PPK Dinas PRKPP Kabupaten TTU Resmi Dipolisikan
PPK Dinas PRKPP Kabupaten TTU resmi dipolisikan oleh Frieds Silvester Nino di Mapolres TTU
Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | KEFAMENANU- Penjabat Pembuat Komitmen ( PPK) Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan ( Dinas PRKPP) Kabupaten Timor Tengah Utara ( Kabupaten TTU) Yosefat Amos resmi dipolisikan oleh Frieds Silvester Nino di Mapolres TTU pada, Senin, 07/06/2021.
Laporan tersebut tertuang dalam nomor laporan polisi ; STTLP/123/VI/2021/SPKT/Res. TTU/Polda NTT.
Berdasarkan rilis yang dikirim pengacara pelapor, Robert Salu, S. H., M. H dan Egiardus Bana, S. H., M. H kepada POS-KUPANG.COM, Selasa, 08/06/2021 menjelaskan, dirinya mendampingi klien bernama Frieds Silvester Nino sebagai Pelapor mendatangi Polres TTU guna melaporkan adanya dugaan tindak pidana Penyerobotan/Pengrusakan Tanah dengan terlapor Sdr. Yosefat Amos Pala Selaku PPK pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan/Dinas PRKPP Kabupaten TTU.
Baca juga: 6.444 Guru di Manggarai Sudah Divaksin Covid-19 Dosis I
Baca juga: Bupati Khristofel Praing Tanam Pisang di Kambera
Ia menambahkan, kronologi peristiwa hukum tersebut bermula pada tahun 2019 di mana Dinas PRKPP melakukan pembangunan paket pekerjaan pjalan lingkungan yang melintasi tanah milik klien Frieds Silvester Nino di Kelurahan Maubeli, Kecamatan Kota Kefamenanu.
Pemilik tanah dalam hal ini Frieds Silvester, lanjut Robert, menilai bahwa apa yang dilakukan oleh pihak PRKPP ini adalah baik adanya.
Pasalnya, pembangunan jalan dimaksud demi kepentingan umum. Namun sangat disayangkan adalah sikap Pihak terlapor yang secara diam-diam menyerobot dan merusak tanah milik kliennya demi pembangunan jalan tersebut dengan mengambil secara keseluruhan tanah milik pelapor dengan lebar kurang lebih 7 Meter dan panjang kurang lebih 86 Meter.
Baca juga: Kapolda NTT Perintahkan Perketat Pengawasan Jalur Keluar Masuk NTT
Baca juga: Kapolsek Nangaroro Benarkan Kasus Penikaman Kepsek SDI Ndora-Nagekeo
"Prinsipnya Klien kami secara sukarela mau memberikan sedikit tanahnya untuk pembangunan kepentingan Umum, namun tolonglah jangan tanah semua Klien kami dipakai habis," ungkap Robert dalam rilis tersebut.
Pelapor baru mengetahui kejadian tersebut setelah proses pembangunan jalan tersebut berakhir. Tetapi dengan itikad baik pelapor telah mencoba untuk mengajukan keberatan ke Dinas terkait untuk mencarikan solusi bersama, namun terlapor seolah-olah mendiamkan hal ini.
Menurut Robert, tindakan terlapor merupakan tindakan melanggar Hukum. Karena secara normatif seharusnya sebelum dilakukan pembangunan jalan dimaksud, wajib dilakukan terlebih dahulu proses pembebasan tanah.
"Perlu kami sampaikan bahwa pembebasan tanah secara normatif adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat pada pemegang hak/ klien kami dengan cara memberikan ganti kerugian," ujarnya.
Ia menjelaskan, Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara tegas menyatakan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak, dan bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Bahwa berdasarkan ketentuan dimaksud, maka pemerintah wajib memberi ganti rugi. Namun faktanya sampai saat ini pelapor belum mendapatkan ganti rugi dan tentunya pelapor tidak wajib melepaskan tanahnya.
Selain itu, Robert menerangkan, terlapor sebagai penanggungjawab pada Istansi yang memerlukan tanah tersebut seharusnya belum berhak dan atau belum dapat melakukan pembangunan jalan baru terhadap tanah tersebut sebelum dilakukan proses penggantian kerugian(Pasal 5 UU 2/2012) .
Bahwa pada hakekatnya di samping mempunyai nilai ekonomis, tanah juga mempunya nilai sosial. Artinya bahwa hak atas tanah tidaklah mutlak, Negara-pun harus menghormati hak-hak yang diberikan atas tanah kepada warga negaranya yang dijamin oleh Undang - Undang melalui proses ganti kerugian.
"Untuk itu kami sangat menyayangkan tindakan Pihak telapor yang secara diam- diam membangun tanpa terlebih dahulu memberitahuan kepada klien kami, sehingga jelas perbuatan yang dilakukan Pihak terlapor adalah perbuatan Melawan Hukum," umbar Robert.
Atas dasar hal inilah, Robert mendampingi kliennya untuk membuat laporan polisi dengan dasar ketentuan Pasal 170 tentang secara bersama- sama melakukan pengrusakan dan Pasal 406 KUHP tentang penyerobotan Tanah milik orang lain dengan ancaman maksimal 5, 6 Tahun Penjara. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon)