Bebatuan Dalam Kawah Kelimutu Kabupaten Ende Mulai Terlihat, Air Menyusut dan Keruh
memiliki tiga kawah, masing - masing dengan warna air yang berbeda - beda dan seringkali terjadi perubahan warna dan tone warna.
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Rosalina Woso
Perlu Dilakukan Seremoni Adat
Selain melakukan penelitian secara ilmiah, lanjut Vinsen, Pemda Ende dan instansi terkait juga perlu menggandeng masyarakat dan tetua adat Lio untuk menggelar seremoni atau ritual adat.

Vinsen katakan, keberadaan Danau Kelimutu tidak lepas dari kepercayaan dan kearifan lokal suku Lio.
Danau Kelimutu kawah tiga yang permukaan airnya turun dalam bahasa setempat 'Tiwu Ata Mbupu'.
Suku Lio percaya bahwa Danau Kelimutu menyimpan aura mistis karena merupakan tempat persemayaman terakhir dari jiwa-jiwa orang yang meninggal.
Danau dalam bahasa Lio, Tiwu. Kelimutu merupakan gabungan dari dua kata yakni Keli yang artinya gunung dan Mutu yang artinya mendidih.
Kawah satu, Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal.
Kawah dua "Tiwu Ata Polo" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan baik terhadap alam maupun manusia.
Sedangkan kawah tiga "Tiwu Ata Mbupu" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua atau lansia.
Vinsen mengatakan, selama ini memang sering dilakukan seremoni adat 'Pati Ka' setiap tahun. Namun seremoni adat terkait dengan kejadian penurunan permukaan air, perdana.
Dia katakan, seremoni adat dilakukan untuk meminta bantuan dan tuntunan leluhur. Menurut hal ini perlu, mengingat masyarakat suku Lio begitu menyatu dengan danau Kelimutu.
DPRD Sudah Gelar RDP
Terkait fenomena penurunan permukaan air Danau Kelimutu kawah tiga DPRD Kabupaten Ende sudah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang sidang Kantor DPRD Ende, Selasa 25 Mei 2021.
RDP menghadirkan Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, SGI, BVMG, TNK, camat Ndona Timur, Camat Kelimutu dan Perkumpulan Pelaku Pariwisata Moni Kelimutu (P3MK).
RDP ini dipimpin oleh Maximus Deki (Wakil Ketua Komisi II) didampingi Vinsen Sangu (Ketua Komisi III) dan Ibu Hj. Silya D. Indradewa (Wakil Ketua Komisi I) serta dihadiri kurang lebih 16 orang anggota DPRD).
Perwakilan P3MK, Hans, menjelaskan telah terjadi menurunnya debit air di tiwu ata mbupu (danau orang tua) danau kelimutu.
Baca juga: Kelimutu Ende, Taman Nasional Pertama yang Kantongi Sertifikasi CHSE
Kejadian ini sudah terjadi di dua tahun terakhir ini. Saat ini debit air danau kelimutu tersebut menurun sekitar 5 meter. Menurutnya, P3MK sudah melakukan langkah-langkah persuasif dan kekeluargaab melalui kunjungan dan berdialog baik dgn TNK maupun badan vulkanologi. Bagi P3MK, balai TNK adalah orang tua yang menjaga dan melindungi anaknya bernama danau kelimutu, terkesan di mata P3MK bersikap apatis, duduk dan melihat saja.
Beberapa poin RDP antara lain,
1. Pemerintah Daerah, BVMG, dan TNK diminta segera melakukan kajian ilmiah atas dampak menurunnya debit air Danau Kelimutu. Kajian Ilmiah tersebut diminta untuk dilakukan oleh tim independen baik lembaga perguruan tinggi maupun lembaga riset lainnya yang memiliki kompentensi dibidangnya (Geologi, geokimia, geofisika). Dan hasil kajian ilmiah tersebut dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat umum
2. Pemerintah daerah dan TNK diminta untuk segera melaksanakan seremonial adat sesuai adat dan budaya setempat atas dampak menurunnya debit air di danau kelimutu tersebut.
3. Pemerintah daerah diminta untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin dan berkala, baik atas menurunnya debit air danau kelimutu maupun dampak lingkungan atas aktivitas pengeboran panas bumi mutubusa Sokoria di kecamatan Ndona Timur. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oris Goti)