Opini Pos Kupang

Enough is Enough (Mencukupkan Diri)

Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hassan Aminudin (HA) yang saat ini menjadi anggota DPR RI fraksi Nasdem

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Oleh Robert Bala, Penulis buku INSPIRASI HIDUP

POS-KUPANG.COM-Hari Senin, 30/8, KPK kembali menangkap dua orang yang terindikasi melaksanakan korupsi. Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hassan Aminudin (HA) yang saat ini menjadi anggota DPR RI fraksi Nasdem.

Kalau ditangkap KPK tentu hal itu dikaitkan dengan `uang'. Ada yang menyebutnya berkaitan dengan penjualan jabatan. Yang jadi pertanyaan: apakah Puput dan Hassan masih kekurangan uang kah? Apakah gaji dan honor mereka tidak cukup kah?

Dari segi gaji dan tunjangan maka kita bisa berandai-andai. Untuk bupati, gaji dan tunjangan bisa mencapai 100 juta. Kalau ditambah dengan prosentasi dari aneka tugas yang diberikan, diperkirakan 200 (malah ada yang memprediksi semuanya sekitar 400-an juta).

Kalau DPR Pusat, gaji dan tunjangan, apalagi sebagai wakil ketua komisi, maka penerimaan sebulan pun sekitar 100-an juta (bisa lebih bisa kurang). Jadi keduanya setiap bulan bisa menerima secara kotor Rp ½ miliar (kurang lebih).

Baca juga: Terkait Pinjaman Daerah Flotim, Ketua Lembaga KPK : Bupati Jangan Anggap Diri Lebih dari Aturan

Tetapi ini bukan baru sekarang diterima. HA sudah menjadi pejabat dalam 29 tahun terakhir. Tahun 1992 sudah menjadi anggota DPRD. Tahun 1999 -2003 sudah jadi Ketua DPRD Probolinggo.

Lalu 10 tahun kemudian (2003-2013) menjadi bupati Probolinggo 2 periode dan kemudian diteruskan oleh sang istri. Sudah berapa banyak pundi-pundi yang terkumpulkan?

Terus.... Apakah semuanya itu tidak cukup? Mereka berdua suami istri ternyata mengatakan `belum cukup'. Dugaan penjualan jabatan untuk tiap kepala desa bisa membenarkan. Kalau dilihat jumlah yang diterima sekarang (katanya) hanya Rp 360 juta. Jumlah yang sebenarnya kecil sekali. Tetapi namanya musibah. Yang kecil bisa membuka semua yang terjadi selama ini, jadinya `menjadi-jadi'.

Kisah ini mengingatkan bahwa manusia pada satu periode tertentu harus (se) harus(nya) mengatakan `cukup'. Ia perlu melatih diri untuk mengatakan "enough is enough' (cukup adalah cukup).

Ini adalah ungkapan kebebasan batin untuk melihat bahwa apa yang dimiliki sudah cukup malah untuk beberapa keturunan ke depan. Lalu untuk apa lagi?

Baca juga: Wamenkumham Ancam Juliari Baubara Hukuman Mati KPK Malah Tuntut 11 Tahun Penjara, Percaya yang Mana?

Tetapi rupanya bagi keduanya tidak. Selagi masih ada kekuasaan dan memungkinkan mengapa tidak? Kan mereka tidak mencuri. Ini kan diberikan sebagai `balas jasa'. Keduanya pun tidak menerima begitu saja. Kepada mereka yang memberi akan `diberikan' juga. Jadi tidak ada yang salah kan, kata mereka dan banyak orang seperti itu. Kini ketika semuanya sudah terjadi, barulah kita mengandai-andai.

Pada sisi lain, siapapun, apalagi pejabat, perlu belajar mengatakan `cukup'. Mengatakan cukup bukan ekspresi ketidakmampuan. Bukan menyerah. Ia adalah tanda kebebasan batin.

Untuk sampai ke situ butuh perjuangan dan akhirnya orang bisa berkata: my heart finally said: enouhg is enough. Jadi yang mengatakaan itu adalah hati (bukan napsu).

Hati yang bisa merasakan. Ia rasakan bahwa kekayaan itu bila terlampau gila-gila dikumpulkan maka bisa berakibat fatal. Orang bisa saja akan jatuh untuk hal yang sebenarnya tidak ada artinya.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved