Waspadai Lonjakan Covid-19 Menkes Minta Pemda Tingkatkan Tracing
Waspadai lonjakan kasus Covid-19, Menkes RI minta Pemda tingkatkan tracing
Waspadai lonjakan kasus Covid-19, Menkes RI minta Pemda tingkatkan tracing
POS-KUPANG.COM | JAKARTA -Presiden Joko Widodo ( Jokowi) mengatakan bahwa meskipun pemerintah telah mengeluarkan larangan mudik lebaran, masih terdapat 1,5 juta penduduk yang nekat pulang kampung pada Idul Fitri 2021.
"Tadi pagi saya mendapatkan data, data saya terima terdapat sekitar 1,5 juta orang yang mudik dalam kurun waktu 6 Mei sampai 17 Mei," kata Jokowi saat pengarahan kepada kepala daerah yang diunggah Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (18/5/2021).
Kepala Negara mengatakan bahwa jumlah tersebut turun setelah pemerintah mensosialisasikan larangan mudik. Sebelum ada larangan terdapat 33 persen masyarakat yang berkeinginan untuk pulang ke kampung halaman.
Baca juga: Teda Litik: Perlu Kesadaran Warga Akhiri Pandemi Covid-19
Baca juga: Walau KKB Papua Masih Beringas, Tapi Tak Ada Niat Terapkan Darurat Militer, Ini Penjelasan Mahfud MD
Setelah ada larangan jumlah masyarakat yang ingin mudik turun menjadi 11 persen. Setelah dilakukan sosialisasi, jumlahnya kembali turun menjadi 7 persen, sebelum kemudian turun menjadi 1,1 persen setelah dilakukan penyekatan.
"Memang 1,1 persen kelihatannya kecil sekali, tetapi kalau dijumlah ternyata masih besar sekali, 1,4 sekian juta, 1,5 juta orang yang masih mudik," kata Jokowi.
Presiden berharap banyaknya masyarakat yang mudik tidak membuat jumlah kasus aktif Covid-19 melonjak seperti pada tahun lalu. Apalagi kata Presiden kasus aktif di Indonesia sudah menurun setelah mencapai puncaknya pada 5 Februari lalu dengan jumlah 176 ribu kasus.
"Ini yang harus terus kita tekan agar semakin turun, semakin turun, semakin turun. Kita harus memiliki ketahanan, memiliki endurance, karena tidak mungkin selesai dalam waktu 1-2 bulan. Hati-hati gelombang kedua, gelombang ketiga di negara-negara tetangga kita sudah juga mulai melonjak drastis," ujarnya.
Baca juga: NEWS ANALYSIS DR Pius Weraman, M.Kes Ketua PAEI Cabang NTT: Tujuh Cara Mencegah
Baca juga: Dinas Peternakan Kabupaten TTS Laksanakan Pencangan Vaksinasi SE
Jokowi juga mengingatkan kepala daerah agar memiliki ketahanan dalam pengendalian Covid-19. Menurutnya penanganan Covid-19 tidak bisa selesai dalam satu atau dua bulan saja.
"Kita harus memiliki ketahanan, memiliki endurance karena tidak mungkin selesai dalam 1-2 bulan," kata Jokowi.
Presiden meminta kepala daerah waspada terhadap meluasnya penyebaran Covid-19. Sejumlah negara mengalami gelombang baru Pandemi Covid-19, termasuk negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura.
"Malaysia sudah lockdown sampai Juni. Singapura juga sudah lockdown sejak Mei dan semakin ketat pada minggu-minggu kemarin. Kita harus melihat tetangga-tetangga kita," katanya.
Sejumlah daerah dalam beberapa waktu ke belakang kata Presiden, mengalami peningkatan kasus Covid-19. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Maluku, Banten, NTB, Maluku Utara , Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
"Kelihatan dalam grafisnya, kurvanya semuanya kelihatan. Sekarang kita tandai merah dan hijau. Sebagian ada di Sumatera, sebagian besar dan ada di Jawa dan juga ada di Sulawesi dan Kalimantan," pungkas Jokowi.
Menkes Khawatir
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga mengkhawatirkan ledakan kasus Covid-19 di tanah air akan terjadi seiring banyak ditemukan kasus mutasi virus corona baru. "India kasus naik, Thailand naik, Singapura naik, negara Eropa semua naik karena ada mutasi baru," ujarnya.
