Berita Sumba Timur
Warga Kiritana Sumba Timur Menangis Saat Jembatan Gantung Ambruk
ketika itu mereka ada di atas gunung dan menonton banjir yang ada sampai detik terakhir jembatan itu hanyut.
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Rosalina Woso
Warga Kiritana Sumba Timur Menangis Saat Jembatan Gantung Ambruk
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU -- Warga RW 5, Dusun III, Desa Kiritana, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur menangis saat menyaksikan jembatan gantung di wilayah itu ambruk pada tanggal 4 April 2021 lalu.
Jembatan yang dikenal Jembatan Gantung Waturumbing itu diterpa banjir bandang akibat Siklon Tropis Seroja yang melanda hampir sebagian wilayah NTT pada tanggal 4 dan 5 April 2021.
Hal ini disampaikan salah satu warga setempat, Nimrot Nuku Lanjamara yang ditemui di Kampung Lakokur, Kiritana, Sabtu 24 Juli 2021.
Nimrot Lanjamara juga sempat meneteskan air mata saat mengisahkan kembali bagaimana mereka semua melihat jembatan itu hanyut terbawa banjir pada 4 April 2021.
Menurut Lanjamara, jembatan itu ambruk ketika mereka juga sedang mengungsi ke atas gunung.
Mereka mengungsi akibat banjir sudah meluap sampai ke pemukiman.
Baca juga: Roslinda, Remaja dari Sumba Timur Terima Anugerah KPAI Sebagai Anak Inspiratif
"Saat itu, kami semua warga yang ada di RT 10,11 dan 12 menyaksikan langsung bagaimana jembatan itu terbawa banjir. Secara tiba-tiba kami semua yang ada di atas gunung itu menangis. Bukan saja orang tua tapi anak-anak kami juga ikut menangis," kata Lanjamara dengan sedih.
Dijelaskan, jembatan gantung itu baru saja digunakan sekitar dua tahun lebih, kemudian rusak pada Minggu 4 April 2021.
"Jembatan ini terbawa banjir, saat kami semua sudah mengungsi ke atas gunung, karena air sudah naik sampai di rumah kami. Jadi dari atas gunung kami lihat banjir tutup jembatan ini," katanya.
Lebih lanjut, saat bagian timur jembatan itu mulai hanyut semua warga ,tua -muda, kecil - besar menangis seperti ada orang meninggal dunia.
Dikatakan, setelah jembatan itu rusak, akses mereka semua terhambat, apalagi saat bencana saat itu. Untuk mendapatkan pasokan bantuan pun cukup sulit.
"Kami saat itu terisolasi betul, karena bantuan dari Waingapu sulit sampai ke seberang. Kami hanya berdoa sehingga ada warga yang bisa berenang ke sebelah untuk ambil bantuan sembako," ujarnya.
Baca juga: Antisipasi Varian Delta, Pemkab Sumba Timur Perketat PPKM di Tingkat Desa dan Kelurahan
Ketua RW 5 Dusun III Desa Kiritana, Yonatan M. Telurama juga mengatakan, warga yang mengalami dampak langsung dari ambruknya jembatan gantung itu adalah warga RT 10,11 dan 12.
"Warga tiga RT ini ada di wilayah RW 5 dan saya sebagai ketua. Memang benar, saat jembatan ini rusak kami semua ada mengungsi di atas gunung sebelah timur dari pemukiman," kata Telurama.
Menurut Telurama, warga yang ada di RW 5 itu hampir 100 kepala keluarga.
"Kami semua memang lihat waktu jembatan ini putus dan kami semua menangis pak. Siang ini sumpah demi Tuhan, karena memang jembatan ini kami juga ikut swadaya untuk bangun," ujar Telurama dengan mata berkaca-kaca.
Dikatakan, ketika itu mereka ada di atas gunung dan menonton banjir yang ada sampai detik terakhir jembatan itu hanyut.
"Kami mulai nonton banjir itu dari jam 6 pagi dan sekitar jam 9 pagi itu jembatan ini mulai putus. Saat putus itulah, kami semua menangis karena memang kami semua baik orang tua dan anak-anak ikut kerja waktu bangun jembatan tersebut," ujarnya.
Baca juga: Ketua DPRD Sumba Timur Apresiasi Kodim dan Polres Gencar Lakukan Vaksinasi Covid-19
Dikatakan, setelah jembatan itu putus dan banjir surut, akses mereka terhambat. Biasanya mereka melintas dengan mudah di atas jembatan untuk ke wilayah sebelah saat ini sudah sulit.
"Sekarang ini, hanya orang dewasa saja yang bisa sebrangi sungai. Kalau anak-anak harus kita pegang karena arus masih kencang. Susahnya kami kalau mau bawa hasil ke pasar harus pikul lewat sungai," katanya.
Telurama juga mengatakan, ketika waktu sekolah, anak-anak tidak bisa ke seberang, karena itu ada guru yang datang antar tugas kemudian orang tua menyebrang untuk menjemput tugas anak, sekaligus menyerahkan hasil kerja anak kepada guru.
"Memang saat ini belajar masih dari rumah karena Corona sehingga guru yang datang di seberang sungai untuk antar tugas maupun ambil hasil kerja anak. Kami orang tua yang menyebrang datang ambil," ujarnya.
Dikatakan, di wilayah itu ada fasilitas umum seperti posyandu dan gereja. Khusus Posyandu, saat ini tidak ada petugas yang datang karena jembatan yang sudah putus.
"Untuk ada kader Posyandu sehingga anak balita ditimbang oleh kader posyandu kemudian hasilnya dikirim ke petugas. Memang saat ini kami susah karena rusaknya jembatan ini," ujarnya.
Baca juga: 71 Kasus Positif Covid-19 di Kabupaten Sumba Timur Bertambah Pada 20 Juli
Frans Gaba Wangulangu warga lainnya, mengatakan rusaknya jembatan gantung itu saat banjir bandang yang terjadi pada 4-5 April 2021 lalu.
Menurut Wangulangu, jembatan itu sangat berguna bagi warga di Dusun III Kiritana, karena untuk ke fasilitas umum baik ke sekolah, Pustu, Kantor Desa maupun ke Waingapu harus menyeberang sungai.
"Tapi karena jembatan sudah rusak maka, saat ini kita sudah sulit ke Kantor Desa atau ke Waingapu, kecuali ada penting sekali," katanya.
Dia juga mengharapkan pemerintah bisa membangun kembali jembatan itu, apalagi semua materi jembatan saat ini masih utuh.
Kepala Desa Kiritana, Jhonson Dena Tola mengatakan, jembatan gantung yang ada di Lakokur itu sudah digunakan kurang lebih dua tahun lalu.
"Namun, saat banjir bandang dan Badai Seroja itu jembatan rusak sehingga saat ini warga yang masuk keluar kampung harus masuk lewat sungai," kata Jhonson.
Baca juga: Camat di NTT Tewas Diduga Gantung Diri, Titip Sepucuk Surat untuk Kapolres Sumba Timur, Ini Isinya
Dia mengakui, dengan kondisi itu, warga setempat kesulitan akses terutama ke Waingapu.
Jhonson mengharapkan pemerintah setempat bisa memperbaiki jembatan gantung tersebut.
Jhonson juga berterima kasih kepada Universitas Kristen Wira Wacana Sumba bersama mitra yang sudah membantu masyarakat setempat dengan dua perahu fiber sebagai sarana transportasi melewati sungai.
"Jadi saat ini warga sudah agak terbantu, karena bantuan perahu fiber," kata Jhonson.
Pantauan POS-KUPANG.COM, Sabtu 24 Juli, jembatan gantung yang ambruk itu menghubungkan wilayah RT 9 ke RT 10,11 dan 12.
Jembatan ini memiliki panjang sekitar 50-80 meter.
Baca juga: Ini Kecamatan di Sumba Timur yang Masih Zona Hijau
Konstruktsi jembatan gantung ini Penahan jembatan gantung berupa batang penggantung yang terbuat dari material kabel sling baja dan ada bagian penggantung.
Sementara untuk baja atau plat besi baja masih utuh.
Nampak, tiang besi penopang pada sisi sungai bagian timur sudah roboh ke tepi aliran sungai. Sedangkan, besi penopang di sisi sebelah barat sungai masih ada namun sudah mengalami kemiringan.
Semua material berupa tali sling dan besi plat masih utuh di bagian barat sungai. Ada sebagian yang sudah tertimbun lumpur dan pasir.
Kondisi saat ini, bahwa akses warga setempat mulai terganggu setelah jembatan gantung ambruk.
Saat ini warga dari Kampung Lakokur yang hendak ke Waingapu atau ke Kantor Desa dan Pustu maupun anak sekolah harus menyeberang melalui sungai.
Baca juga: Dinas PUPR Sumba Timur Latih P3A Kelurahan Lambanapu dan Malumbi
Mereka akan mengalami kesulitan ketika masuk musim hujan. Saat itu mereka tidak bisa ke mana-mana karena dihalangi banjir.
Nampak warga yang hendak menyeberang, khusus pria kadang harus membuka pakaian luar.
Memang air sungai saat ini tidak deras jadi masih bisa dilewati.(*)