Sandiaga Uno Apresiasi Inovasi Olah Sampah Pemkab Ende

Pemerintah Kabupaten Ende ( Pemkab Ende), Nusa Tenggara Timur ( NTT) punya inovasi yang saat ini tengah dijalankan, yakni TOSS

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
Foto Arief Noerhidayat untuk POS-KUPANG.COM
Pelatihan membuat pellet biomasa Desa Keliwumbu, Kabupaten Ende. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti

POS-KUPANG.COM, ENDE - Pemerintah Kabupaten Ende ( Pemkab Ende), Nusa Tenggara Timur ( NTT) punya inovasi yang saat ini tengah dijalankan, yakni TOSS atau Teknologi Olah Sampah di Sumbernya.

TOSS di Ende sudah mulai dikembangkan, sejak pertengahan 2020. Pemerintah Kabupaten Ende, bersinergi dengan PLN UPK Flores Barat, Startup Company Comestoarra dan Komunitas Anak Cinta Lingkungan (Acil) Ende.

Sampah biomasa seperti, dedaunan, ranting kayu, limbah pertanian seperti jerami dan sebagainya diolah menjadi pellet biomasa.

Menariknya, Ende menjadi Kabupaten pertama di Indonesia yang menjalankan program TOSS secara lengkap, mulai dari pengolahan hingga pemanfaatannya.

Baca juga: KPK Minta Pemkab Ende Serius Jalankan Program Cegah Korupsi, Bupati Ungkap Kekecewaan

 

Pemanfaatan TOSS yang saat ini dikembangkan yakni pellet biomasa untuk co-firing subtitusi batu bara di PLTU Ropa, Kecamatan Maurole dan untuk bahan bakar kompor.

Co-firing di PLTU Ropa sudah dua kali dijalankan, perdana dilaksanakan pada Januari 2021 sebanyak 14 ton pellet.

Co-firing kedua, pada Jumat 25 Juni 2021. Pellet yang digunakan sebanyak 30 ton yang diproduksi oleh masyarakat Kabupaten Ende dalam pendampingan Dinas Lingkungan Hidup Ende, PLN UPK Flores dan Comestoarra.

Rangkaian Cofiring kedua dibingkai dalam kegiatan 'Eduwisata TOSS Ende'. Eduwisata berlangsung selama lima hari 24 hingga 28 Juni 2021.

Baca juga: Pemkab Ende Refocusing 48 Miliar untuk Tangani Covid-19

Pemerintah Kabupaten Ende bermaksud menjadikan TOSS sebagai Eduwisata, tidak hanya pemanfaatan saja.

Gagasan ini kemudian diapresiasi oleh Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang hadir secara virtual dalam rangkaian kegiatan Eduwisata tersebut.

Menurut Sandi TOSS merupakan bagian dari aspek menjaga keberlanjutan lingkungan pariwisata.

Selain Sandiaga Uno, kegiatan ini juga diikuti Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri, Hamdani, Rosa Vivien Ratnawati, Derektur Jendral PLSB3 Kementerian Lingkungan Hidup.

Selain itu, Wahyu Jatmiko, GM PLN UW NTT, Ashin Sidqi, Direktur Utama PT. Indonesia Power, Supriadi Legino, Komisaris pengagas TOSS dan Listrik Kerakyatan /Komisaris Utama Comestoarra.com dan Bupati Ende Djafar Achmad.

Implementasi program TOSS yang menyita perhatian masyarakat yakni pellet biomasa untuk bahan bakar kompor, karena ini bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat.

Inovasi ini bisa jadi solusi kelangkaan minyak tanah di Kabupaten Ende. Kompor berbahan bakar pellet pun diproduksi sendiri menggunakan bahan metal dan ada juga lebih murah dan sederhana yakni dari tanah liat.

Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, sejak 2020 lalu, sudah didampingi dan dilatih membuat pellet biomasa oleh PLN UPK Flores, CEO startup company comestoarra Arief Noerhidayat dan timnya serta Dinas Lingkungan Hidup Ende.

Mereka juga melatih dan mendampingi SMKN 2 Ende untuk pengembangan kompor berbahan bakar pellet. Kompor diproduksi SMKN 2 Ende bahan dasarnya metal.

Dalam rangkaian, Eduwisata TOSS ini, Desa Keliwumbu dilauching menjadi Desa TOSS. Dalam kesempatan yang sama launching kompor yang diproduksi SMKN 2 Ende yang ditandai pembagian kompor kepada masyarakat.

CEO startup company comestoarra Arief Noerhidayat, kepada POS-KUPANG.COM, Rabu 30 Juni 2021, menerangkan, pengembangan TOSS di Ende sangat pesat, karena sangat cocok dengan kultur, kearifan lokal setempat.

Menurutnya, dalam berbagai uji coba dan pendampingan, warga Desa Keliwumbu sangat antusias dan senang memasak menggunakan pellet biomasa. Pendampingan pembuatan pellet pun, kata Arief berjalan lancar karena warga cepat memahami.

"Tinggal dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah untuk terus mengembangkan TOSS ini," kata Arief.

Lantas bagaimana agar program ini bisa berkesinambungan, Arief menerangkan, dari sisi kearifan lokal dan lingkungan di Ende, sebenarnya sangat mendukung program ini bisa berkesinambungan.

"Untuk pemanfaatannya di sini ada PLTU Ropa, lalu masyarakat juga membutuhkan kompor, solusi kelangkaan minyak tanah, ini juga tentu mendukung," ujarnya.

Belum lagi, kata Arief, sejumlah Kementrian, antara lain, Pariwisata, ESDM, Lingkungan Hidup dan Kemendagri sangat mendukung program TOSS.

Arief mengatakan, warga senang gunakan pellet karena lebih hemat ketimbang minyak tanah atau kayu bakar. Dengan memakai pelet, lanjutnya, mereka sekaligus dapat menjaga kebersihan lingkungan serta mengurangi emisi karbon.

Stefanus Retang, salah satu anak muda Desa Keliwumbu anggota TOSS Keliwumbu, sangat senang, ketika sejak awal dilatih dan didampingi membuat pellet. Dia kini sangat piawai membuat pellet.

Dia katakan, Desember 2020 di desanya telah dibangun tempat pengolahan sampah. "Saya dan teman-teman sangat antusias membantu tim PLN untuk segera membangun pengolahan sampah," ujar Stefanus.

Stefanus menerangkan, warga desa Keliwumbu cukup kewalahan selama ini memasak menggunakan kayu bakar atau kompor berbahan bakar minyak tanah, karena cukup susah, apalagi harga minyak tanah naik turun.

Dia merincikan, satu jerigen isi 5 liter minyak tanah harganya, Rp. 35.000. Dalam sebulan, lanjutnya, warga bisa habiskan uang Rp. 200.000 untuk beli minyak tanah.

"Kalau minyak tanah sedang langka harganya bisa mencapai sampai Rp. 10 ribu per liter. Kalau pakai pellet lebih hebat dan mudah," ungkapnya.

Sejak TOSS masuk di Keliwumbu, Stefanus, mengatakan, sudah ada 8 orang warga, termasuk dirinya menjadi pengelola pengolahan sampah dan mendapat pelatihan untuk pembuatan pelet dengan memanfaatkan sampah biomassa.

" Kami pakai sampah rumah tangga dan rumput yang memang banyak di desa kami," ungkapnya.

Lanjutnya, sehari mereka bisa menghasilkan sebanyak 2 ton pelet biomasa. 80 persen untuk PLTU Ropa dan sisanya untuk kebutuhan warga sebagai bahan bakar rumah tangga.

Manager PLN UPK Flores, Lambok Siregar menjelaskan, awalnya PLN membangun pengolahan sampah di Desa Keliwumbu guna membantu mengelola sampah biomassa menjadi pelet.

"Pelet tersebut lalu dijadikan bahan bakar pengganti di PLTU Ropa," ungkapnya.

Dalam perjalanan waktu, kata Lambok, pelet sampah, kemudian dicoba untuk bahan bakar kompor. Antusias dan kebutuhan warga, menjadi alasan utama kemudian dikembangkan.

Menurutnya, respon Pemkab Ende luar biasa. Bahkan, kata Lambok, Bupati Ende ingin agar 2030 di NTT subsidi bahan bakar minyak tanah m bisa turun hingga 50 persen.

Dia menerangkan, dengan penggunaan pelet diharapkan bisa membantu meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Jika daya beli masyarakat membaik tentu saja pertumbuhan penjualan listrik juga bisa terdongkrak.

"Kami sudah hitung selisih BPP (Biaya Pokok Produksi) dengan pemakaian pelet itu sekitar Rp 130 juta per tahun. Tetapi dengan tumbuhnya UMKM, pembuatan pelet, produksi kompor maka penjualan listrik PLN bisa meningkat mencapai Rp 2,1 miliar," ungkap Lambok. (*)

Berita Kabupaten Ende Lainnya

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved