toni.
Menurut dia, pengembangan yang dilakukan hingga bisa menggunakan ponsel merupakan temuan yang brilian.
Baca juga: Realisasi PKB Masih Rendah, Pemprov NTT Kebut Sisa Waktu
"Itu sebuah pendekatan teknologi yang sangat bagus untuk NTT tidak hanya di perguruan tinggi tetapi saya rasa di sekolah - sekolah SMA sampai ke praktikum di semua universitas, saya rasa ini sangat bagus," ujarnya.
Dia mengatakan, alat UV menggunakan panjang gelombang 235 dan 254 nanometer jadi hanya bisa melihat senyawa yang berada pada panjang gelombang tersebut.