Opini Pos Kupang

Enough is Enough (Mencukupkan Diri)

Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hassan Aminudin (HA) yang saat ini menjadi anggota DPR RI fraksi Nasdem

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Tetapi Jessica N.S Yourko punya jawabannya. Have enough courage to start and enough heart to finish. Ia melihat bahwa semua yang diperoleh tidak bisa dilepaskan dari start awal saat memulainya. Saat itu tentu sebuah keberanian yang cukup.

Artinya segala kesuksesan yang diperoleh seseorang merupakan bukti dari keberanian yang cukup. Agar sampai ke titik itu orang sudah cukup berani untuk melewatinya. Inilah pengalaman manusiawi. Kadang setelah sebuah usaha yang panjang kita menjadi takut.

Mengapa pada posisi yang sangat genting itu kita bisa selamat dan sukses? Semuanya itu mestinya menyadarkan bahwa apa yang diperoleh itu tentu bukan atas usaha dirinya semata. Kalau membayangkan susahnya, mungkin saja yang paling cocok adalah menyerah kalah.

Namun setelah sebuah proses dan melihat ke belakang, orang jadi sadar bahwa apa yang luar biasa itu tak terkira. Di sana ada kekuatan luar biasa yang telah ikut campur tangan hingga mengantarkan hasil seperti sekarang. Inilah yang tidak dilakukan manusia (khususnya Hassan Aminudin dan Puput Tantriana). Kalau menoleh ke belakang mereka memang harus menerima bahwa apa yang diperoleh sudah `wuah....' (banyak sekali). Banyak sekali prestasi luar biasa yang telah diperoleh.

Puput dan HA pasti punya pengalaman-pengalaman genting. Mereka pun akhirnya berkesimpulan bahwa kelincahan dan kemampuan melewati cobaan itu telah mengantar mereka sampai sekarang. Saat itu mereka punya keberanian yang cukup.

Yang terlupakan adalah kemampuan untuk mengatakan cukup: have enough heart to finish (punya cukup hati untuk mengatakan cukup / berhenti). Hal itulah yang kurang pada mereka. Karena itu setelah masa jabatan suami 10 tahun, estafet itu diserahkan ke istri. Sudah pasti, semua kontrol itu `didiskusikan' berdua, termasuk pemberian jabatan (dan penerimaan uang). Sebuah diskusi yang bisa saja disebut `aman' karena mungkin sudah biasa dilakukan.

Tetapi namanya sial. Kini, harus berhadapan dengan aparat hukum. Proses itu bisa jadi akhir dari segalanya. Karena tidak mendengarkan hati yang mengingatkan, maka kini KPK yang mengatakan `cukup' dan berakhir `segitu'. Semua yang dibangun akan runtuh. Apalagi kali ini menimpa keduanya yang berarti tidak ada lagi penyanggah.

Bagi kita pembaca, mungkin inilah yang disebut `enough is enough'. Kita teringatkan untuk mencukupkan diri. Kalau di masa lalu kita cukup berani melangkah yang mengantar kita ke sukses ini, jangan lupa membiarkan diri untuk mendengarkan hati yang merontah meminta untuk `berhenti' untuk mengatakan cukup. Apakah masih ada cukup hati untuk mengatakan `enoug is enough?' (*)

Baca Opini Pos Kupang Lainnya

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved