Breaking News

Revisi UU KPK

Mahfud MD Tuding DPR & Parpol Biang Kerok Revisi UU KPK,Disebut Halangi Jokowi Terbitkan Perppu KPK 

Mahfud MD tuding DPR & Parpol biang kerok Revisi UU KPK, disebut halangi Jokowi terbitkan Perppu KPK 

Editor: Adiana Ahmad
Tribunnews.com
Mahfud MD Tuding DPR & Parpol Biang Kerok Revisi UU KPK,Disebut Halangi Jokowi Terbitkan Perppu KPK  

Mahfud MD Tuding DPR & Parpol Biang Kerok Revisi UU KPK,Disebut Halangi Jokowi Terbitkan Perppu KPK 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Polemik TWK di KPK yang menyebabkan sejumlah pegawai KPK teranca, dipecat berawal dari revisi UU KPK.

Tak mau  Presiden Jokowi disalahkan, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, DPR dan parpol sebenarnya yang menyebabkan revisi UU KPK.

Dikatakan Mahfud, Presiden Jokowi sebenarnya sudah akan menerbitkan Perppu pembatalan revisi UU KPK. Namun keingingan Preiden Jokowi itu ditentang DPR dan Parpol.

Menanggapi tudingan Mahfud MD, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Didik Mukrianto malah mengungkapkan hal sebaliknya.

Menurut Didik Murianto, Presiden Jokowi seharusnya tidak membutuhkan persetujuan DPR karena penerbitan Perppu merupakan hak prerogatif Presiden. 

Baca juga: Dipecat dari KPK, Novel Baswedan Digadang-gadang Jadi Jaksa Agung, Mahfud MD: Kalau Saya Presiden

Baca juga: Terkatung-Katung Pasca Polemik TWK, ICW Kritik KPK Lebih 500 Hari Tak Berhasil Ringkus Harun Masiku

"Bahwa berdasarkan Padal 22 ayat (1) UUD 1945, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga menegaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Atas dasar itu, loud and clear Perppu menjadi hak prerogatif Presiden, dan tidak perlu persetujuan DPR saat pengeluaran Perppu," ujar Didik, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).

Namun memang, kata Didik, berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011, Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR.

Akan tetapi, Didik mengatakan Presiden punya dasar untuk menggunakan hak prerogatifnya apabila menganggap bahwa pemberantasan korupsi sedang dalam kondisi yang bahaya karena dirasa UU yang ada, tidak mampu dijadikan pedoman, dan jika Presiden mengganggap kondisinya sangat mendesak dan pemberantasan korupsi dalam kegentingan yang memaksa.

Politikus Demokrat itu menilai seharusnya Pemerintah tidak perlu ragu sedikitpun apabila syarat formil dan materiilnya terpenuhi.

Baca juga: Polemik TWK, Mahfud MD Sebut Ulah Koruptor yang Dendam dan Takut Ketahuan, Kini Bersatu Lemahkan KPK

Baca juga: Bela Jokowi, Mahfud MD Tuding DPR dan Parpol Penyebab Polemik TWK di KPK, Singgung Revisi UU KPK

Selain itu, menurutnya DPR juga akan sangat rasional dan tidak punya alasan untuk tidak mendukung setiap upaya penguatan pemberantasan korupsi, jika saatnya nanti DPR harus mengambil sikap terkait dengan standing Perppu.

"Terlalu prematur, jika Pemerintah sudah menilai sikap DPR terkait dengan Perppu karena kewenangan DPR untuk setuju atau tidak setelah Perppu dikeluarkan Presiden," jelas Didik.

"Apakah sikap pemerintah yang demikian adalah bagian keragu-raguan? Bisa jadi demikian, namun saya rasa jika Pemerintah dan Presiden yakin bahwa Pemberantasan Korupsi sedang dalam kondisi bahaya, atas nama negara dan pemerintah, Presiden harus berani mengambil keputusan dan langkah cepat, tepat dan terukur," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait polemik yang muncul di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved