Dukung Diversifikasi Pangan, Petani Milenial Sumba Barat Daya Kembangkan TORAKUR
Dukung diversifikasi pangan, petani milenial Sumba Barat Daya kembangkan TORAKUR
Dukung diversifikasi pangan, petani milenial Sumba Barat Daya kembangkan TORAKUR
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pangan merupakan kebutuhan utama dan menjadi suatu keharusan. Penyediaan pangan di tengah pandemi juga merupakan suatu keniscayaan, terutama kecenderungan pada pangan lokal.
Untuk itu berbagai upaya dilakukan. Hal ini dibuktikan oleh Kelompok Tani Tunas Muda berlokasi di Desa Ramadana di Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur yang saat ini mengembangkan Torakur yaitu olahan pangan berbahan dasar tomat.
Olahan ini dilatarbelakangi dari banyaknya panen tomat di daerah tersebut dan keinginan para petani milenial yang tergabung dalam Kelompok tani ini untuk mendapatkan nilai tambah. Jumlah anggota kelompok tani ini sebanyak 23 orang, dengan usia anggota rata-rata di bawah 39 tahun.
Baca juga: Viral Video Bupati Alor di NTT Marah terhadap Menteri Risma dan Usir Staf Kemensos, Kenapa?
Baca juga: KFC Promo Hanya Hari Ini 1 Juni Ice Cream Vanilla Sensasi Crunchy Toping Coklat Rp 13 Ribuan
Menanggapi tentang ini, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya diversifikasi pangan melalui optimalisasi potensi dan keragaman sumber daya lokal sebagai salah satu strategi ketahanan pangan, terlebih di tengah pandemi covid-19.
"Ayo genjot terus produksi pangan lokal apalagi pandemi Covid-19 masih berlangsung, ini menjadi momentum tepat untuk kita memproduksi pangan lokal baik dari on-farm maupun off-farm", ujar Mentan SYL.
Ditambahkan oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi yang menegaskan disituasi saat ini Petani diharapkan untuk terus menggenjot produksi pangan lokal. "Apalagi Indonesia kaya akan pangan lokal seperti sagu, singkong, jagung, ubi, dan lainnya. Penyuluh juga diharapkan terus mendampingi petani untuk gencar produksi pangan lokal, seperti halnya yang dilakukan di Sumba Barat Daya ini", tegas Dedi.
Baca juga: Setelah Berada di Dalam Tahanan, Begini Kondisi Kesehatan Eks Sekretaris Umum FPI Munarman
Baca juga: Rekor Aset Kopdit Obor Mas Terwujud di Masa Pandemi
Visi misi untuk memenuhi kebutuhan pangan di Sumba Barat Daya terus diwujudkan, dan ke depan Poktan ini berharap bisa menjualnya ke luar NTT yaitu pulau Bima, NTT dan wilayah Indonesia lainnya.
Ketua Poktan, Steven Gh. Mbora mengatakan bahwa meskipun sudah lumayan banyak, tetapi tetap belum bisa memenuhi kebutuhan pasar. "Kurangnya modal, peralatan, pelatihan dan inovasi teknologi, merupakan kendala kami dapat mencukupi kebutuhan pasar", papar Steven.
Ditambahkannya saat ini beruntung, penyuluh pertanian BPP Loura membantunya melalui pelatihan diversifikasi pangan, salah satunya Teknik mengolah dan membuat TORAKUR (Tomat Rasa Kurma) yang merupakan hasil produk olahan tomat. Teknik pembuatan Torakur ini sebenarnya sederhana. Hanya dengan air, gula, kapur, tomat dan kompor, Torakur bisa diproduksi.
Selain kembangkan Torakur, Poktan ini juga bergerak dalam bidang hortikultura lainnya seperti cabai, dan bawang merah. Sampai pertengahan tahun ini pun sudah dipanen sebanyak kurang lebih 4 ton yang dipasarkan di pasar-pasar di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Namun, produksi torakur ini juga dihadapkan dengan tantangan pemasaran dan branding dari produk ini sendiri.
"Tantangannya adalah bagaimana mengenalkan dan memasarkan torakur utama kepada masyarakat Sumba Barat Daya dan bagaimana bisa membuat sebuah branding atau packaging sehingga Torakur bisa minimal diketahui masyarakat bahkan bisa laku di pasaran", imbuh Steven.
Sementara Koordinator penyuluh di BPP Loura, Petrus Talu menyatakan bahwa sebagai Poktan Tunas Muda ini sangat potensial sehingga harus mendapatkan pendampingan dari Dinas dan penyuluh.
"Ketika mereka (petani milenial) bisa menjual produk olahan akan lebih karena nilai jual akan lebih bertambah dibandingkan dengan menjual sayuran segar", kata Petrus.
Ke depannya, Poktan Muda ini akan berproses menjadi Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) sehingga bisa menjadi sebuah korporasi petani dan bisa mengatasi masalah berupa pemasaran dan branding produk melalui korporasi tersebut. (*)