Opini Pos Kupang

Menjaring Ancaman Genting Stunting

BKKBN merespon tuntutan Presiden Jokowi untuk memimpin pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Indonesia

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Oleh: Eduardus Johanes Sahagun (Calon Widyaiswara Perwakilan BKKBN Provinsi NTT)

POS-KUPANG.COM - Sejak ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk memimpin pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Indonesia, maka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN) kemudian merespon kepercayaan tersebut sebagai suatu tanggungjawab besar yang harus direalisasikan.

Karena itu, program percepatan penurunan stunting kemudian menjadi program prioritas utama di tahun ini bersamaan dengan pelaksanaan program Pendataan Keluarga 2021 (PK-21) yang telah dilaksanakan pada 1 April s/d 31 Mei lalu.

Sesuai instruksi Presiden, target penurunan angka stunting adalah mencapai angka 14 persen di tahun 2024.

Sedang, untuk di NTT sendiri, target angka stunting yang diinstruksikan oleh Gubernur harus turun menjadi 15 persen di tahun 2022 dan 9 persen di tahun 2023.

Baca juga: BKKBN Rampungkan Pendataan Keluarga 2021: Marianus Tahu Keluarga Penderita Stunting

 

Target ini tentu tidak mudah, sehingga perlu kerja sama, dukungan, dan keseriusan banyak mitra, (tidak hanya BKKBN) dalam mewujudkan target tersebut.

Menindaklanjuti hal ini, maka bentuk sosialisasi BKKBN kepada masyarakat, kini tidak hanya mengenai program Keluarga Berencana (KB), tetapi juga akan dibarengi dengan sosialisasi tentang pemberdayaan ketahanan keluarga, sebab keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan, di mana persemaian nilai-nilai agama, kemanusiaan, keadilan sosial dan nilai moral secara praktis akan berproses dalam keluarga.

Keluarga juga merupakan pranata sosial pertama dan utama yang mengemban fungsi strategis dalam membekali nilai-nilai kehidupan bagi pribadi yang tengah tumbuh dan berkembang mencari makna dalam perjalanan hidupnya, sehingga terbentuklah pribadi berkualitas sejak dini-pribadi yang tidak mengalami gizi buruk apalagi stunting.

Karena itu, menyongsong peringatan Hari Keluarga Nasional ke-28, pada 29 Juni 2021 mendatang, tema yang dangkat adalah `Keluarga Keren, Cegah Stunting'.

Baca juga: Wabup Kabupaten Kupang Ingatkan Kepala BP4D dan Kadinkes Evaluasi Program Stunting

Salah satu halurgen yang wajib diperhatikan agar anak-anak kita tidak stunting adalah cakupan gizi dan nutrisi yang seimbang. Betapa tidak, gizi merupakan salah satu indikator penting dalam perkembangan dan pertumbuhan generasi milenial di masa mendatang.

Usia yang sangat penting untuk mendapatkan gizi optimal adalah usia balita, sebab pada usia tersebut proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi dengan sangat pesat.

Pada masa itu, balita membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak, karena balita umumnya mempunyai aktivitas fisik yang tinggi dan masih dalam proses belajar. Jika asupan gizi tidak optimal, maka anak-anak kita akan mengalami stunting.

Dalam arti yang sederhana, stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadi kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Millennium Challenga Account, 2014).

Baca juga: Bupati Hery Minta Dinkes Gandeng Pihak Lain Untuk Turunkan AKI, AKB dan Stunting

Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian ibu dan bayi, menyebabkan penderitanya mudah sakit, dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.

Perlu diketahui bahwa kejadian stunting pada balita lebih sering terjadi pada usia 12-59 bulan dibandingkan balita usia 0-24 bulan. Kejadian stunting dapat meningkatkan risiko terhambatnya pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik/mental.

Problematika stunting merupakan gambaran status gizi kurang yang berkepanjangan selama periode paling genting dari pertumbuhan dan perkembangan diawal kehidupan.

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun balita.

Salah satu faktor adalah jumlah balita (anak) yang banyak dalam satu keluarga, sehingga berpengaruh pada pola pertumbuhan balita. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan keluarga akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan menjadi tidak merata.

Namun begitu, balita yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit belum tentu terbebas dari stunting. Karena bisa jadi, faktor pembagian makanan yang kurang adil dapat juga mengakibatkan balita tersebut mendapatkan jumlah makanan yang kurang, sehingga asupan gizinya pun kurang.

Selain itu, pola asuh yang salah seperti membiasakan anak yang lebih tua mendapatkan jumlah makanan yang lebih banyak di bandingkan dengan anak yang lebih muda (balita) dapat juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah kejadian stunting pada balita.

Inilah yang kemudian menjadi salah satu prioritas utama BKKBN dalam program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), di mana jumlah anak dan jarak kelahiran haruslah diatur secara bijak oleh setiap keluarga.

Kalau melihat fakta di Provinsi kita NTT, saat ini isu stunting dan gizi buruk kronis menjadi perhatian serius, sehingga menjadi salah satu Program Prioritas Nasional.

Sejak tahun 2017, BKKBN menjadi salah satu dari 23 Kementerian/Lembaga yang masuk dalam tim intervensi penanganan stunting. Perwakilan BKKBN Provinsi NTT di tahun 2019 memberi lokus stunting di 160 kabupaten/kota.

Selanjutnya, di tahun 2020, lokus pencegahan stunting bertambah menjadi 260 kabupaten/kota. Lokus pencegahan stunting tersebut tersebar di 21 kabupaten se-Provinsi NTT dengan total sasaran adalah 117.606 keluarga.

Target ini diarahkan pada 140 desa yang memiliki angka stunting cukup tinggi, (Artikel berita Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, 24/2/2020).

Intervensi yang dilakukan oleh BKKBN pada dasarnya diarahkan pada upaya preventif melalui promosi dan KIE pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sejak kehamilan sampai anak berusia 2 tahun.

Harapan terbesar dari upaya preventif ini adalah keberhasilan proses pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode emas. Ketercukupan nutrisi pada1000 HPK merupakan hal yang sangat penting karena bisa mencegah stunting atau gagal tumbuh pada anak. Pasalnya, stunting dapat terjadi sejak awal kehamilan jika terjadi hambatan pertumbuhan pada janin dalam kandungan.

Maka dari itu, baik ibu maupun keluarga harus memastikan agar nutrisi yang diperoleh untuk janin tercukupi dengan baik. Misalnya mengonsumsi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral secara seimbang.

Di samping itu, para ibu harus memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada anak sampai umur 6 bulan, dan setelah umur 6 bulan diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.

Lebaih lanjut, para ibu harus rutin memantau pertumbuhan balita di posyandu. Selain itu, pencegahan stunting juga dilakukan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi NTT secara langsung kepada remaja putri sebagai calon ibu, melalui pendekatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) dan Bina Keluarga Remaja (BKR) dengan total kelompokdi NTT yang menjadi sasaran sebanyak 786 kelompok.

Dengan demikian, untuk bisa mencapai NTT yang bebas stunting, memang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Bahkan agar program tersebut bisa terealisasi secara optimal, maka perlu ada pendampingan dan pembinaan secara berkelanjutan.

Karena itu, kita perlu membangun niat bersama, agar pemenuhan gizi bagi setiap anak di NTT terpenuhi. Kalau kita bekerjasama, dan memberi edukasi yang terencana, hemat saya, generasi milenial kita akan menjadi pribadi yang cerdas, sehat, kuat, dan tangguh. *

Opini Pos Kupang Lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved