Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Kamis 29 Juli 2021: Pukat
Di laut yang luas terdapat banyak sekali ikan, beraneka macam jenis. Mulai dari ikan teri, ambu-ambu, kerapu, kuwe, hingga hiu dan paus.
Soalnya saya pun paham bahwa ada saatnya kelak Tuhan akan sortir, menyaring, memilah dan memilih. Saat itu asas ketakcelaan jadi ukuran. Yang bebas cela, yang baik dan luhur, dan juga bermanfaat akan dipilih, sedang yang bercela pun “beracun“, tak bermanfaat, bukan hanya tersingkir, tapi dicampakkan.
Kalau begitu, saya harus jadi “ikan” yang baik dan bisa dikonsumsi, bermanfaat. Bukan sekedar ditangkap oleh Tuhan. Pesan terakhir ini membuat saya kembali ingat nasihat bahwa jadi manusia itu, bukan hanya baik, tanpa cela; tapi berfaedah, "dapat dimakan" oleh orang lain.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 24 Juli 2021: Lalang pun Tumbuh
Tapi saya pun kiranya perlu mewaspadai diri. Soalnya, ada fenomena menarik, sungguh terjadi dalam panggung dunia ini.
Pukat memang alat jaring yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan. Tapi zaman sekarang muncul banyak "nelayan" berdasi. Mereka bukan nelayan, tapi pengusaha, pejabat, kaum berpunya. Mereka menjelma menjadi nelayan.
Mereka menangkap ikan dengan pukat modern, berteknologi tinggi, pukat harimau. Ikan apa saja dijaring. Perhitungannya lebih pada bisnis, keuntungan untuk diri dan perusahaannya. Mereka pun berkuasa menentukan jenis ikan mana yang ditangkap dan diambil sesuai selera pasar.
Nah, saya mesti ingat bahwa hanya satu pemilik pukat Kerajaan Allah. Kalau pun saya diikutsertakan, saya tetaplah nelayan dan tak boleh menjelmakan diri menjadi pemilik.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 19 Juli 2021: Jangan Memusnahkan
Saya pun tak berhak dalam proses penyaringan ikan. Tugas saya hanya membantu menangkap agar sesamaku bisa terjaring masuk ke dalam pukat Kerajaan Allah.*