Saat ini, Budi memaparkan di Indonesia ada 26 kasus yang teridentifikasi varian corona baru yakni 14 kasus B117, 10 kasus B1617, dan 2 kasus B1351. "Mutasi baru itu dari 4 yang bahaya, 3 sudah masuk Indonesia. Ada 26 sudah teridentifikasi, 2 diantaranya ada di Jawa Barat, daerah Karawang," terang mantan Wakil Menteri BUMN ini.
Mutasi baru ini telah banyak terbukti dapat meningkatkan jumlah kasus aktif Covid-19, lantaran memiliki kecepatan penularan yang tinggi. Untuk itu, ia meminta pemerintah daerah terus meningkatkan tracing dan test sementara masyarakat patuh pada protokol kesehatan.
"Kita mesti hati-hati. Caranya pakai masker untuk menahan laju penularan mutasi baru tetapi itu masyarakat. Untuk Dinas Kesehatan harus dilakukan testing dan tracingnya diperbanyak. Kalau kalau testingnya sedikit, itu bisa meledak. Apalagi dengan adanya mutasi baru kita harus lebih agresif," ungkap Budi.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher juga mengingatkan pemerintah agar mewaspadai potensi lonjakan kasus Covid-19 usai Idul Fitri.
"Larangan mudik yang diberlakukan pemerintah tidak berjalan efektif. Jutaan orang tetap mudik menjelang lebaran kemarin. Pemerintah harus mewaspadai dan mengantisipasi lonjakan kasus, apalagi dari tes acak yang dilakukan terhadap pemudik, ditemukan kasus positif dalam proporsi signifikan," kata Netty.
Potensi lonjakan kasus Covid-19 pasca lebaran, kata Netty dikuatkan dengan fakta membludaknya pengunjung di sejumlah tempat wisata saat libur lebaran.
"Sejumlah tempat wisata yang dibuka dibanjiri pengunjung. Pembatasan kapasitas tidak mampu menahan antusias masyarakat untuk berwisata. Petugas juga sampai kewalahan dan tidak sanggup menjaga penerapan prokes, sehingga yang terjadi adalah kerumunan yang lebih parah dari mudik. Ini harus menjadi catatan bagi pemerintah untuk menyiapkan skenario terburuk," katanya.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur dan SDM kesehatan dengan skenario terburuk agar Indonesia tidak berakhir seperti kasus 'tsunami' Covid-19 di India.
"Kalau kita sudah memikirkan skenario terburuk, kita tentunya akan lebih sigap lagi. Misalnya saja soal sistem dan fasilitas kesehatan kita, siap atau tidak? Tempat-tempat tidur dan ruang ICU di RS harus ditambah agar kita lebih siap jika terjadi lonjakan kasus. Jangan sampai kita seperti India yang kasusnya melonjak usai perayaan hari keagamaan," katanya.
Lebih lanjut, Netty meminta pemerintah meningkatkan tes Covid-19, khususnya kepada masyarakat yang kembali ke kota usai mudik dan yang pergi berwisata.
"Tingkatkan tes Covid-19 kepada mereka yang kembali dari mudik dan berwisata secara teliti. Bagi mereka yang terbukti positif harus diberlakukan isolasi dan diawasi secara ketat. Seharusnya pelacakan tidak hanya kepada mereka yang mudik, tapi juga bagi mereka yang terbukti berwisata ke tempat-tempat yang over kapasitas," ujarnya.
Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Australia, ledakan kasus Covid-19 akan terjadi.
Namun, tidak dapat dilihat dalam satu hingga dua minggu ini. Setidaknya ledakan besar infeksi Covid-19 akan nampak setelah satu hingga dua bulan berikutnya. Menurutnya penularan bahkan dilakukan oleh orang yang tidak bergejala. Angka ini mencapai hingga 80 persen.
"Sehingga ada potensi ledakan? Sangat jelas ada. Bukan mudik saja, tapi akumulasi setahun lalu seperti pilkada. Situasi ini terus bergerak dan akan meledak satu dua bulan," ujarnya, Selasa(18/5).
Menurut Dicky, dampaknya justru berada di rumah, karena masalahnya kebanyakan masyarakat Indonesia masih berupaya mengobati sendiri. Sehingga rumah sakit nampak sepi.
"Masyarakat kita lebih banyak mengobati diri sendiri. Jangan diharapakan dua tiga minggu kasus meningkat. Ini menyebabkan di rumah sakit tidak terlalu penuh. Karena masyarakat kita hanya di rumah saat sakit," katanya.
Menurut Dicky, perlu adanya perbaikan strategi. Terutama terkait program yang betul-betul melaksanakan deteksi sedari dini secara aktif ke rumah-rumah. (tribun network/ais/dit/rin/fik/wly)