Berita Pemprov NTT

Fashion Kain Tenun Kaliuda dan Pahikung, Pesona Yang Tak Lekang oleh Waktu 

setiap daerah selalu ada regenerasi penenun turun temurun sehingga keahlian ini tidak hilang dari waktu ke waktu. 

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Fashion Kain Tenun Kaliuda dan Pahikung, Pesona Yang Tak Lekang oleh Waktu 
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Tiga Pesona kain tenun Sumba Timur

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Pesona kain tenun Sumba Timur memang selalu beda.

Diantara banyaknya kain - kain tenun di NTT dengan berbagai corak dan warna, keindahan kain tenun Sumba mampu menghipnotis bukan hanya masyarakat lokal dan nasional tetapi juga internasional.

Para pecinta kain tenun di seluruh wilayah NTT tentunya tidak meragukan kualitas dan keindahan kain yang satu ini. 

Salah satu pecinta kain tenun asal Sumba Barat yang menjual kain tenun Sumba, Sovia Hebi mengatakan, tenun Sumba khususnya Sumba Timur tidak hanya Pahikung, namun ada juga jeni's tenun yang lain seperti Kaliuda yang terbuat dari pewarna alami.

Meskipun berasal dari Sumba Barat, Sovia lahir dan besar di Sumba Timur sehingga pengetahuannya tentang Kain Sumba Timur cukup memadai karena dia sendiri juga merupakan penenun meski bukan penenun yang profesional.

"Saya juga tenun tapi hanya dasar - dasarnya saja, tidak profesional," katanya, Sabtu, 19 September 2021. 

Baca juga: Pemprov NTT Serius Kembangkan Pariwisata Labuan Bajo Manggarai Barat

"Tenun Sumba itu bukan hanya Pahikung. Tiap daerah punya tenunan yang berbeda - beda. Seperti dari Melolo, nama tempatnya Pau dan Uma Bara," ujarnya.

Sovia menjelaskan, setiap daerah adalah spesialis untuk jenis kain tenun mereka sehingga jika diminta membuat kain tenun dari daerah lain hasilnya akan berbeda dengan yang asli. 

"Kalau dari Kambera, daerah saya itu, bikin kain dari daerah lain susah kecuali ada orang dari daerah itu yang ada di Kambera. Karena tiap daerah dengan ciri khasnya masing - masing. Itu yang bikin kaya. Jadi orang tidak berusaha untuk belajar yang lain karena sudah disiapkan. Kan kalau mau tinggal beli," jelasnya.

Lanjut Sovia, setiap daerah selalu ada regenerasi penenun turun temurun sehingga keahlian ini tidak hilang dari waktu ke waktu. 

Sovia menjelaskan, untuk kain tenun ikat Kaliuda, proses menenun sendiri tidak memakan waktu yang lama tetapi proses awal untuk mengikat dan membuat warnanya memakan waktu enam bulan hingga satu tahun. 

Baca juga: Pemprov NTT Gandeng Pemkab Kupang Gelar Kegiatan SP4N-Lapor

"Tenun Kaliuda dibuat oleh orang - orang dari daerah Kaliuda. Ini belum tentu orang dari daerah Saya di Kambera itu dapat warna semerah ini. Mereka buat tapi warnanya tidak seperti yang dari Kaliuda. Ini memang spesialis warna merah hitam dan warnanya benar - benar hidup," katanya sembari menunjukkan perbedaan warna kain tenun ikat yang dibuat di Kaliuda dengan yang dibuat daerah lain. 

Dalam satu kain tenun Kaliuda terkandung beberapa motif seperti udang yang menyimbolkan kehidupan saat ini dan yang akan datang sementara motif ikan - ikan kecil dibagian atas dan bawah motif udang menandakan kekayaan laut Sumba.

"Untuk tenun sebetulnya hanya dua cara. Satu dinaikkan satu dimasukkan. Itu yang terus diulang - ulang tapi tekanannya harus tahu, kalau ada benang yang putus harus bisa disambung, kalau ada yang salah bisa diperbaiki karena itu mempengaruhi gambar. Kalau salah bisa pecah gambarnya. Harus teliti mulai dari proses ikat," jelas Sovia.

Untuk mendapatkan motif yang sama dalam satu kain namun arah motif berbeda, tekniknya adalah dilipat saat diikat. Sekali mengikat motif bisa untuk membuat lima lembar kain dan sekali tenun menghasilkan satu liran sehingga kalau membuat lima lembar kain berarti sepuluh liran. Setelah ditenun baru disambung bagian tengahnya. 

Baca juga: PON Papua, Pemprov NTT Minta Altet Jaga Sportivitas

"Kalau yang asli dari benang pintal itu sampai 41 teknik pengerjaan yang berbeda dari awal sampai selesai. Kalau benang sintetik paling 35 sampai 38 teknik," bebernya.

Untuk membuat kain dalam waktu singkat, penenun biasanya menyewa tenaga untuk setiap tahapan mulai dari menggulung benang, membentangkan benang, mengikat dan mewarnai dengan cara dicelup.

Sementara proses pembuatan Kain Pahikung memakan waktu saat menenun karena setiap motif dipasang lidi dan harus benar - benar teliti dengan hitungan pada setiap motif. Jika ada satu saja kesalahan, harus dibongkar ulang dari awal.

Sebagai pegiat budaya dalam hal ini tenun ikat, Sovia merasa sakit hati ketika ada yang mengklaim dan memalsukan tenun Sumba.

"Saya pernah lihat di TV waktu itu, mereka tenunnya persis sekali dengan kain Sumba tapi bukan troso ternyata itu print, sudah sejak lama sekali jadi kainnya lebih lemas, lebih jatuh. Saya curiga jadi tanya ke teman desainer waktu itu kenapa ini persis sekali tapi warnanya agak pudar sedikit tapi kainnya jatuh begitu, ini macam tidak asli. Tapi kok warnanya seperti asli, dia jawab oh itu print. Itu menyakitkan sekali," kesalnya.

Baca juga: Sambut Dies Natalis ke 39, Unwira Gelar Expo 

Bersama temannya, Rambu Ana yang juga adalah penenun dari Sumba Timur, Sovia bermodal nekat mengikuti pameran di Kupang sejak tanggal 10 September sampai 21 September. Mereka juga berencana untuk pergi ke daerah - daerah lain di Pulau Timor seperti Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Belu.

Menurut Sovia, dalam masa pandemi mereka harus 'menjemput bola' sehingga meskipun tidak sebanyak tahun - tahun sebelumnya, kain - kain itu bisa tetap terjual. Sovia dan Rambu Ana membawa kain sekitar 8 karung dari Sumba untuk dijual.

"200-an lembar, ada yang dibeli dari penenun, kalau saya kerjasama dengan orang di kampung saya karena di sana mau jual susah jadi biar saya bawa, saya jual, saya bantu. Jadi istilahnya women support women," ujar Sovia. 

Menurut dia, animo orang Kupang untuk membeli kain cukup tinggi meskipun ditengah pandemi. 

Baca juga: Satgas SPIP Terintegrasi Lingkup Pemprov NTT Dikukuhkan Wakil Guberur NTT

"Dalam keadaan beginipun mereka berusaha untuk beli saking sukanya dengan tenunan. Jadi ada harapan untuk kami kedepannya kami akan lanjutkan ini. Tidak menunggu harus ada event kita coba saja," katanya 

Salah satu pecinta kain tenun yang kebetulan sedang memilih kain untuk dibeli, Petronela Roni Raya mengatakan, dia sangat menyukai segala jenis tenun terutama tenun Sumba. 

"Karena saya memang guru Seni Budaya, saya suka sekali dengan budaya - budaya itu. Salah satunya kain ini. Kain tenun NTT itu kan kekayaan kita. Kalau dibandingkan dengan kain batik walaupun bagus tapi saya tidak terlalu simpati. Saya senang pakai kain ini karena ini memang kita punya kekayaan yang perlu kita lestarikan," kata perempuan asal Adonara ini.

Koleksi kain tenunnya bahkan ada dari hampir setiap daerah di NTT. Kain - kain itu didapatkan dari teman - temannya yang berasal dari berbagai daerah. 

"Sekarang NTT ini kan digalakkan untuk memakai kain tenun. Seperti pemerintah ini kan ada hari - hari kerja mereka mengenakan pakaian tenun. Ini adalah bentuk bagaimana kita ada mencintai kekayaan kita. Sekarang kan batik itu masuk cepat sekali. Kalau kita tidak mempertahankan ini (tenun) maka hancur," jelasnya.

Baca juga: Rektor Unwira Kupang : Jika Dalam Empat Tahun Kedepan Tidak Ada Profesor, Saya Minta Mundur 

Desainer kondang NTT, Erwin Yuan yang menyediakan tempat untuk Sovia dan Rambu Ana mengatakan, mereka sudah menjadi teman lama di dunia maya sebelum bertemu secara langsung.

"Dia (Sovia) salah satu pecinta padu padan jadi setiap kali aku posting beliau ini salah satu yang konsisten untuk berikan komentar. Selalu masuk dengan komentar berbagai macam dengan gaya dia, cerita semua tentang padu padan. Ini keren ya," cerita Erwin.

Menghadapi pangsa pasar berubah kearah digital Erwin berpesan agar tidak patah semangat.

"Ini mereka sudah jauh - jauh dari Sumba ya jadi kasih tempat saja," ujarnya.(cr4)

Berita Pemprov NTT Terkini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved