Berita Kota Kupang
Sekretaris KPA Provinsi NTT : Perlu Kesadaran dari Kelompok Berisiko Memeriksa di Layanan Kesehatan
relasi sosial yang paling dekat, teman sebaya, adalah teman bermain, teman duduk dan lainnya. Sementara dengan teman sekasur tertutup.
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Perlu Kesadaran dari Kelompok Berisiko Memeriksa di Layanan Kesehatan.
Dalam diskusi yang digelar Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi NTT, Jumat 22 Oktober 2021 menyebutkan, KPA NTT telah melakukan tes HIV/ AIDS terhadap sejumlah LSL di Kota Kupang pada pekan lalu.
Ada 26 orang diperiksa dan ditemukan 8 orang positif HIV/AIDS.
Baca juga: SD Inpres Liliba - Kota Kupang Perketat Protokol Kesehatan
Sekretaris KPA NTT, dr. Husein Pancratius mengatakan, perlu adanya perhatian semua pihak dalam pencegahan dan pengendalian HIV AIDS di NTT.
Menurut Husein, berdasarkan Permenkes Nomor 21/2013 tentang penanggulangan HIV AIDS, maka perlu ada kesadaran dari kelompok berisiko untuk memeriksa di layanan kesehatan.
Husein meminta peran keluarga, orang tua dalam membimbing dan mengawasi anak-anak agar tidak terjerumus dalam hal-hal negatif yang dapat menyebabkan penularan HIV AIDS.
Dijelaskan, selama masa Pandemi Covid-19, ada sistem pemantauan layanan HIV AIDS di puskesmas dan rumah sakit.
Program layanan HIV AIDS di puskesmas dan rumah sakit berupa layanan Voluntary Conseling Test (VCT) dan layanan Care Support and Treatment (CST).
Baca juga: AJ Warga Manulai II Kota Kupang Tewas di Rumahnya
Terkait kendala yang dihadapi dalam layanan VCT dam CST bahwa pengambilan obat ARV masih dilakukan oleh pendamping ODHA dari KDS atau LSM.
"Masalah provinsi kepulauan menyebabkan masalah transportasi menjadi kendala sehingga sering terjadi keterlambatan pengiriman obat dan reagen," kata Husein.
Dikatakan, untuk masalah obat di daerah dapat diatasi dengan sistem pinjam obat antar ODHA, bahkan pinjam antar daerah.
Masih Terjadi Stigma Terhadap ODHA
Sampai saat ini masih ada stigmatisasi terhadap ODHA atau pun penderita HIV AIDS. Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA menyebabkan minimnya masyarakat melakukan pemeriksaan.
"Stigma ini menyebabkan diskriminasi dalam diri dan juga di masyarakat," kata Sekretaris KPA NTT, dr. Husein Pancratius.
Baca juga: Update Data: Vaksinasi Dosis II di Wilayah Kota Kupang Sudah 72 Persen
Saat itu Husein kembali menjelaskan soal sejarah dan situasi epidemi HIV d Indonesia.
Menurut Husein, awal seseorang terinfeksi HIV, maka ada periode jendela. Periode itu artinya virus sudah masuk tapi belum ada tanda.
"Pemeriksaan Lab bisa temukan tiga bulan sampai enam bulan. Sementara gejala klinik itu baru nampak pada 5-9 tahun," katanya.
Dijelaskan, kondisi ini perlu dicarikan solusi agar hal ini tidak menjadi rahasia pribadi.
"Selama ini HIV menjadi rahasia pribadi, saat itulah maka sulit dihentikan atau dicegah. Kapan rahasia pribadi itu bisa dibuka. Ini yang kita lakukan agar ada satu hubungan emosional yang bisa dipercaya," katanya.
Dikatakan, kondisi yang terjadi ini juga menjadi hambatan tenaga kesehatan untuk memberikan pencerahan.
Baca juga: Mengemudi Mobil Saat Ngantuk, Isak Warga Kota Kupang Tabrak Separator Jalan
"Petugas kesehatan selama berorientasi di gedung, maka tidak bisa berelasi sosial. Dengan petugas kesehatan juga belum tentu ada keterbukaan. Ini juga harus jadi perhatian," katanya.
Dikatakan, yang memiliki relasi sosial yang paling dekat, teman sebaya, adalah teman bermain, teman duduk dan lainnya. Sementara dengan teman sekasur tertutup.
"HIV ini penyakit yang tertutup, kasus ini dibuka kecuali kepada teman akrab atau senasib," katanya.
Dikatakan, ada sistem dalam penanggulangan HIV AIDS , yakni metode Hit and run, namun itu tidak pas di NTT, tetapi Kemenkes menyatakan hit and run itu bagus.
"Sex sehat harus jadi pelayanan kita. Di Eropa bisa menurun kasus HIV AIDS, karena orang tua bekali anak dengan kondom dan di sana sudah ada budaya kondom," ujarnya.(*)