Disebut 'Raja Bibi' Inilah Biodata Lengkap PM Israel Benjamin Netanyahu, Prajurit Handal Loh

Disebut 'Raja Bibi' Inilah Biodata Lengkap PM Israel Benjamin Netanyahu, Prajurit Handal Loh

Editor: maria anitoda
Yonathan SINDEL/POOL/AFP
Disebut 'Raja Bibi' Inilah Biodata Lengkap PM Israel Benjamin Netanyahu, Prajurit Handal Loh 

POS-KUPANG.COM - Disebut 'Raja Bibi' Inilah Biodata Lengkap PM Israel Benjamin Netanyahu, Prajurit Handal Loh

Benjamin Netanyahu merupakan Perdana Menteri Israel.

Biografi Benjamin Netanyahu

Baca juga: Upaya Israel Menghabisi Panglima Militer Hamas, Mohammed Deif, Si Kucing Pemilik 9 Nyawa

Pria kelahiran 21 Oktober 1949 di Tel Aviv, Israel ini dibesarkan di Yerusalem.

Benjamin Netanyahu tidak goyah pada kebijakannya di tengah kecaman internasional atas serangan Israel ke Gaza.

Dalam pidatonya di televisi dia mengklaim, "Kampanye kami melawan organisasi teroris terus berlanjut dengan kekuatan penuh. Kami bertindak sekarang, selama diperlukan, untuk memulihkan ketenangan dan ketentraman Anda, warga Israel. Ini akan memakan waktu."

Sementara itu, dia mengatakan hilangnya 188 nyawa, termasuk 55 anak, dalam serangan Israel ke Gaza seminggu terakhir sebagai suatu ketidaksengajaan.

Kampanye anti-terorisme, bukan pertama kali digaungkan pria, yang oleh pendukungnya disebut sebagai “Raja Bibi” ini.

Perjuangan melawan terorisme sudah dia mulai sejak menjadi prajurit muda. Isu keamanan ini juga menjadi pendorongnya untuk aktif di ranah politik Israel.

Bahkan jajak pendapat di Israel menilai keberhasilannya tidak terlepas dari citranya, sebagai orang yang paling bisa menjaga Israel dari kekuatan musuh di Timur Tengah.

Dia telah mendahulukan masalah keamanan di atas setiap diskusi perdamaian.

Pria 71 tahun ini, juga sudah sejak lama memperingatkan bahaya eksistensial bagi Israel dari Iran.

Prajurit berpengalaman

Baca juga: Komandan Tertinggi Israel, Benjamin Netanyahu Mantan Pasukan Elit Sebut 188 Korban Tak Disengaja

Masa kecil Benjamin Netanyahu dibesarkan di Yerusalem.

Tapi kemudian, Ayahnya, Benzion Netanyahu, mendapat posisi sebagai profesor sejarawan Yahudi di Philadelphia, Amerika Serikat (AS).

Di sana lah “Bibi” kecil menghabiskan sebagian besar masa remaja. Pada usia 18 tahun, dia kembali ke Israel.

Dia menghabiskan lima tahun berikutnya di ketentaraan, sampai menjabat sebagai kapten di unit elite Pasukan Pertahanan Israel, Sayeret Matkal.

Sejumlah operasi militer pernah dijalaninya.

Mulai dari serangan di bandara Beirut pada 1968.

Serta yang paling populer dalam pasukan operasi khusus penyelamatan jet penumpang Sabena, yang dibajak di bandara Tel Aviv pada 1972.

Aksi penyelamatan itu dikenal dengan nama sandi "Operasi Isotop," yang dipimpin oleh pemimpin masa depan Israel, Ehud Barak.

Kemudian pada 1973, Netanyahu mengambil bagian dalam perang Timur Tengah.

Setelah menyelesaikan dinas militer tersebut, Netanyahu kembali ke AS.

Dia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana dan master di Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Baca juga: Anak-anak Jadi Tameng Hidup, Pilot Tempur Israel Urungkan Niat Saat Akan Serang Hamas di Gaza

Dorongan anti-terorisme Pada 1976, dia sempat bekerja dengan Boston Consulting Group.

Tapi kabar buruk datang dari tanah airnya.

Saudara laki-laki tertuanya, Jonathan, terbunuh saat mencoba membebaskan sandera dari pesawat Air France yang dibajak di Uganda.

Kematian saudaranya berdampak besar pada keluarga Netanyahu. Kakaknya juga menjadi legendaris di Israel.

Netanyahu setelah itu menetap di Israel dan mendirikan lembaga anti-terorisme untuk mengenang saudaranya.

Upaya kontra terorisme internasional ini ternyata turut membantu meluncurkan karir politiknya.

 Hingga pada 1982, Netanyahu diutus menjadi wakil kepala misi Israel di Washington DC.

Sebagai orang yang fasih berbahasa Inggris dengan aksen Amerika yang khas, dia menjadi wajah yang dikenal di televisi AS dan menjadi perwakilan yang efektif bagi Israel.

Setelah bertugas di kedutaan Israel di Washington DC (1982-84), dia menjadi duta besar Israel untuk PBB (1984-88).

Selama berada di PBB, dia berhasil memimpin kampanye untuk mendeklasifikasi arsip PBB tentang kejahatan perang Nazi.

Pemimpin termuda

Netanyahu kemudian terpilih sebagai anggota Knesset (parlemen Israel) dari partai sayap kanan Likud.

Dia menjabat sebagai wakil menteri untuk urusan luar negeri pada 1988.

Lima tahun kemudian, dia terpilih sebagai ketua partai Likud.

Posisi ini sekaligus mendorongnya naik ke kontestasi pemimpin tertinggi Israel sebagai calon perdana menteri.

Baca juga: Terungkap Alasan Hizbullah Tak Bantu Hamas, Padahal Sama-sama Memusuhi Israel,Ini Masalahnya

Pada 1996, Netanyahu memenangkan Jabatan Perdana Menteri Israel.

Keberhasilan ini membawanya menjadi pemimpin termuda Israel, dan yang pertama lahir setelah negara itu didirikan pada 1948.

Netanyahu sempat mengkritik keras perjanjian perdamaian Oslo 1993 antara Israel dan Palestina.

Tapi untuk memajukan proses perdamaian dengan Palestina, dia akhirnya menandatangani kesepakatan, yang menyerahkan lebih dari 80 persen dari Hebron ke kendali Otoritas Palestina.

Selain itu, Netanyahu juga menyetujui penarikan lebih lanjut pasukan dari Tepi Barat yang diduduki Israel.

Kebijakan ini menimbulkan banyak pertentangan dari sayap kanan Israel.

Sementara di dalam negeri, dia memperluas privatisasi pemerintah, dan meliberalisasi mata uang, hingga mengurangi defisit “Negeri Zionis”.

Pada 1999, setelah mengadakan pemilu 17 bulan lebih awal dari seharusnya, Netanyahu dikalahkan oleh pemimpin Partai Buruh Ehud Barak, mantan komandannya.

Setelah kekalahan itu, Netanyahu mengundurkan diri sebagai pemimpin Likud dan digantikan oleh Ariel Sharon.

Namun, dia kembali masuk ke pemerintahan setelah Sharon terpilih sebagai perdana menteri pada 2001.

Kali ini Netanyahu menjabat sebagai menteri luar negeri dan kemudian sebagai menteri keuangan.

Pada 2005, dia mengundurkan diri sebagai protes atas penarikan Israel dari Jalur Gaza.

Pada 2009, Netanyahu kembali memenangkan kepemimpinan di partai Likud, dan terpilih sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya.

Setelah itu untuk pertama kalinya dia menyetujui pembekuan pembangunan selama 10 bulan di Tepi Barat.

Baca juga: Anak-anak Jadi Tameng Hidup, Pilot Tempur Israel Urungkan Niat Saat Akan Serang Hamas di Gaza

Periode itu, memungkinkan pembicaraan damai dengan Palestina.

Pemimpin Israel ini ketika itu menyerukan demiliterisasi Palestina, yang mengakui negara Yahudi.

Dalam pidatonya yang terkenal pada Juni 2009 di Universitas Bar-Ilan, dia berkata, "Saya mengatakan kepada Presiden Obama di Washington, jika kami (Israel) mendapatkan jaminan demiliterisasi (Palestina), dan jika Palestina mengakui Israel sebagai negara Yahudi, kami siap menyetujui perjanjian damai secara nyata."

Tetapi negosiasi gagal pada akhir 2010.

Dia kemudian memperkuat posisinya dengan menyatakan dalam wawancara radio pada 2019 bahwa "Negara Palestina tidak akan dibuat, tidak seperti yang dibicarakan orang.  Itu tidak akan terjadi."

Serangan ke Gaza

Serangan Palestina dan aksi militer Israel berulang kali membawa “Negeri Zionis” ke dalam konfrontasi di dalam dan sekitar Jalur Gaza, sebelum dan setelah Netanyahu kembali menjabat pada 2009.

Pada akhir 2012, ia memerintahkan serangan besar-besaran setelah eskalasi tembakan roket ke Israel.

Kekerasan lintas batas berkobar lagi dan setelah gelombang serangan roket pada Juli 2014.

Insiden ini kembali ditanggapinya dengan kampanye militer lainnya.

Perang 50 hari itu menewaskan lebih dari 2.100 warga Palestina, kebanyakan dari mereka warga sipil, menurut pejabat PBB dan Palestina.

Di pihak Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas.

Meskipun selama konflik Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat, sekutu terdekatnya, hubungan antara Netanyahu di masa Presiden Barack Obama terbilang sulit.

Hubungan keduanya menjadi sangat buruk ketika Netanyahu berpidato di depan Kongres AS pada Maret 2015.

Dia memperingatkan atas "kesepakatan buruk" yang timbul dari negosiasi AS dengan Iran atas program nuklirnya.

Pemerintahan Obama mengutuk kunjungan itu, serta menyebutnya sudah mengganggu dan merusak relasi.

Hambatan Dua Negara

Relasi AS dan Israel berubah di bawah Presiden AS Donald Trump.

Pada 6 Desember 2017, Presiden ke-45 AS itu mengumumkan pemerintahannya secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Langkah itu dikritik oleh Otoritas Palestina, dan sebagian besar negara anggota PBB, tetapi dipuji oleh para pemimpin Israel.

"Orang-orang Yahudi dan negara Yahudi akan selamanya bersyukur," kata Netanyahu dalam sebuah video.

Dia menyebut keputusan itu "berani dan adil."

Lebih dari setahun kemudian, Trump juga mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan Suriah.

Trump juga membalikkan kebijakan AS selama beberapa dekade dan mendapatkan pujian Netanyahu.

Diperkuat oleh dukungan tersebut, Parlemen Israel pada awal Januari 2018 memberlakukan undang-undang baru.

Aturan itu mensyaratkan pemungutan suara mayoritas untuk ratifikasi kesepakatan perdamaian apa pun, termasuk untuk menyerahkan bagian dari Yerusalem.

Sekitar waktu yang sama, Komite Sentral Likud mengeluarkan suara bulat, tetapi tidak mengikat, untuk mendukung konstruksi bebas dan kedaulatan Israel “di semua wilayah pemukiman yang dibebaskan" di Tepi Barat.

Hal itu secara efektif menyerukan aneksasi pemukiman Palestina, di tanah yang diperebutkan di bawah yurisdiksi militer.

Pada Januari 2020, Netanyahu muncul bersama Trump di Gedung Putih di Washington DC.

Saat itu, presiden AS mengusulkan solusi dua negara yang memungkinkan Israel mencaplok permukiman Tepi Barat, dan pembentukan ibu kota Palestina di Yerusalem Timur.

Netanyahu menyebut rencana itu sebagai "visi perdamaian, yang bersejarah".

Tontonan uji coba

Jika di luar negeri agendanya terlihat “sukses,” setelah 2016 Netanyahu dirundung oleh investigasi korupsi di dalam negeri.

Penyelidikan itu berujung pada tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan sehubungan dengan tiga kasus terpisah pada November 2019.

Setelah didakwa pada 2019, Benjamin Netanyahu mencela proses hukum, yang dia lihat sebagai "percobaan kudeta."

Netanyahu diduga telah menerima hadiah dari pengusaha kaya dan memberikan bantuan untuk mencoba mendapatkan liputan pers yang lebih positif.

Dia menyangkal melakukan kesalahan dan mengklaim sudah di kurban dalam "perburuan” politik yang direkayasa oleh lawan-lawannya.

Pengadilan itu dilakukan pada Mei 2020. Dengan itu, dia menjadi perdana menteri Israel pertama yang menghadapi tuntutan pidana saat menjabat.

Meski begitu dia tetap menentang seruan lawan untuk mundur.

Bahkan di bawah tuduhan kriminal, Netanyahu selamat dari tiga pemilihan umum yang kontroversial dalam waktu kurang dari satu tahun. Kemenangan itu membuatnya mencetak rekor masa jabatan kelima.

Tapi dia setuju untuk berbagi kekuasaan dengan saingan politiknya, Benny Gantz. Pembagian kekuasaan ini dimaksudkan untuk menangani keadaan darurat virus corona.

Tapi pemerintahan itu runtuh hanya dalam delapan bulan.

Pemilihan umum keempat dalam dua tahun pun digelar.

Meskipun Likud memenangkan kursi terbanyak, oposisi di antara partai-partai sayap kanan lainnya terhadap mempertanyakan kelanjutan Netanyahu, sebagai perdana menteri sebab dia tidak bisa mengamankan suara mayoritas. (*)

Berita Palestina Israel

https://www.kompas.com/global/read/2021/05/18/050000470/biografi-tokoh-dunia-benjamin-netanyahu-prajurit-veteran-israel-pemegang?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved