Berita Ende

Direktur Utama BPOLBF Tertarik Berkunjung ke Desa Wolotopo Timur Ende

Warga di pesisir selatan ini, yang hidup sederhana dalam tradisi leluhur tidak menyangka mereka tembus 300 besar.

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA
Dirut BOPLBF, Shana Fatina 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti

POS-KUPANG.COM, ENDE -- Shana Fatina, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo (BPOLBF) mengaku tertarik untuk kembali berkunjung ke desa wisata, Desa Wolotopo Timur, Kabupaten Ende.

Hal itu diutarakan Shana usai berbincang dengan POS-KUPANG.COM di Kantor Desa Detusoko Barat, Kabupaten Ende, di sela kegiatan Forum Pengembangan Desa Wisata Ende, Sabtu 13 November 2021.

Shana mengapresiasi Desa Wolotopo Timur yang mampu menembus 300 besar event Anugerah Desa Wisata Indonesia atau Adwi 2021. Kendati kemudian tidak berhasil masuk finalis 50 besar Adwi.

"Nanti kita ajak tamu ke sana. Tapi minimal kami ke sana lagi yah untuk benar - benar mengenal segala potensi yang ada di sana," ujar Shana, menegaskan bahwa BPOLBF siap membantu pengembangan desa wisata Wolotopo Timur.

Dia juga mendorong agar Desa Wolotopo Timur, mendata segala potensi yang ada dan diberikan kepada BPLOF. 

Shana berjanji, BPLOF akan membantu memasarkan berbagai produk Desa Wolotopo Timur, juga desa wisata lainnya yang ada di Ende.

Baca juga: Penderita Diabetes Sering Merasa Lapar, Begini Cara Mengatasi Polifagia

Desa Wolotopo Timur di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak begitu jauh dari Kota Ende, Ibu Kota Kabupaten Ende.

Desa ini sangat potensial. Kenapa? Ada Kampung Megalitik, dikenal kampung Adat Wolotopo. Belum lagi kekayaan seni budaya dan pangan lokal.

Namun, Wolotopo, memang masih kurang perhatian. Akses jalan Kabupaten saja, warga harus swadaya, memperbaiki.

Dalam keterbatasan akses, akomodasi, warga dan pemerintah desa setempat tetap berjuang.

Tidak sia - sia memang, mereka suskes mencatatkan nama Wolotopo Timur dalam event Anugerah Desa Wisata Indonesia atau Adwi 2021.

Dari ribuan desa di Indonesia, Wolotopo Timur masuk dalam daftar 300 besar event tersebut. Pencapaian ini disambut gembira seluruh warga, mosalaki (tetua adat) dan pemerintah desa setempat.

Baca juga: Penderita Diabetes Sering Merasa Lapar, Begini Cara Mengatasi Polifagia

Warga di pesisir selatan ini, yang hidup sederhana dalam tradisi leluhur tidak menyangka mereka tembus 300 besar.

Kendati kemudian, Desa Wolotopo Timur  gagal masuk dalam 100 besar, meraka tetap bangga.

Event yang digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini menjadi motivasi bagi warga dan Pemerintah desa.

Dengan melejitnya Wolotopo Timur ke event nasional , mestinya menggugah Pemerintah Kabupaten Ende untuk lebih serius memerhatikan peningkatan infrastruktur dan pendampingan pengembangan pariwisata di Desa Wolotopo Timur.

Pemerintah desa sendiri akan terus berbenah, berinovasi, bukan pertama - tama suskes dalam event tetapi lebih dari itu, yakni menjaga nilai dan tradisi, alam dan kampung megalitk, serta memberdayakan masyarakat untuk peningkatan ekonomi.

Baca juga: Banyak Produk Ende Masih Susah Tembus Wisata Premium Labuan Bajo

Pertengahan Agustus 2021 lalu, saya mendatangi Desa Wolotopo Timur, yang berjarak kurang lebih 12 Kilometer dari Kota Ende.

Dari Kota Ende ke Wolotopo, menyusuri jalan aspal. Yang baru pertama kali ke Wolotopo memang perlu berhati - hati karena jalan sempit dan ada beberapa titik rusak.

Namun, sedikit terobati dengan pemandangan pesisir pantai selatan di sisi kanan dan tebing curam di kiri.

Jalanan yang sunyi, pepohonan yang rimbun, suara burung berkicau, gulungan dan gemuruh deburan ombak serta udara yang sejuk, tentu memberi kesan berbeda dari Kota Ende yang riuh dengan suara kendaraan.

Tiba di Wolotopo Timur, saya kagum kagum dengan permukiman warga desa Wolotopo Timur yang bersih dan asri. Di setiap rumah warga ada tong sampah yang dari bambu.

Pekarangan rumah mereka ada sayuran yang ditanam di polibeg. Tampak juga wadah kolam ikan lele dari terpal.

Sayuran dan kolam ikan lele ini merupakan program Tim Penggerak PKK dan Pemerintah Desa untuk memberdayakan masyarakat.

Suasana Desa Wolotopo Timur tenang. Warga yang dijumpai, biasanya lebih dulu menyapa atau paling tidak tersenyum ramah.

Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Siap Dilantik Jadi Panglima TNI, Ini Kata Presiden Jokowi

Dari jalan masuk menuju Kampung Adat Wolotopo, pengunjung sudah bisa melihat sisi belakang rumah adat Wolotopo, terlihat seperti 'menggantung' di bibir tebing.

Untuk sampai kampung yang berdiri di atas susunan batu ini, pengunjung mesti jalan kaki menyusuri jalan setapak dan menaiki tangga - tangga yang sudah disemenisasi, sembari menikmati pemandangan pantai dan bukit - bukit.

Rumah Adat Wolotopo, masih asli dari bahan dasar kayu dan atapnya alang - alang. Di kolong rumah adat kaum ibu biasanya duduk menenun, juga digunakan untuk menyimpan kayu bakar.

Pengunjung bisa menyapa ibu - ibu yang sedang menenun ini dengan Mama atau Ine dalam bahasa setempat. Panggilan ini lazim untuk menghormati dan bisa membuat suasana lebih cair dan akrab.

Warga Desa Wolotopo Timur sebagian besar bermatapencaharian petani, pedagang dan serabutan.

Kendati hidup dekat pantai, hampir tidak ada warga kampung Wolotopo yang menjadi nelayan. Hal ini dikarenakan derasnya arus pantai selatan.

Desa Wolotopo Timur punya tradisi tenun ikat. Namun, saat ini yang piawai menenun, hanya ibu - ibu tua. Tradisi tenun ikat Kampung Adat Wolotopo,m dikwatirkan punah.

Baca juga: Bupati Ende Djafar Achmad Tidak Bisa Beri Komentar Soal Sosok Domi Mere

Paulina salah satu ibu, sudah puluhan tahun menekuni Tenun Ikat. Jerih payahnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak - anak.

Lebih dalam dari itu, bagi Paulina dan ibu - ibu di kampung Adat Wolotopo, piawai menenun menunjukan kematangan seorang wanita.

"Jaman dulu kalau ana nona belum tau tenun, dia belum bisa untuk menikah. Kami bangga kalau sudah bisa tenun," ujar   Ine usia kepala enam ini.

Lantas mengapa piawai menenun ikat menjadi ukuran kematangan seorang wanita? Ine - ine Wolotopo, punya pandangan, seorang wanita apalagi seorang ibu, mesti lembut, anggun, rajin, ulet, teliti dan sabar.

"Orangtua kami dulu, kami masih nona - nona, ajar kami tenun, memang kalau masih pertama itu susah, tapi latih terus. Mama tenun kami lihat, ikut, sampai kami bisa. Kami bangga sekali kalau sudah bisa tenun karena sudah bisa menikah" ujarnya sembari tersenyum disambut tawa  ibu - ibu lain yang sedang asyik menenun di kolong rumah adat.

Hal senada disampaikan Ine Maria Bepha. Menurutnya, saat masih remaja mereka sudah dilatih menenun. "Yah saat kami umur 14 atau 15 mama mulai katih kami tenun, pulang sekolah selain bantu masak, kami latih tenun," ungkapnya.

Baca juga: Ini Orang Pertama Dihubungi Erik Rede Usai Menang Pemilihan Wakil Bupati Ende

Ine Maria sedih, saat ini anak - anak remaja di Wolotopo jarang mau sungguh - sungguh belajar menenun. Ia kwatir lima atau sepuluh tahun lagi tidak lagi orang Wolotopo yang bisa menenun.

"Yah mungkin karena sekolah. Tapi ada juga anak - anak kami yang pergi merantau ke Malaysia, untuk cari uang," ungkapnya.

Menenun Zaman Dulu Lebih Susah

Kepala Suku Kampung Adat Wolotopo, Bernadus Dei mengatakan, menenun zaman dulu lebih sulit. Pasalnya, bahan - bahan untuk tenun diproduksi sendiri, mulai dari menanam napas, panen hingga pintal jadi benang.

"Kalau sekarang benang sudah bisa pakai beli di toko. Yah betul zaman dulu kalau mau menikah ana gadis harus sudah bisa Tenun," ujarnya.

Dia juga mengakui saat ini sudah jarang ada anak perempuan muda yang suka piawai menenun. Menurutnya, mereka di tengah keterbatasan tetap berusaha mempertahankan tradisi - tradisi kampung Adat Wolotopo.

Dia menyebut, di mereka memiliki sanggar seni Masa Mera dan grup suling. Dia berharap ada dukungan dari pemerintah agar sanggar seni ini bisa terus berkembang.

Baca juga: Satu Anggota DPRD Ende Ikut Pemilihan Wakil Bupati dalam Kondisi Sakit ?

Kades Wolotopo Timur, Siprianus Madana Jirabara mengharapkan pemerintah Kabupaten Ende memerhatikan infrastruktur jalan ke Wolotopo.

"Bicara pariwisata orang mau nyaman yah salah satunya aspek jalan harus diperhatikan. Nah untuk malam hari memang saya soal penerangan sangat diperlukan," ungkapnya. (*)

Berita Ende Terkini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved