Opini Pos Kupang
Lingkungan Hidup, Laudato Si dan Kepekaan Merawat Bumi
Perhatian itu tidak bisa ditawar-tawar karena Lingkungan Hidup merupakan tempat di mana manusia hidup
Oleh : Rully Raki, Akademisi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) St. Ursula Ende
POS-KUPANG.COM - Lingkungan hidup menjadi entitas yang penting untuk diperhatikan. Perhatian itu tidak bisa ditawar-tawar karena Lingkungan Hidup merupakan tempat di mana manusia hidup. Hal ini menandaskan bahwa kehidupan manusia tidak bisa berdiri secara independen tanpa Lingkungan Hidup.
Hal itu membuat manusia mesti melihat sebagai agenda yang penting untuk mejaga lingkungan hidup. Itu semakin mendesak ketika melihat terdapat fakta masifnya kerusakan lingkungan hidup.
Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia ini, saya teringat kegiatan yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu. Di pertengahan bulan Mei lalu, bersama dengan Polres Ende dan Komunitas Anak Cinta Lingkungan Hidup Ende (Acil), Kampus STPM St. Ursula Ende mengadakan gerakan kebersihan. Gerakan ini dibuat pada salah satu area pantai kota Ende.
Kegiatan ini diadakan dalam kaitan dengan Tahun Peringatan Khusus Laudato Si, sebuah Ensiklik yang diterbitkan Paus Fransiskus dalam kaitan dengan pelestarian lingkungan hidup.
Baca juga: Pantas Krisdayanti Sampai Rela Tinggalkan Musisi Papan Atas Demi Raul Lemos, Tengok Masa Muda Raul
Baca juga: Dilema KBM Tatap Muka
Ensiklik Laudato Si yang berarti Terpujilah Engkau, merupakan madah dari St. Fransiskus dari Asisi. Dalam madahnya, St. Fransiskus ingin mengajak dan mengingatkan tentang eksistensi bumi dan alamnya sebagai rumah bersama. Rumah bersama ini seperti saudara dan saudari yang berbagai hidup. Ia ialah ibu yang selalu menyambut dengan tangan yang terbuka.
Di situ St. Fransiskus dengan tegas mengatakan, Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan" (Seri Dokumen Gerja, Laudato Si, 2016:1) Paus Fransiskus kemudian menegaskan kembali ajakan St Fransiskus dengan menerbitkan Ensklik Laudato Si, pada 24 Mei 2016.
Melalui dokumennya Paus Fransiskus berbicara tentang perlunya menumbuhkan rasa prihatin dan peduli yang kolektif untuk mengaja keberlangsungan dan kelestarian bumi sebagai rumah bersama.
Bukan tidak berdasar, hal itu muncul oleh kecemasan pada fakta krisis dan degradasi lingkungan hidup, akibat kerakusan dan kekeliruan manusia dalam mengintepretasi relasinya yang hakiki dengan bumi ini.
Ancaman Lingkungan Hidup
Fakta tentang rusaknya lingkungan hidup bukanlah narasi baru. Selain bencana, salah satu penyebabnya adalah berbagai macam aktivitas manusia. Salah satunya ialah aktivitas seperti penebangan hutan untuk perdagangan maupun pertambangan.
Baca juga: Promo Alfamart Terbaru Senin 7 Juni 2021, Ada Voucher Cashbak 10%, Nikmati Promo Serba 10ribu
Baca juga: Rossi Melorot Posisi 11, Quartararo Raih Waktu Tercepat, Hasil Kualifikasi MotoGP Catalunya 2021
Berdasarkan data World Resources Institute, antara tahun 2019 dan 2020 hutan tropis kehilangan 12,2 juta hektare untuk wilayah tutupan. Deforestasi ini terjadi akibat aktivitas tambang, penebangan ilegal maupun kebakaran hutan.
Hilangnya hutan ini membuat tidak ada penahan polusi sehingga polusi yang muncul bisa sebesar 2.64 Gt CO2 atau setara dengan emisi tahunan yang dihasilkan oleh 570 juta mobil (https://research.wri.org).
Selain itu, aktivias rumah tangga pun berdampak pada pencemaran lingkungan karena menyumbangkan 62 persen sampah. Hal ini terjadi karena data dari BPS menunjukkan bahwa ada sekitar 66, 8 persen sampah yang dibakar.
Data dari Katadata Insight Center (KIC) beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa dalam satu jam Indonesia bisa memproduksi 7.300 ton sampah. Setidaknya ada sehari sampah yang dihasilkan adalah 175.200 ton (Wulandari, 2020).
Kita bisa menghitung jumlah sampah yang dihasilkan dalam seminggu, sebulan atau setahun. Ini menyumbang polusi udara dan pencemaran lingkungan yang amat berbahaya bagi bumi ini.
Berkaitan dengan hal di atas, Paus Fransiskus juga menegaskan, bahwa ancaman terhadap Bumi bisa dilacak sejak dikeluarkannya Dokumen Pacem In Teris oleh Paus Yohanes XXIII. Beliau menegaskan tentang bahaya nuklir yang mengancam manusia dan dunia.
Seruan awasan ini dilanjutkan tahun 1971 oleh Paus Paulus VI memperingatkan tentang masalah ekologi akibat eksploitasi sembarangan manusia yang menghancurkan alam dan berpotensi menghancurkan dirinya sendiri, saat berbicara untuk Food and Agricultur Organization di PBB.
Semua tindakan penghancuran itu membutuhkan tindakan pertobatan ekologis sebagaimana yang diserukan oleh Paus Yohanes Paulus II. Bahwa manusia butuh bertobat dari segala tindakan penghancuran pada alam yang disebabkan oleh kemajuan dan kemutakhiran ilmu pengetahuan yang dihasilkan manusia itu sendiri. (Alviano, 2015)
Dengan menaruh bumi atau lingkungan hidup pada titik poros Ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus lantas membangkitkan kesadaran eksistensi bumi sebagai rumah bersama yang berada di ambang jurang kehancuran akibat ulah manusia. Ulah ini yang kemudian bisa membawa kehancuran pada manusia itu sendiri.
Tidak perlu jauh-jauh, mengambil sampel kerusakan dan ancaman pada alam dan manusia itu. Masih segar dalam ingatan warga NTT tentang badai Seroja yang menghantam dan meluluhlantakan beberapa wilayah di NTT. Berdasarkan laporan dari BMKG kemunculan Seroja juga merupakan hasil dari perubahan iklim global dimana suhu di bumi yang makin memanas baik di lautan maupun di darat (Gatra.com/6/4/2021).
Kepekaan dan Kepedulian Merawat Bumi
Fakta kerusakan lingkungan hidup maupun bencana sebagai konsekuensinya bukanlah hal remeh temeh. Ini mesti mengusik hati dan kepekaan manusia untuk merawat bumi. Di sini, rasa peduli manusia dalam bentuk tindakan merawat bumi mesti jadi adalah agenda yang mendesak.
Tepat kiranya jika Paus Fransiskus mengingatkan kembali urgenisitas kemendesakan merawat rumah bersama dalam dokumen Laudato Si.
Untuk mewujudnyatakan intensi di atas, beberapa hal bisa dilakukan. Pertama, perlu ada usaha-usaha bersama untuk merawat bumi. Tindakan ini tidak wajib dalam skala besar. Usaha-usaha kecil dan yang bersifat sporadis pun bisa membantu. Kegiatan kerja bakti seperti yang dicontohkan tadi bisa menjadi salah satu aksi nyata.
Kedua, untuk mendukung usaha menjaga kebersihan atau merawat bumi perlu disokong pemerintah. Pemerintah perlu secara lebih serius mengurusi pengelolaan sampah. Dalam konteks menjaga kebersihan pantai misalnya, terutama di wilayah perkotaan, permintah perlu mengadakan program penyediaan tempat sampah. Tempat sampah ini bisa ditaruh di lokasi rekreasi seperti di pantai.
Selain itu perlu juga ada plakat besar atau himbauan larangan untuk membuang sampah. Larangan ini bisa ditambah dengan motivasi yang mendidik untuk menjaga lingkungan. Ini penting karena fakta menunjukkan bahwa di daerah pantai tempat kerja bakti yang pernah kami dibuat, sepertinya tidak ada tempat sampah umum ataupun larangan untuk membuang sampah. Ini bisa membuat orang tidak merasa bersalah untuk membuang sampah seenaknya.
Ketiga, perlu ada kegiatan menumbuhkan kepekaan sosial kolektif terhadap lingkungan hidup dengan membuat program bersama untuk merawat bumi. Kegiatan ini mesti diinisiasi oleh lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi atau lembaga yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Program merawat bumi ini bisa dibuat dengan mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan secara rutin oleh lembaga-lembaga tadi.
Keempat, perlu ada kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kaitan dengan sampah. Ini bisa dibuat baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan seperti kampus atau lembaga swadaya masyarakat perlu membuat kegiatan pengolahan dan daur ulang sampah. Ini bisa dibuat dengan pelatihan-pelatihan pada masyarakat untuk memanfaatkan lagi sampah-sampah.
Kegiatan ini selain memberikan pengetahuan dan keterampilan tetapi juga bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang menjaga lingkungan dan membawa keuntungan ekonomi apabila bahan olahan dari sampah itu bisa dijual.
Tindakan-tindakan di atas bisa menjadi sumbangsih yang sederhana bagi usaha merawat bumi. Ini penting karena dengan merawat bumi, kita merawat hidup kita, pun hidup dan masa depan anak-cucu kita ke depan.
Mengulang ajakan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si, mari kita merawat bumi sebagai rumah bersama kita karena alam adalah anugerah dari Tuhan yang mesti dikelola dan dimanfaatkan secara bertunggungjawab. (*)