Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 11 Juli 2021: Spirit Pelayanan Tanpa Kemelekatan
Menjadi pelayan publik itu mulia. Kesempatan untuk mengabdikan diri demi kebaikan bersama. Bukan kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Renungan Harian Katolik Minggu 11 Juli 2021: Spirit Pelayanan Tanpa Kemelekatan
Oleh: RD. Siprianus S. Senda*
POS-KUPANG.COM - Menjadi pelayan publik itu mulia. Kesempatan untuk mengabdikan diri demi kebaikan bersama. Bukan kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Maka ideal pelayan publik adalah yang sudah selesai dengan dirinya. Tak ada pamrih. Tak ada keinginan memperkaya diri.
Sudah selesai dengan diri adalah ungkapan yang menunjukkan kematangan pribadi sebagai seseorang yang tidak berorientasi pada keuntungan diri, melainkan memberi diri untuk kepentingan umum.
Menjadi pelayan publik yang memberi diri adalah sesuatu yang diharapkan masyarakat manusia zaman kini. Ketika orientasi mengeruk keuntungan material masih menguasai mental pejabat publik masa kini, spirit pemberian diri tanpa pamrih dalam pelayanan publik menjadi sesuatu yang sangat didambakan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 10 Juli 2021: Jangan Takut kepada Mereka yang Dapat Membunuh Tubuh
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat majemuk dari pelbagai sisi, termasuk sisi agama, pelayan publik yang selesai dengan diri akan mengedepankan nilai-nilai kebajikan dalam pelayanannya untuk menggapai cita-cita bersama yaitu bonum commune.
Spirit Pelayanan Menurut Injil
Perikop Markus 6:7-13 yang menjadi bacaan hari Minggu ini, mengetengahkan kisah mengenai perutusan para rasul. Perutusan itu adalah sebuah perutusan pelayanan injil.
Para rasul diutus berdua-dua untuk melaksanakan pelayanan publik yang berjiwakan injil Kerajaan Allah. Mereka diutus untuk menghadirkan wawasan hidup injili dan tatanan hidup cinta kasih yang memerdekakan manusia dari perbudakan dosa, kungkungan egoisme, belenggu penyakit dan penindasan iblis.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 10 Juli 2021: Hidup yang Menginspirasi
Pelayanan mereka adalah pelayanan publik yang transformatif, mengikuti teladan sang Guru, Yesus yang mengutus mereka.
Menarik untuk dicermati, dalam amanat perutusan sebelum melepas mereka pergi, Yesus menyampaikan beberapa persyaratan untuk dilaksanakan agar mereka berhasil dalam perutusan pelayanan itu.
Syarat-syarat itu mencakup beberapa hal.
Pertama, diutus berdua-dua. Tidak sendirian. Berpasangan untuk saling melengkapi, saling membantu, saling mengawasi, untuk tetap berada pada koridor pelayanan yang dikehendaki Tuhan.
Kedua, sarana material seadanya dan seperlunya. Tidak berlebihan. Pas-pas untuk kebutuhan dasar tanpa mengganggu prioritas pelayanan publik yang diemban.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 10 Juli 2021: Tak Lebih dari Guru
Dengan demikian tidak ada orientasi mengejar materi dari pelayanan publik yang dipercayakan tersebut. Sekaligus tidak ada kemelekatan pada sarana material. Hati bersih dari dari keserakahan.
Keserakahan adalah akar korupsi, manipulasi jabatan, orientasi materi, dan sejenisnya yang mengeroposkan kualitas pelayanan publik. Bebas dari kemelekatan material adalah kunci keberhasilan dalam pelayanan.
Komitmen pelayanan tidak terganggu oleh kecenderungan materialistik yang menggoda. Tetap fokus pada pelayanan tulus penuh pengorbanan untuk kebaikan bersama.
Ketiga, percayakan hidup kepada penyelenggaraan ilahi. Dia yang mengutus tidak akan membiarkan yang diutus mati karena kelaparan atau kekurangan sarana material.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 9 Juli 2021: Domba Bisa Kalahkan Serigala
Percaya akan jaminan kesejahteraan yang diberikan Tuhan membuat pelayan publik tidak memanipulasi jabatan untuk mengeruk keuntungan material. Tuhan menyediakan semua yang dibutuhkan secukupnya.
Maka sikap percaya pada Tuhan adalah prinsip dasar dalam pelayanan. Tidak ada kekhawatiran akan jaminan kesejahteraan karena semuanya cukup dan tersedia apa adanya. Tidak berlebihan, tidak pula berkekurangan.
Dia sendiri telah bersabda, "Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu!" (Mat 6:33).
Para murid yang diutus hendaknya fokus pada pelayanan. Maka segala kebutuhannya akan terpenuhi oleh Tuhan dengan cara-Nya yang ajaib.
Spirit Pelayanan Tanpa Kemelekatan
Inspirasi injil di atas menegaskan pentingnya spirit pelayanan tanpa kemelekatan. Yesus adalah teladan pelayanan tanpa kemelekatan pada apapun dan siapapun. Dia melayani tanpa pamrih.
PelayananNya tidak berorientasi mengumpulkan kekayaan pribadi, melainkan untuk keselamatan manusia.
Teladan Yesus dalam pelayanan ini diteruskan oleh para rasul yang diutus. Mereka saling bekerjasama dalam melayani dengan orientasi pada kebaikan sesama.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 8 Juli 2021: Pergi dan Diutus
Spirit pelayanan tanpa kemelekatan telah diberikan oleh Yesus sebelum mereka berangkat melayani. Rambu-rambu telah diberikan. Siapa mentaati rambu-rambu itu, pelayanannya akan berjalan sebagaimana mestinya. Tidak hanya berkualitas, tetapi juga berbuah kebaikan bagi kesejahteraan publik.
Inspirasi pelayanan tanpa kemelekatan pada harta dunia dan sejenisnya sungguh relevan dalam dunia masa kini. Pelayan publik yang telah selesai dengan dirinya tidak tergoda untuk melekat pada kepentingan materialistik.
Spirit pelayanan tanpa kemelekatan akan mengantarnya ke dalam kiprah dan kinerja pelayanan bermutu dengan orientasi pada kesejahteraan publik. Bonum commune.
Teladan Yesus dan para rasul dalam hal melayani tetap aktual dalam kehidupan masa kini. Setiap murid Kristus maupun siapa saja yang berkehendak baik untuk memajukan kesejahteraan publik, mendapat inspirasi berharga untuk melayani tanpa kemelekatan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 7 Juli 2021: Starting Twelve
Spirit ini tetap relevan dan terus-menerus diupayakan dalam kehidupan bersama. Semakin banyak pelayan publik, entah di bidang agama maupun bidang sosial kemasyarakatan, yang memiliki dan menghayati spirit ini, semakin besar pula terwujudnya bonum commune dalam hidup bersama.
Tugas kita bersama adalah bagaimana menghasilkan para pelayan publik yang memiliki spirit melayani tanpa kemelekatan.
Pendidikan formal, informal dan non formal kiranya perlu menanamkan aspek pendidikan karakter, khususnya spirit melayani tanpa pamrih, untuk proses dimaksud. Proses ini dimulai dari diri sendiri. Markimul.... Mari kita mulai! *
* Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang