Berita Lembata
Lima Bulan Pendidikan Anak Ile Ape di Lembata Terbengkalai Pasca Bencana Banjir dan Longsor
Lima Bulan Pendidikan Anak Ile Ape di Lembata Terbengkalai Pasca Bencana Banjir dan Longsor
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA-Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Ile Ape, Kabupaten Lembata pada 4 April 2021 atau lima bulan lalu, masih meninggalkan masalah bagi pendidikan anak di wilayah tersebut. Dua sekolah yang terdampak bencana yakni SDK Lewotolok 1 dan SDK Lewotolok 2 terpaksa harus pindah lokasi.
Gedung SDK Lewotolok 1 yang berada di desa Amakaka sudah rusak total beserta semua fasilitasnya. Sedangkan, SDK Lewotolok 2 berada di desa Lamawara yang rawan bencana erupsi Ile Lewotolok dan ancaman banjir pada musim hujan.
Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka NTT, Pieter Manuk menemukan bahaya terbengkalainya pendidikan anak-anak penyintas bencana di Ile Ape.
"Saya datang sebenarnya untuk urus kesehatan tapi pikiran saya terganggu dengan urusan sekolah setelah lihat kondisi di sini," kata mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT ini, Senin, 27 September 2021.
Baca juga: Dosen Unwira Kupang dan Ibu-ibu Desa Amakaka Lembata Luncurkan Keripik Singkong Ile Ape
Para guru dan siswa SDK Lewotolok 1 sendiri sejak bulan lalu melakukan aktivitas belajar mengajar di lokasi pengungsian mandiri Waesesa, di bawah naungan pohon dan dua tenda darurat.
"Anak-anak harus tetap sekolah. Betapa miris dan prihatin kalau kondisi seperti ini," tegasnya.
Para guru dan siswa SDK Lewotolok 1 pun sudah menggelar pertemuan untuk mencari lahan supaya sebuah gedung sekolah darurat bisa didirikan.
Pieter Manuk menyebutkan para guru dan orangtua sudah menemukan lahan milik desa sebagai tempat didirikan sekolah darurat SDK Lewotolok 1.
Lalu, SDK Lewotolok 2 sudah juga sudah mendapat lahan seluas satu hektar lebih untuk sebuah gedung darurat. Namun lahan tersebut hanya merupakan hibah sementara dari pemilih lahan.
Baca juga: Waspada Kebakaran Lahan di Wilayah Hunian Sementara Penyintas Bencana di Ile Ape Lembata
SMP 1 Satu Atap desa Waimatan, kata Pieter Manuk, juga sedang mencari lahan untuk sekolah darurat.
"Mereka juga sudah pindah tempat enam kali dan ada yang belum punya tempat. Mereka mau sekolah tapi fasilitas tidak ada," ujarnya didampingi Ketua Kwarcab Pramuka Kabupaten Lembata Simon Tery Langobelen.
Kwarda Pramuka NTT dan Kwarcab Pramuka Kabupaten Lembata bersama sejumlah lembaga non pemerintah, kata dia, berkolaborasi bersama untuk memastikan para guru dan siswa bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
"Kita siapkan percepatan untuk pendidikan. Haji Sulaeman Hamzah (Anggota DPR RI) juga sudah sumbang. Pada hari Selasa, mereka mulai dirikan sekolah. Ini konsep sekolah darurat. Sampai besok kami akan desain final sekolah darurat, ruang kelas dan untuk guru-guru," ujarnya.
Guru SDK Lewotolok 1, Wenseslaus Kuma, mengakui setelah bencana melanda, para guru harus berjuang mencari semua peserta didik yang terpencar di posko-posko pengungsian. Lalu, sejak bulan lalu kegiatan pembelajaran tatap muka dilakukan tanpa ada gedung sekolah.
"Kita sisir mereka ada di mana. Ada beban moril sendiri ketika kita tidak laksanakan tugas. Kita tetap pikir mereka punya masa depan. Kalau kita lepas mereka di rumah ini susah karena mereka tidak belajar, malah bermain," ujar Kuma ditemui usai pembelajaran di dalam tenda, Jumat, 24 September 2021 .