Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 4 Juli 2021: Terbuka

Mudik atau pulang kampung menjadi momen paling membahagiakan. Orang Larantuka menyebutnya dengan ungkapan “bale nagi.” Sebuah saat kembali ke asal

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Mereka semakin tidak percaya ketika Yesus menyebut dirinya utusan Allah yang dapat mengajarkan kebenaran. “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk 6:3a).

Kemarahan semakin memuncak ketika Yesus menyatakan bahwa Roh Tuhan ada pada-Nya, mengklaim diri-Nya sebagai Sang Pembebas yang diutus dari Allah, yang menggenapi nubuat dalam kitab nabi Yesaya untuk menyatakan tahun rahmat Tuhan. Artinya, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah.

Bagi orang Yahudi, seseorang yang menyatakan dirinya utusan Allah itu dianggap dosa besar. Melanggar Hukum Taurat khususnya perintah pertama karena menyamakan diri dengan Allah.

Baca juga: Renungan Harian Katolik 1 Juli 2021: Bangunlah, Angkatlah Tempat Tidurmu dan Pulanglah ke Rumahmu

Mesias yang ada dalam batok kepala mereka adalah utusan Allah itu orang yang perkasa dengan lukisan militeristik yang seram. Seorang anak tukang kayu tidak mungkin mendapatkan karunia sebesar itu.

Gambaran mesianik bernada militeristik ini semakin menggumpalkan amarah di ubun-ubun orang-orang kampung Nazaret yang sesungguhnya kosong juga. Mereka semakin panik ketika Yesus menyinggung bahwa orang yang menolak diri-Nya sama dengan menolak Allah.

Kedegilan hati mereka membuat mereka tidak sanggup memahami rahasia inkarnasi Allah dalam diri Yesus yang hanya memakai rahim Maria untuk memasuki haribaan dunia.

Pesan apa yang kita gali dari narasi penolakan Yesus oleh orang-orang-Nya sendiri di kampung kelahirannya?

Pertama, ketika manusia berpatokan pada penilaian lahiriah dan dangkal yang telah bercokol akut dalam pikiran dan seolah menjadi kebenaran mutlak, hilanglah ruang bagi kehadiran orang lain yang bisa saja membawa rahmat perubahan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 1 Juli 2021: Pembakar Semangat

Orang lain adalah bagian utuh dari kehadiran kita. Betapa pun tidak masuk hitungan kita. Orang bijak pernah mengingatkan kita bahwa setan pun penting agar kita mampu menguasai diri.

Kebenaran kadang hadir melalui orang yang justru berada di luar jangkauan memori kita. Menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber kebenaran berarti menempatkan diri seperti pulau terpencil di atas hamparan laut kehidupan yang sarat misteri.

Orang lain adalah rahmat untuk merenungi dan merefleksikan siapakah kita di hadapan Allah yang hadir juga dalam diri sesama.

Keterbatasan orang lain adalah ruang bagi kita untuk memenuhkannya. Keterbatasan dan kekurangan kita menjadi momen bagi orang lain untuk “menyempurnakannya.”

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Sabtu 26 Juni 2021: Katakan Saja

Orang rendah hati dan bijaksana akan melihat orang lain sebagai kritik konstruktif, peringatan bagi keangkuhannya.

Kedua, rahmat Allah itu hanya dapat bekerja ketika manusia terbuka hatinya. Yesus urung melakukan mukjizat di Nazaret karena hati mereka degil, angkuh dan dangkal.

Titik air yang jatuh terus menerus akan mampu melobangi batu yang keras karena batu itu pun terbuka menerima kehadiran titik-titik air yang setia itu.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved