WALHI : Masyarakat NTT Hadapi Kekeringan, Pemerintah Cepat tanggap Bencana

Bumi hari ini sedang menghadapi krisis iklim yang dipicu akibat industrialisasi dan pola konsumsi yang tinggi

Editor: Rosalina Woso
Dok. Tribun
ilustrasi kekeringan 

WALHI : Masyarakat NTT Hadapi Kekeringan, Pemerintah Cepat tanggap Bencana

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM,KUPANG - WALHI menyebut masyarakat NTT saat ini sedang menghadapi bencana kekeringan.

Penegasan tersebut berdasarkan surat peringatan dini potensi kekeringan yang dirilis Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika pada 10 Juli 2021 lalu.

Dalam keterangannya, Senin 19 Juli 2021, WAHLI NTT meminta pemerintah segera menanggapi bencana ini secara cepat dan tepat untuk meminimalisir dampak yang lebih parah.

Pada 10 Juli 2021, dalam analisisnya, BMKG menyatakan data HTH hingga update 10 Juli 2021 menunjukkan bahwa di beberapa wilayah NTT mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori Panjang (21 – 30 hari) hingga Ekstrem Panjang (>60 hari).

Baca juga: Lama Menghilang, Model Internasional Tracy Trinita Jadi Penginjil,Lulusan Sekolah Pendeta di London

Prakiraan berikutnya, peluang curah hujan menunjukkan bahwa beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami curah hujan sangat rendah (kurang dari 20 mm/dasarian) dengan peluang 71 – 100 %.

Kedua kondisi ini, memenuhi syarat bagi BMKG untuk mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologist sebagai akibat dari perubahan iklim.

Bumi hari ini sedang menghadapi krisis iklim yang dipicu akibat industrialisasi dan pola konsumsi yang tinggi.

Secara Nasional Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi, sekaligus melakukan upaya adaptasi sehingga masyarakat dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Baca juga: Cara Mengolah Daging Kurban Agar Empuk, Simak Resep Sate Kambing Kecap Pedas spesial Idul Adha

"Pada faktanya, aksi-aksi pemerintah justru lebih banyak ditujukan pada pembangunan infrastruktur, perkebunan monokultur, dan lain-lain atas nama perubahan iklim," kata Yuvensius Stefanus Nonga, perwakilan WAHLI NTT.

Pemerintah Daerah pun tidak cukup kapasitas untuk melakukan adaptasi perubahan iklim, sementara masyarakat yang mayoritas adalah petani dan nelayan mengalami dampak perubahan iklim yang paling buruk seperti gagal panen dan kesulitan melaut.

Hal ini akan berpengaruh pada kualitas hidup petani dan nelayan semakin terpuruk.

Di tengah tuntutan kebutuhan hidup yang semakin tinggi, sektor utama pemenuhan kebutuhan hidup justru terancam gagal.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 19 Juli 2021: Tanda Biasa

Pada kekeringan sebagaimana yang diperingati oleh BMKG, hal ini pun akan memberikan dampak buruk bagi jutaan petani dan nelayan di NTT. 

Dalam rekomendasinya, BMKG mengimbau tiga hal yakni Budidaya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air,  waspada kebakaran hutan, lahan dan semak, serta hemat penggunaan air bersih.

Kondisi seperti ini, butuh peran pemerintah untuk merespon dampak buruk yang dialami oleh petani dan nelayan.

WALHI NTT pun merekomendasikan kepada Pemerintah NTT untuk melakukan respon bencana kekeringan yang orientasinya adalah pemenuhan hak masyarakat yakni dengan:

Baca juga: Begini Cara Awetkan Daging Kurban Agar Tak Cepat Rusak, Ikuti Tipsnya Supaya Daging Tidak Mengkerut

Pertama, melakukan inventarisir masalah agar dapat diketahui kebutuhan masyarakat selama menghadapi kekeringan.

Kedua, pemerintah melahirkan kebijakan-kebijakan yang menjawab kebutuhan masyarakat di tengah kekeringan.

Ketiga, Pemerataan pendistribusian bantuan untuk masyarakat yang terdampak kekeringan. (*)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved