KKB Papua Ultimatum Pendatang Segera Tinggalkan Bumi Cendrawasi Bila Tak Mau Mati,Jawbanan Polri?
Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua memberi ultimatum bagi warga pendatang yang bukan asli orang papua harus segela meninggalkan bumi cendrawa
Jejak masyarakat non-Papua di Bumi Cendrawasih
Papua tidak lagi menjadi milik Orang Asli Papua (OAP) sudah sejak pemerintah kolonial Belanda berkuasa.
Saat itu orang Belanda tidak punya cukup dana menduduki bumi Cendrawasih meski sudah didesak agar segera memperluas wilayah jajahan.
Akhirnya program kolonisasi dilakukan lewat pemindahan penduduk dari Jawa ke Papua.
Sejak saat itu pemindahan suku Jawa ke Papua dimulai, dari sebuah agenda pemanjangan tangan pemerintah kolonial guna mengontrol sebuah wilayah.
Pulau Jawa saat itu sudah padat penduduk karena menjadi pusat pemerintahan kolonial dan menjadi peradaban Nusantara.
Sentimen Orang Asli Papua sebenarnya merujuk pada tanah, yang disebut mereka sebagai mama seperti di banyak lagu populer di Papua.
Tanah adalah sumber kehidupan, dasar budaya dan sayangnya imajinasi kebangsaan dan masa depan orang Papua.
Sebelum Belanda datang tanah menjadi milik orang Papua dengan sistem kepemilikan kolektif seperti suku-suku dan marga-marga, kemudian misionaris Kristen datang dan 'membeli' tanah dari orang Papua lewat barter.
Pemerintah Belanda kemudian mendirikan pos pemerintahan di atas tanah orang Papua kemudian menerapkan hukum agraria 1870 yang berlaku di wilayah jajahan Hindia Belanda.
Setelah menguasai seluruh tanah di Papua dan diklaim sebagai wilayah Belanda, transmigran Eropa dari Belanda dan orang-orang Jawa didatangkan.
Tanah-tanah di Manokwari, Merauke, dan Jayapura dibuka untuk perkebunan-perkebunan kolonial dengan melibatkan investor transnasional.
Keadaan ini berlanjut ketika Indonesia sudah merdeka dan Papua masuk ke Indonesia di tahun 1961.
Sejak pengalihan resmi wilayah Papua dari Belanda ke PBB melalui UNTEA lalu ke Indonesia, semua hukum Indonesia berlaku di Papua termasuk hukum agraria.
Transmigrasi dilaksanakan juga oleh Presiden Soekarno, tidak hanya untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan pulau-pulau lain, tapi juga menjaga klaim wilayah atas Tanah Papua.