Opini Pos Kupang
Surat untuk Thomas Ola
SALAM jumpa kembali dari Melbourne. Semoga surat saya kali ini menemui Plt. Bupati Lembata, Pak Dr. Thomas Ola Langoday sekeluarga dan rakyat Lembata
Saya sadar, dan seperti yang bapak ungkapkan dalam surat balasan 20/7/2021, dalam sisa durasi kepemimpinan yang relatif singkat, harapan-harapan publik akan perubahan-perubahan nyata harus realistis, tidak melambung. Betul. Rakyat tak mengharapkan bapak menjadi "superman" yang bisa menghipnotis suatu perubahan dalam sekejap mata.
Perubahan itu proses, butuh waktu, kerja ulet dan cerdas. Tapi proses itu harus dimulai sekarang. Bapak sudah memulainya dengan misalnya membuat pernyataan di media-media tentang komitmen bapak, dan langkah-langkah strategis untuk mencapai target tertentu.
Dua Hal Penting
Dua hal ingin saya sampaikan sebelum surat ini saya akhiri. Pertama, terkait reformasi birokrasi. Tentu saja reformasi birokrasi bukan sebatas menempatkan orang-orang pada dinas-dinas yang sesuai dengan bidang kemampuannya, the right people in the right departments, melainkan pula mengeliminir budaya ketakutan dan penakutan yang tertanam dalam birokrasi selama ini.
Saya tertarik dengan apa yang bapak ungkapkan dalam kesempatan tatap muka dengan para aktivis Front Mata Mera di rujab kediaman bapak tertanggal 22 Juli 2021. Bapak menyatakan, "semua yang ada dalam pemerintahan, kerja dalam tekanan, tidak ada yang bahagia.
Semua kerja dalam tekanan." Tentu saja, kata "tekanan" masih perlu dijelaskan makna spesifiknya, dan alasan di balik fenomena itu pun masih perlu dielaborasi lebih lanjut. Namun saya mencoba membaca pernyataan bapak dalam konteks budaya ketakutan dan penakutan yang, menurut pengamatan saya, terkonstruksi selama paling kurang sembilan tahun terakhir.
Pertanyaannya, bagaimana mengeliminir budaya itu agar orang tidak lagi merasa tertekan? Hemat saya, tajamkan akal sehat dan dorong keterbukaan. Tapi terbuka saja tentu tidak cukup. Ada hal lain yang lebih penting: kejujuran. Ada teman sempat menyatakan, "orang-orang NTT itu sangat terbuka dan terus terang, tapi belum tentu jujur."
Biasakan para ASN, juga anggota Dewan untuk berdiskusi secara terbuka dan jujur tanpa ditakut-takuti. Jika ini dibiasakan dalam lingkaran eksekutif dan legislatif maka lambat laun orang menjadi lebih kreatif berkontribusi untuk pembangunan kampung halaman, lewotana, leu auq, Lembata.
Kepentingan-kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok mesti dikesampingkan untuk mencapai tujuan bersama: membangun Lembata menuju kesejahteraan sosial-ekonomi.
Kedua, terkait penegakan hukum. Bagus bahwa bapak menyebutkan itu dalam surat balasan bapak sebagai hal penting yang harus diperhatikan. Ada beberapa perkara hukum yang masih tertunggak, termasuk di antaranya kasus dugaan korupsi dalam proyek mangkrak Awololong.
Bapak bukan penegak hukum; bapak bukan polisi, bapak bukan jaksa atau hakim. Namun sebagai Plt. Bupati, bapak punya kewenangan membuat pernyataan yang jelas dan tegas bahwa bapak mendukung penuh penyelesaian perkara dugaan korupsi, dan tentu saja perkara-perkara hukum lain di Lembata.
Selain itu, pejabat-pejabat eksekutif yang sudah "ditersangkakan" dalam kasus hukum tertentu perlu segera diberhentikan. Ini penting demi penegakan hukum.
Itu saja surat saya kali ini. Saya senang bahwa bapak telah tampil sebagai Plt. Bupati di depan layar, bukan "bupati di belakang layar" seperti dulu yang kadang memilih beroperasi senyap, bahkan bersembunyi dari tanggung jawab publik setiap kali ada persoalan seperti bencana alam dan krisis BBM. Selamat bertugas. Saya mendukung bapak selalu dalam doa dan tegur sapa. Salam dari Melbourne. (*)
Baca Opini Pos Kupang Lainnya