Pergulatan Memeluk Islam di Kupang yang Mayoritas Warganya Protestan, Kami Bukan Teroris

Kami Bukan Teroris, Pergulatan Memeluk Islam di Kupang yang Mayoritas Warganya Protestan.

sejuk
Kunjungan ke Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kupang bersama peserta Workshop Mahasiswa Anak Muda Suarakan Keberagaman di Kupang, 20 Juni 2021. 

Selepas kontroversi Ahok lewat bertahun-tahun dan tidak lagi banyak dibicarakan, sambung Neneng, sekarang pelan-pelan situasinya membaik. Dia menyampaikan kalau dirinya maupun kawan-kawan perempuan sesama muslim tidak lagi mendapati ejekan dari orang-orang yang tidak dikenalnya.

Kunjungan ke Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kupang bersama peserta Workshop Mahasiswa Anak Muda Suarakan Keberagaman di Kupang, 20 Juni 2021.
Kunjungan ke Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kupang bersama peserta Workshop Mahasiswa Anak Muda Suarakan Keberagaman di Kupang, 20 Juni 2021. (sejuk)

“Banyak masyarakat Kota Kupang yang menghargai kami. Teman-teman perkuliahan yang non-muslim sangat baik dan toleran,” kata Neneng.

Saat ini situasi keberagaman di Kupang baik-baik saja. Kendati masih trauma, Neneng meyakinkan dirinya bahwa ketika kita menghargai orang lain maka orang akan menghargai kita juga. Adalah wajar, paparnya, di dunia ini pasti saja ada orang yang suka dan tidak suka kepada kita. Prinsip yang dia pegang: kita lakukan apa saja yang kita sukai dan jangan pernah mengganggu kenyamanan orang lain, jika demikian semunaya akan bak-baik saja.   

Hentikan intoleransi terhadap Muslim Ahmadiyah Alor

Salah seorang mahasiswi Sekolah Tinggi Manajemen Informasi Komputer (STIKOM) Uyelindo Kupang, Aisyah, merasakan kehidupan harmonis selama tinggal di dua wilayah NTT, Alor dan Kupang.

Sebagaimana yang saya rasakan sebagai ‘muslimah’ yang hidup di Alor dengan sangat damai, relasi lintas agama yang saling menghargai dan bekerja sama dirasakan pula oleh Aisyah, jemaat Ahmadiyah yang tumbuh dan besar di Alor.

Sayangnya, sejak tahun ini (2021), tantangan keberagaman tengah dihadapi oleh jemaat Ahmadiyah di Alor. Kehidupan lintas iman yang harmonis di Alor sedang diuji oleh prasangka dan kebencian terhadap kelompok minoritas, komunitas Muslim Ahmadiyah yang berbeda dari mayoritas penduduk Alor yang beragama Kristen dan mempunyai tafsir kenabian yang tidak sama dengan Islam mainstream.

Awal Maret 2021, jemaat Ahmadiyah di Alor mendapat resistensi dari warga Islam mainstream dan yang beragama Kristen. Mubalignya diusir dan diancam dibunuh, begitupun istri dan keluarganya. Kasusnya bermula dari salah satu liputan TV swasta nasional tentang kerja bakti yang melibatkan jemaat Ahmadiyah di akhir tahun 2020 yang membuat penganut Islam mainstream di Desa Wolwal Tengah tersinggung. Namun terhadap berita yang sama yang diliput Seputar-ntt.com dan Tribatanewsalor.com, tak ada pihak yang merasa keberatan.

Kini kondisi Ahmadiyah Alor perlahan kembali kondusif. Aisyah yang saat ketegangan sudah berada di Kupang berharap sekali masyarakat Alor yang dia tahu begitu toleran dan dapat hidup berdampingan dengan yang berbeda agama atau keyakinan, kembali dapat menerima Ahmadiyah layaknya sesama saudara.

“Kalau di Kupang, kami sebagai jemaat Ahmadiyah nyaman sekali karena penduduk di kota ini sangat ramah dan saling menghormati perbedaan. Demikianpun di Alor ketika saya masih tinggal di sana, perbedaan agama atau keyakinan tidak menjadi persoalan. Hal inilah yang kami doakan agar situasi di Alor kembali damai,” harap Aisyah yang tahun ini menginjak semester tiga.

Selama tinggal di Kupang bersama orang tuanya, Aisyah melihat toleransi demikian hidup, baik di lingkungan tempat tinggalnya maupun di kampusnya. Perempuan yang aktif di lembaga sayap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Lajnah Imaillah Kupang ini menginginkan pihak-pihak terkait di Alor, baik tokoh-tokoh masyarakat Islam dan Kristen maupun pemerintah di tingkat lokal mengembalikan citra Alor yang damai dan toleran terhadap perbedaan, menghargai keyakinan masing-masing warganya, termasuk Ahmadiyah.

Toleransi yang saat ini Aisyah rasakan di Kupang ingin sekali dapat kembali tumbuh dengan subur di Alor.

“Warga NTT sejak dulu ramah terhadap kami. Ahmadiyah Alor sebelumnya juga hidup dengan damai, karena Islam yang kami yakini mengajarkan perdamaian. Orang-orang Kristen di Alor juga toleran terhadap kami. Situasi harmonis inilah yang saya harapkan kembali hadir di Alor,” pungkas Aisyah. (*)

Liputan/produksi ini menjadi bagian dari program pelatihan dan hibah Story Grant: Anak Muda Suarakan Keberagaman yang dilaksanakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK). Terlaksana atas dukungan rakyat Amerika Serikat melalui USAID. Isinya adalah tanggung jawab SEJUK dan tidak mencerminkan pandangan Internews, USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

(Penulis: Atia Kurniawati Jamal, Mahasiswa Universitas Cendana Kupang)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved