Orang Tua Bayi yang Hidup Tanpa Lubang Anus di Kabupaten Manggarai Barat - NTT Butuh Uluran Tangan

Orang Tua Bayi yang Hidup Tanpa Lubang Anus di Kabupaten Manggarai Barat Butuh Uluran Tangan Beatrix Indah, seorang bayi di Kampung Naba RT

Editor: Ferry Ndoen
pk/gecio viana
Foto bersama Yohanes Surdi (kanan) dan Edelberta Suriani (kiri) serta anaknya Beatrix Indah yang lahir tanpa lubang anus di kediaman di Kampung Naba RT 008 RW 04 Dusun Longgo, Desa Compang Longgo, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) Minggu, 27 Juni 2021. 

"3 malam istri saya di rumah sakit, mereka (petugas medis) tanya sudah wc besar dan kecil? kami bilang sudah, tapi kami tidak cek. Mereka juga tidak lihat untuk pastikan, tapi kami lihat sempat ada wc besar," jelas Yohanes meniru percakapan dengan petugas medis di RSUD Komodo Labuan Bajo.

Yohanes mengisahkan, ia merupakan orang pertama yang mengetahui sang buah hati tidak memiliki lubang anus, setelah seminggu berada di kediamannya.

Dikisahkan, saat membersihkan kotoran Beatrix, ia terkejut karena tidak menemukan lubang anus di tubuh bayi mungilnya.

Hal inilah yang menjadi penyebab Beatrice yang selalu menangis saat hendak bab.

"Kami panik dan semua (keluarga) menangis dengan keadaan anak ini. Kalau dia mau wc besar, dia nangis setengah mati. Dalam satu hari bisa wc 2 kali, kadang 3 kali," tutur Yohanes.

Bersama istrinya, ia membawa Beatrix untuk konsultasi dan menjalani perawatan di RSUD Komodo Labuan Bajo.

Namun demikian, saat itu ia hanya bertemu dengan dokter umum, dan ia diinformasikan untuk bertemu dengan dokter bedah untuk selanjutnya menjalani operasi.

Anjuran serupa juga disampaikan pihak Puskesmas Benteng dan petugas rumah kesehatan lainnya, bahwa Beatrix harus menjalani operasi.

Namun, kondisi ekonomi yang tergolong tidak mampu, ia pun mengaku hanya bisa pasrah.

Yohanes merupakan petani yang memiliki luas lahan lahan sepertiga hektare, yang hasilnya dicukupkan untuk kebutuhan konsumsi anggota keluarga.

Untuk menambah penghasilan, ia pun bekerja sebagai penambang pasir dengan penghasilan yang tidak menentu.

"Kami pikir, kalau tidak di RS Siloam Labuan Bajo atau rumah sakit di Bali, saya pikir cari uang dulu. Dari Puskesmas Benteng juga katakan untuk operasi. Mereka tahu, bidan di polindes, kenapa tidak operasi, kami mau tapi bagaimana uang, karena butuh uang banyak. Waktu lahir itu saya sudah urus BPJS untuk anak saya," jelasnya.

Pihaknya berharap, dukungan semua pihak termasuk dermawan dan Pemda Mabar untuk dapat membantu kesembuhan anaknya.

"Harapan kami, anak ini sembuh. Tapi mau bagaimana, anak ini tetap begini kalau saya tidak punya uang. Karena jujur, saat dia mau wc besar menangis, sampai keluar keringatnya, kalau wc besar (feses) keras, sangat sakit luar biasa," ungkapnya.

Hal senada disampaikan sang ibu, Edelberta Suriani, ia menuturkan sering menitikkan air mata saat melihat anaknya yang tumbuh dan berkembang tidak seperti anak pada umumnya.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved