Ketua LPPKPD Heribertus Erik San Beri Catatan Kritis Program Petani Merdeka Oleh Pemda Manggarai
Ketua LPPKPD Heribertus Erik San Beri Catatan Kritis Terkait Program Petani Merdeka Oleh Pemda Manggarai
Penulis: Robert Ropo | Editor: Ferry Ndoen
Ketua LPPKPD Heribertus Erik San Beri Catatan Kritis Terkait Program Petani Merdeka Oleh Pemda Manggarai
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo
POS-KUPANG.COM | RUTENG---Pemerintah Kabupaten Manggarai telah menetapkan Pilot Project Program 'Petani Merdeka' dengan mendorong petani menggunakan pupuk non subsidi di tengah situasi kelangkaan pupuk bersubsidi.
Peluang penggunaan pupuk non subsidi menjadi salah satu solusi awal di tengah keterbatasan alokasi pupuk bersubsidi, meskipun beresiko membebani petani, terutama pada harga pupuk non subsidi yang lebih mahal. Supaya tidak terbebani dengan harga pupuk non subsidi, para petani ditawarkan untuk mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Hal ini dibahas oleh Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit dan Wakil Bupati Manggarai Heribertus Ngabut, dalam Rapat Koordinasi (RAKOR) terkait peluang penggunaan pupuk non subsidi, di Aula Ranaka, Kantor Bupati Manggarai, pada Jumat (4/6/2021).
Terkait hal ini Ketua Lembaga Pusat Pengkajian Kebijakan Pembagunan Daerah (LPPKPD), Heribertus Erik San, memberikan catatan kritis terhadap Pilot Project Program 'Petani Merdeka oleh Rezim Hery-Heri.
"Pemerintah Daerah Manggarai perlu terlebih dahulu melakukan studi komprehensif dan kajian yang mendalam sebelum implementasi program tersebut, terutama terkait aspek nasib petani sebagai sasaran program,"ungkap Heribertus Erik San kepada POS-KUPANG.COM, Selasa 8 Juni 2021.
Dikatakan Erik San, sebagai bagian dari kontrol publik, wacana Program 'Petani Merdeka' yang diinisiasi oleh Pemda Manggarai ini mendapatkan beberapa catatan kritis dan dapat menjadi bahan masukan untuk perbaikan program yakni, pertama, petani akan terbebani dengan cicilan dan bunga kredit KUR pembelian pupuk non subsidi yang mahal.
Dalam program 'Petani Merdeka' petani ditawarkan untuk mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) guna pembelian pupuk non subsidi. Alasan tawaran kredit KUR agar memudahkan petani mendapatkan uang untuk pembelian pupuk non subsidi.
Baca juga: Tangani 11 Kasus Dugaan Korupsi, Inspektorat Daerah Flotim Ngaku Kekurangan Anggaran
Namun menurut Erik San, hal ini bukannya meringankan petani, namun tawaran ini akan semakin membebankan dan membuat petani terjerit karena kewajiban membayar cicilan dan bunga kredit KUR. Sepanjang musim tanam maupun panen petani akan membayar cicilan kredit maupun bunga kredit KUR pupuk non subsidi tersebut.
Baca juga: Polres Sumba Timur Terus Mengusut Dugaan Pembunuhan di Lewa Tidahu, Sumba Timur - NTT
"Yang menjadi masalahnya, ketika petani misalnya gagal panen atau hasil panen kurang karena berbagai factor (alam/cuaca/hama/pupuk), sementara pada saat yang bersamaan mereka dituntut untuk bayar kredit KUR. Lalu bagaimana solusi pembayaran atau pelunasan kreditnya (?) 'Kerja/usaha petani dapat dikatakan hanya untuk bayar cicilan dan bunga kredit pupuk non subsidi setiap musim tanam dan panen (?)', padahal uang hasil panenan petani syogyanya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup rumah tangga, sembako, pendidikan anak, kesehatan, social kemasyarakatan, dan lainnya,"ungkap Erik San.
Baca juga: Info Spot : Timnas Indonesia Dibantai Vietnam 4-0, Shin Tae-yong Malah Trending Dibela Netizen
Baca juga: Penalti 3 Detik hingga Insiden Baju Balap Terbuka, Pebalap Fabio Quartararo Gagal Naik Podium
Catatan kritis yang kedua, kata Erik San, perbaiki sistem manajemen pendistribusian dan penggunaan pupuk duhulu. Karena menurutnya, Program pemerintah dalam mendorong penggunakan pupuk non subsidi melalui program 'Petani Merdeka' tidak akan menjawab masalah kelangkaan pupuk yang terjadi, apabila masalah sistem manajemen pendistribusian dan penggunaan pupuk tidak diselesaikan dengan tuntas.
"Yang menjadi akar persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi selama ini, salah satunya sistem manajemen di lapangan yang buruk, mulai dari proses pendataan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), pendistribusian hingga masalah pengawasan internal dan eksternal. Dalam pengisian RDKK petani dipandu oleh PPL setempat, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa titik lemah dalam pengisian RDKK,"ungkap Erik San.
Menurut Erik San adapun titik lemah dalam pengisian. RDKK itu antara lain pertama, keterlambatan dalam mengisi RDKK karena tidak ada PPL yang mendampingi petani atau tidak ada dana khusus bagi petugas. Kedua data RDKK tidak diperbaharuhi setiap musim tanam, masih menggunakan data RDKK tahun sebelumnya padahal setiap musim tanam tentu ada lahan garapan tambahan atau dialih-fungsikan, sehingga luas lahan berbeda dan mempengaruhi jumlah kebutuhan pupuk bersubsidi.
Ketiga, petani tidak serius mengisi RDKK, karena menurut mereka tanpa mengisi RDKK mereka tetap mendapat jatah pupuk bersubsidi, dan seandainya tidak masuk dalam RDKK mereka tetap bisa membeli pupuk di kios/pengecer resmi. Keempat pupuk yang diusulkan dalam RDKK tidak terserap sepenuhnya, hal ini disebabkan jumlah pupuk bersubsidi yang ada di RDKK lebih banyak dibandingkan yang dibutuhkan ataupun sebaliknya jumlah pupuk bersubsidi kurang, tidak sesuai alokasi permintaan.