Opini Pos Kupang
Mencermati Pertumbuhan Ekonomi NTT Q1-2021
Terdapat tanda pemulihan ekonomi NTT pada kuartal 1 (Q1) tahun 2021. Saat pertumbuhan ekonomi nasional (Q1-2021) negatif 0,74 persen
Oleh: Frits O Fanggidae (Dosen Fakultas Ekonomi UKAW Kupang)
POS-KUPANG.COM - Terdapat tanda pemulihan ekonomi NTT pada kuartal 1 (Q1) tahun 2021. Pada saat pertumbuhan ekonomi nasional (Q1-2021) negatif 0,74 persen, pertumbuhan ekonomi NTT, bersama sembilan provinsi lainnya positif, betapapun angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai NTT baru sebesar 0,12 persen atau peringkat kesembilan dari 10 provinsi yang bertumbuh positif.
Apakah sinyal pertumbuhan ekonomi positif ini akan berlanjut pada Q2-2021, kita tunggu rilis BPS NTT pada awal Juli 2021.
Sambil menanti, mari kita simak sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 0,12 persen tersebut, baik dari sisi lapangan usaha (produksi) maupun pengeluaran. Informasi tentang sumber pertumbuhan ekonomi yang dimaksud akan memberi gambaran tentang landasan perekonomian NTT.
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), terdapat 7 (tujuh) LU yang bertumbuh positif, yaitu pertanian; pertambangan dan penggalian; listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan suransi, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Baca juga: Luhut Binsar Panjaitan: Pertumbuhan Ekonomi Belum Sesuai Harapan
Di antara 7 (tujuh) LU tersebut, sumber pertumbuhan terbesar berasal dari pertanian (2,14 persen), informasi dan komunikasi (0,99 persen) serta jasa keuangan dan asuransi (0,47 persen).
Sumbangan 4 (empat) LU lainnya sangat kecil. Sementara itu 10 LU lainnya mengalami pertumbuhan negatif, dan 4 (empat) diantaranya, yaitu transportasi dan pergudangan (-0,89 persen); administrasi pemerintahan (-0,62 persen); konstruksi (-0,61 persen), serta perdagangan besar dan eceran (0,44 persen), tercatat sebagai penyumbang pertumbuhan negatif terbesar.
Dari sisi pengeluaran, terdapat 7 (tujuh) komponen pengeluaran yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu: Pengeluaran Konsumsi RT; Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Pemerintah; Pengeluaran Konsumsi Pemerintah; Pembentukan Modal Tetap Bruto; Perubahan Inventori; Ekspor Barang dan Jasa; serta Impor Barang dan Jasa.
Pada Q1-2021, semua komponen pengeluaran tersebut bertumbuh negatif. Akan tetapi dibanding Q1-2020, nilai PDRB Q1-2021 (harga konstan) sedikit lebih besar yaitu Rp. 16.767 milyar dibanding PDRB Q1-2020 sebesar Rp. 16.748 milyar.
Baca juga: Akibat Covid-19, Pertumbuhan Ekonomi Ngada Tahun 2020 Turun 0,04 Persen
Terdapat kenaikan sebesar Rp19 yang menghasilkan pertumbuhan positif sebesar 0,12 persen. Penyebab utama selisih tersebut adalah menurunnya impor barang dan jasa dari Q1-2020 ke Q1-2021.
Karena itu dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi 0,12 persen tersebut disebabkan impor barang dan jasa yang berkurang.
Bagaimana prospek pertumbuhan ekonomi pada Q2-2021 dan seterusnya? Pertanian sudah pasti akan memberi sumbangan positif, mengingat saat ini sedang masa panen musim tanam pertama.
Selain pertanian, LU transportasi dan pergudangan serta perdagangan besar dan eceran yang bertumbuh negatif pada Q1-2021, diperkirakan belum bisa memberi kontribusi positif, mengingat trend pembatasan aktivitas sosial-ekonomi semakin diperketat. LU yang masih bisa diandalkan adalah administrasi pemerintahan dan konstruksi.
Dari sisi pengeluaran, kontribusi LU administrasi pemerintahan dan konstruksi sangat dipengaruhi komponen pengeluaran konsumsi dan belanja modal pemerintah untuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Berkaitan dengan PMTB, perlu dicatat bahwa kontribusi belanja modal melalui APBD relatif kecil.
Kontribusi terbesar berasal dari belanja modal pemerintah pusat melalui APBN. Dalam situasi pembatasan seperti ini, pengeluaran sektor swasta yang merupakan bagian dari komponen pengeluaran lembaga non pemerintah sulit diandalkan.
Karena itu yang bisa diandalkan dalam situasi seperti ini adalah komponen pengeluaran konsumsi dan belanja modal pemerintah (pusat dan daerah).
Selanjutnya percepatan pengeluaran konsumsi dan belanja modal pemerintah akan memperbesar aliran dana kedalam masyarakat, sehingga melalui mekanisme transfer, akan meningkatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga, yang dalam kondisi normal menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang diandalkan.
Bagaimana dengan ekspor dan impor barang dan jasa? Ekspor barang dan jasa masih terkendala pembatasan dari sisi transportasi, sehingga yang bisa didorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah mengurangi impor barang dan jasa, sebagaimana terjadi pada Q1-2021.
Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi pada Q2-2021, dari sisi LU masih tergantung pada pertanian dan perbaikan dalam administrasi pemerintahan dan konstruksi. Dari sisi pengeluaran tergantung pada konsumsi dan belanja modal pemerintah.
Data per April 2021, realisasi belanja modal pemerintah pusat untuk infrastruktur sebesar 42,37 persen; belanja dana BOS 28,60 persen; realisasi dana desa 12,35% dan realisasi DAK fisik 0,42 persen.
Sementara itu realisasi belanja pemerintah provinsi per Juni 2021 sekitar 24 persen. Uraian di atas menunjukkan betapa landasan pertumbuhan ekonomi NTT melulu bertumpu pada sektor pertanian dan konsumsi/belanja modal pemerintah.
Kondisi demikian sejatinya sudah berlangsung lama sebelum terjadinya pandemik Covid 19. Landasan ekonomi yang terbentuk kurang kuat dan kurang berorientasi pada pembentukan nilai tambah.
Komoditas yang diekspor umumnya bahan baku dengan nilai tambah yang relatif rendah. Dukungan industri pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah sangat kecil.
Hal penting yang perlu dicermati dari uraian diatas adalah dalam jangka yang sangat pendek, harus terjadi percepatan pengeluaran konsumsi dan belanja modal pemerintah, sehingga konsumsi rumah tangga dapat meningkat.
Inilah yang akan menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif pada Q2-2021. Sementara dalam jangka menengah dan panjang, landasan ekonomi harus cepat berubah dan berorientasi pada penciptaan nilai tambah.
Pada sisi hilir, pariwisata menjanjikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru, tetapi hal ini baru akan terwujud bila didukung dengan penguatan sisi hulu dan antara, dimana sektor pertanian dalam arti luas dan industri pengolahan harus bersisnergi kuat dengan perdagangan untuk menghasilkan dan mendistrubusikan produk olahan dengan nilai tambah yang tinggi. *
Baca Opini Pos Kupang Lainnya