Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Selasa 13 Juli 2021: Dosa Nirtindakan

Hari ini kita baca Yesus mengecam tiga kota: Khorazim, Betsaida dan Kapernaum. Khorazim adalah kota yang letaknya di sebelah utara

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Selasa 13 Juli 2021: Dosa Nirtindakan (Mat 11: 20-24)

POS-KUPANG.COM - Yesus melakukan sangat banyak mukjizat dan mewartakan banyak ajaran. Tapi tidak semua hal yang dilakukan dan diajarkan Yesus tercatat dalam Injil. Pada zaman itu para penulis Injil hanya mengandalkan ingatan dan boleh jadi sedikit “catatan".

Para penulis Injil pun berasal dari beragam latar belakang yang berbeda. Belum ada sarana dan fasilitas memadai dan modern seperti zaman ini yang memiliki kemampuan dahsyat untuk merekam, mencatat, mendokumentasikan berbagai peristiwa secara tertulis dan rekaman video.

Keterbatasan sarana dan fasilitas memungkinkan kita dapat mengetahui “sedikit” dari begitu banyak yang diperbuat oleh Yesus.

Informasi Injil mengingatkan kita akan kemampuan para penulis Injil mendokumentasikan “daya ingat” mereka yang bisa saja “terbatas” tapi menghadirkan inspirasi yang sangat kaya bagi kehidupan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 13 Juli 2021: Tanggungan Tirus dan Sidon Akan Lebih Ringan

Hari ini kita baca Yesus mengecam tiga kota: Khorazim, Betsaida dan Kapernaum.

Menurut Willian Barclay dalam buku “The Daily Study Bible-The Gospel of Mathew” (Vol.2), penginjil Matius tidak mendeskripsikan secara jelas berbagai mukjizat dan ajaran atau warta Kabar Gembira Yesus di tiga kota ini yang menjadi representasi bagi seluruh tanah Palestina, bahkan manusia pada zaman modern ini.

Khorazim adalah kota yang letaknya di sebelah utara, kurang lebih satu jam perjalanan dari Kapernaum.

Catatan lain menginformasikan bahwa Khorazim adalah sebuah desa kuno di Dataran Korazim, Galilea.

Desa tersebut berjarak dua setengah mil dari Kapernaum di sebuah bukit di Pantai Utara Laut Galilea.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 13 Juli 2021: Logika Euro Cup

Betsaida adalah sebuah daerah nelayan atau perikanan, terletak di tepi barat sungai Yordan yang melaluinya air sungai Yordan memasuki bagian utara.

Betsaida dalam bahasa Ibrani/Aramaik berarti "rumah, bait (seperti Bait Allah)") bagi para nelayan, maka disebut juga "rumah nelayan."

Betsaida menjadi daerah asal murid-murid Yesus: Simon Petrus, Andreas, Filipus (Yoh 1:44; Yoh 12:21).

Letaknya di Pantai Utara Danau Galilea. Rupanya Betsaida ini berdekatan dengan Kapernaum, sebuah kota yang lebih besar.

Para ahli masih mendebatkan apakah Betsaida terletak di Provinsi Galilea atau di wilayah Gaulanitis, sesuai catatan sejarawan Flavius Yosefus yang pernah memimpin pasukan di tempat itu.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 12 Juli 2021: Belarasa

Barclay menduga bahwa tentu saja banyak hal yang paling hebat terjadi di dua kota ini, namun tidak ada catatan yang terperinci yang dapat kita baca dalam kitab-kitab Injil, berdasarkan letak lokasi yang dekat dengan Kapernaum.

Yesus tentu saja melakukan banyak pekerjaan yang menakjubkan, namun kembali lagi pada keterbatasan awal: tidak ada catatan tentang karya Yesus serta berbagai mukjizat dan tanda heran yang dibuat-Nya di tempat-tempat ini.

Injil Matius yang kita baca dan renungkan hari ini membuktikan betapa sangat terbatas informasi yang kita ketahui tentang Yesus yang sesungguhnya tidak tercatat atau luput dari lalu lintas ingatan penulis Injil.

Meski demikian, kita patut bersyukur bahwa dari informasi yang “sedikit” ini kita memiliki kekayaan pilihan yang dapat memberi banyak informasi kebijaksanaan untuk memerkaya refleksi hidup dan karya-karya kita di tengah dunia ini.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 11 Juli 2021: Belajar dari Amos

Sepintas, ketika kita membaca Injil hari ini, kita bisa langsung menduga bahwa Yesus sedang marah besar kepada penduduk Khorazim, Betsaida dan Kapernaum.

Namun ketika kita membaca dengan refleksi mendalam, ada aspek “penekanan” yang lebih kaya dan inspiratif. Ada sebuah makna, nilai yang jauh lebih subtil di balik kecaman “sepintas” itu.

Kita bisa mengatakan ada sebuah “kemarahan yang suci” karena Yesus tidak sekadar meluapkan emosinya, tapi lebih menghamparkan rasa belas kasih yang lebih bermakna pertobatan sebagai titian menuju keselamatan.

Menurut terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Yesus menggunakan kata “celakalah” yang berasal dari kata Yunani untuk mengungkapkan rasa kasihan penuh kesedihan dan juga kemarahan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 10 Juli 2021: Hidup yang Menginspirasi

Kata “celakalah” ini bukanlah tekanan seseorang yang sedang penuh emosi karena merasa bahwa harga dirinya tersinggung atau kemarahan yang sangat besar karena kehinaan pribadi yang ia peroleh dari orang lain.

Kata “celakalah” merupakan penekanan kesedihan hati dari seseorang yang menawarkan kepada manusia hal yang paling berharga dalam dunia, namun hal baik yang ditawarkan itu tidak dilihat apalagi dirasakan sebagai sesuatu yang berharga bagi diri dan hidupnya.

Kecaman Yesus terhadap dosa penduduk tiga kota itu merupakan sebuah kemarahan suci yang tidak bersumber dan berakar dari keangkuhan religiositas diri, melainkan bukti konkret dari sebuah hati yang tak rela melihat umat-Nya harus menanggung derita kekal pada hari akhirat. Sebuah kemarahan yang berpespektif keselamatan di “dunia seberang” setelah kenikmatan fana ini berakhir.

Yesus melukiskan dosa Khorazim, Betsaida dan Kapernaum sebagai dosa yang lebih buruk daripada dosa Tirus dan Sidon dan dosa Sodom dan Gomora.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 10 Juli 2021: Tak Lebih dari Guru

Lukisan Yesus ini merupakan kecaman yang sangat serius karena Tirus dan Sidon telah dikecam dalam Perjanjian Lama sebagai kota-kota yang penduduknya melakukan kejahatan besar.

Sementara Sodom dan Gomora adalah nama-nama yang banyak kali diidentikkan sebagai ketidakadilan.

Di kota-kota ini Yesus telah melakukan banyak mukjizat dan menyampaikan Kabar Gembira. Penduduk tiga kota ini yang paling banyak mendapatkan perhatian dari Yesus dalam karya pewartaan-Nya.

Tentu saja, karena mendapatkan banyak rahmat dari Yesus secara kuantitas maupun kualitas, maka Yesus menuntut pertanggungjawaban “lebih” atas semua ini.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 8 Juli 2021: Bukan Komersialisasi Pewartaan

Ketika hidup mereka tidak pernah bertobat karena kedegilan dan kesempitan cara pandang yang tidak keluar dari “ghetto” agama Yahudi yang formalistik dan ritualistik-banyak kali mendapatkan porsi kritik Yesus-maka penduduk tiga kota ini sangat pantas mendapatkan kecaman bahkan hukuman dari Yesus.

Mestinya, penduduk tiga kota ini bertobat dari sejarah masa lalu dan meretas sebuah masa depan hidup baru berdasarkan karya mukjizat dan warta Kabar Gembira dari Yesus (bdk. Pax et Bonum: 2019).

Penduduk tiga kota ini meski mendapatkan privilese dari Yesus, tapi tidak bertobat karena sikap masa bodoh, cuek dan “malas tahu.”

Mukjizat dan warta keselamatan dari Yesus dianggap “angin lalu” saja. Mereka tetap berkubang dalam dosa tanpa ada niat dan upaya secuil pun untuk beralih dari hidup lama dan “mengenakan” Sabda Yesus untuk membangun sebuah habitus hidup baru.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 7 Juli 2021: Wajah Belas Kasih

Yesus sadar bahwa sikap masa bodoh, cuek, “malas tahu” adalah sebuah pedang sangat berbahaya yang mampu membunuh optimisme, harapan untuk sebuah masa depan di dalam Kerajaan Allah.

Sikap-sikap macam ini merupakan dosa yang mesti diperangi karena bisa membuat iman membeku dan mati dalam kesadaran pasip.

Orang tidak melakukan kekerasan apa pun tapi orang hanya diam tanpa upaya yang merupakan implikasi dari gerakan Roh Kudus agar bergerak merenovasi dan meratifikasi kehidupan yang lama menjadi lebih baru, segar dan berpengharapan.

Akibat lebih fatal adalah orang tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki diri dan hidup. Dosa tidak melakukan apa-apa ini merupakan ancaman terbesar zaman ini yang menuntut partisipasi kita dalam membarui wajah dunia menjadi lebih beradab dan manusiawi.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 7 Juli 2021: Wajah Belas Kasih

Mari kita salibkan sikap masa bodoh, cuek dan tidak melakukan apa-apa untuk membangkitkan harapan hidup yang baru.

Ketika kita tidak melakukan apa-apa, dosa itu mematikan keberadaan kita sebagai murid Kristus. Kita telah mendapatkan banyak rahmat dari Tuhan yang mesti menerbitkan tanggung jawab lebih besar dalam kerja konkret demi pemurnian wajah Kerajaan Allah.

Mari kita bangkitkan harapan hidup baru dengan mengasihi sesama yang menderita selama masa pandemi Covid-19 ini.

Masa bodoh adalah dosa yang akan mematikan peradaban kemanusiaan kita. Yesus butuh tindakan nyata belas kasih sebagai ungkapan tobat. *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved