Berita Ende

Pembangunan Waduk Lambo di Flores NTT, Pemerintah Harus Dengar Jeritan Masyarakat Adat

Pembangunan Waduk Lambo di Flores NTT, Pemerintah Harus Dengar Jeritan Masyarakat Adat

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
DOKUMENTASI POS-KUPANG.COM
Spanduk bertuliskan penolakan terhadap lokasi pembangunan waduk Lambo. Gambar diambil, Jumat 24 September 2021. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti

POS-KUPANG.COM, ENDE - Polemik pembangunan Waduk Lambo, di Kabupaten Nagekeo, Flores NTT belum berakhir, namun mega proyek tersebut sudah mulai dikerjakan.

Philipus Kami, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Wilayah Nusa Bunga, menegaskan, sejatinya masyarakat adat tidak menolak program strategis nasional tersebut.

Inti persoalannya yakni, masyarakat adat Rendu, Ndora dan Lambo, tidak setuju lokasi pembangunan Waduk Lambo di Lowo Se.

Melihat bahwa program strategis nasional ini penting, masyarakat adat menyarakankan lokasi alternatif yakni di Malawaka dan Lowo Pebhu yang juga masih dalam wilayah adat.

Baca juga: Singgung Pembangunan Waduk Lambo, Uskup Sensi Ajak Pemda dan Masyarakat Satu Pemikiran

Philipus menyayangkan, sikap pemerintah dalam hal ini pihak Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, yang ia duga tidak aspiratif dan transparan.

Pasalnya, masyarakat adat, pemilik lahan, tidak dilibatkan sejak awal proses rencana pembangunan waduk Lambo.

Dia menguraikan, masyarakat adat tidak setuju lokasi pembangunan di Lowo Se karena terdapat pemukiman warga.

Lebih penting lagi, terdapat berbagai entitas budaya, padang perburuan adat, kuburan Leluhur, sarana publik (gereja, sekolah SMP dan SD) dan lahan - lahan pontesial masyarakat adat, dan juga padang ternak.

Baca juga: Dukung Percepatan Proyek Strategi Nasional, Polri : Beri Rasa Aman Pembangunan Waduk Lambo Mbay 

"Sangat tidak benar kalau pemerintah mengabaikan hak - hak konstitusi masyarakat adat yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 18 (B) ayat 2 dan pasal 28 UUD 1945," tegasnya dalam jumpa pers di Rumah Aman Wilayah Nusa Bunga di Ende, Jumat 1 Oktober 2021.

Atas dasar itu, Pemerintah dan BWS Nusra II juga telah melanggar hak - hak asasi manusia dari rativikasi ekososbud tentang hak - hak Masyarakat Adat internasional.

Philipus mengatakan masyarakat adat sudah berkali - kali menyampaikan aspirasi kepada pemerintah kabupaten, provinsi bahkan sampai juga ke pusat.

Pada Agustus 2017, lalu, lanjutnya, utusan masyarakat adat Rendu, Lambo dan Ndora telah bertemu Menteri PUPR.

Menteri PUPR dalam pertemuan dengan masyarakat adat, menegaskan, jangankan 100 orang, satu orang saja masih menolak maka waduk Lambo tidak jadi dibangun.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan aktivitas BWS Nusa Tenggara II tetap berjalan sampai saat ini.

Hal itu kemudian membuat masyarakat adat melakukan aksi penolakan termasuk menghadang BWS Nusra II dan tim survey beserta aparat Brimob yang hendak memasuki wilayah adatnya.

"Jadi menurut hemat saya, Kepala BWS Nusa Tenggara II diduga tidak aspiratif dan tidak menghormati hak - hak masyarakat adat dan juga tidak menghiraukan pernyataan Mentri PUPR tersebut," tegas Philipus.

Dia mengatakan, pemerintah yang menjadi salah satu unsur negara ini wajib menghormati hak - hak masyarakat adat sesuai dengan hak konstitusinya.

"Karena sesungguhnya masyarakat adat tidak menolak rencana pembangunan waduk namun hanya menolak lokasi pembangunan waduk dengan memberikan dua lokasi alternatif untuk pembangunan yakni Malawaka dan Lowo Pebhu," ungkapnya.

Sebagai Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus meminta kepada pemerintah pusat hingga daerah serta stakeholder lainnya untuk segera menghentikan aktivitas pembangunan waduk di lokasi yang ditolak warga.

Dia mendesak pemerintah menerima saran dan solusi dari masyarakat adat yakni Malawaka dan atau Lowo Pebhu.

Minta Aparat Jalankan Tugas Sesuai SOP

Philipus juga berharap kepada aparat Kepolisian maupun Brimob yang sedang bertugas di lapangan agar menjalankan tugas sesuai SOP Kepolisian yang ada.

Dia katakan, kepolisian negara hadir untuk mengayomi, melindungi dan menghormati masyarakat adat yang tengah berjuang mempertahankan hak - hak atas tanah adat yang juga warisan leluhurnya.

"Mari kita menjaga adat istiadat dan seluruh kekayaan yang ada sebagai kekuatan dan potensi daerah yang harus dijaga, dilindungi dan dihormati agar karakter daerah dan bangsa ini tetap dalam satu Bhineka Tunggal Ika, walau kita berbeda beda tapi tetap satu," tutupnya.

Lokasi Alternatif Tidak Layak Secara Teknis

Terpisah, Yohanes Pabi, PPK Bendungan SNVT Pembangunan Bendungan II BWS NT II Ditjen SDA Kementerian PUPR, menjelaskan, penentuan lokasi pembangunan Waduk Lambo, melalui kajian teknis oleh ahli.

Yohanes mengakui bahwa masyarakat adat menawarkan lokasi alternatif, yakni dari Lowo Se pindah ke Malawaka dan Lowo Pebhu. Namun, berdasarkan hasil kajian, dua lokasi alternatif tidak layak.

Dia menguraikan kapasitas tampung di dua lokasi alternatif tersebut tidak mencukupi. Sementara target total kapasitas tampung yang direncanakan 51,74 juta meter kubik.

Lanjutnya, manfaat bendungan ini nanti, yakni, penyediaan air baku untuk masyarakat di sekitar dengan debit 205 liter per detik, suplai air untuk daerah irigasi Mbay kiri 932,6 Ha dan kanan 4. 966 Ha, pengendalian banjir 283, 33 m3/det dan untuk pengembangan pariwisata.

"Lalu soal umur bangunan, lokasi alternatif I hanya bisa didesain 25 tahun sementara alternatif II hanya 2,5 tahun, sementara target kita adalah minimal 50 tahun," ungkapnya.

Lanjutnya, usia bangunan minimal 50 tahun, artinya diperkirakan 50 tahun baru sedimennya penuh, lalu dilakukan operasi dan pemeliharaan. "Tapi kalau kita bangun, baru 2 tahun atau 25 tahun sedimennya sudah penuh, untuk apa," ungkapnya.

Yohanes juga mengakui bahwa di Lowo Se ada kuburan, warisan budaya dan fasilitas umum seperti Kapela. Menurutnya, tim appraisal tengah mengidentifikasi. "Nanti akan direlokasi," ungkapnya.

Menurutnya, soal relokasi juga pernah dilakukan saat pembagunan Bendungan Napu Nggete di Kabupaten Sikka. "Tinggal masyarakat kalau mau relokasi sendiri buat upacara adat, negara biayai, atau kami relokasi," ungkapnya. (*)

Baca Berita Ende Lainnya

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved