Breaking News

Julie Cegah Printing Motif Tenun NTT

Ketua Dekranasda Provinsi NTT, Julie Sutrisno Laiskodat sedih ketika mengetahui motif-motif tenun NTT banyak yang diprinting dan dicetak

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
Ketua Dekranasda NTT, Ny.Julie Sutrisno Laiskodat dan Kakanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone foto bersama di Kantor Harian Umum Pos Kupang, Kelurahan Fatululi, Senin 10 Mei 2021 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Ketua Dekranasda Provinsi NTT, Julie Sutrisno Laiskodat sedih ketika mengetahui motif-motif tenun NTT banyak yang diprinting dan dicetak menggunakan mesin.

"Kita sama-sama tahu ( printing) sudah merajalela. Salah satu contoh pada tahun 2019 anak-anak muda di Indonesia yang di Paris mengadakan fashion show di bawah menara Eiffel dan mereka memakai motif kita dari Sumba Timur dan bukan handmade. Itu printing dan mereka akui bahwa motif itu adalah motif dari salah satu provinsi dan bukan NTT," kata Julie dalam Acara Ngobrol Asyik Bersama Pos Kupang, Senin (10/5/2021).

Selain Julie, narasumber lainnya Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT, Marciana D Jone. Acara dipandu jurnalis Pos Kupang, Novemy Leo.

Istri Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ini menegaskan, siapapun yang akan memakai atau memprinting motif bisa dituntut karena hal ini menyangkut kesejahteraan mama-mama penenun.

Baca juga: Kode Redeem ML Rabu 12 Mei 2021, Segera Klaim Kode Redeem Mobile Legends Terbaru dan Terlengkap

Baca juga: Iseng Mendaftar, Mahasiswa Undana Terpilih Jadi Mitra Muda UNICEF IndonesiaSatu - Anggota Tim Inti

"Kalau printing makin merajalela berarti itu akan mematikan mata pencaharian mama-mama penenun. Sejak tahun 2019 motif NTT sudah mulai dikenal sehingga banyak peminat untuk memakai tenun NTT jadi jangan sampai mereka tidak mengetahui mana yang printing mana yang asli, jadi saya berharap bahwa jangan sampai printing merajalela," tandas Julie.

Ia mengatakan, teknik menenun di NTT juga bukan hanya satu tetapi tiga, yakni tenun ikat yang motifnya tidak timbul, tenun Sotis yang motifnya timbul satu sisi dan teknik Buna yang motifnya timbul dari dua sisi.

Julie mengaku punya aturan di PKK dan Dekranasda, siapapun yang mau datang rapat atau bertemu dengannya harus memakai tenun NTT yang asli. Jika tidak maka ia tidak segan mengusir.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Partai NasDem ini meminta biro hukum untuk memprotes kenapa motif tenun NTT diakui sebagai milik daerah lain. "Kita boleh ngomong terlalu banyak tetapi kadang-kadang belum tentu kepala-kepala daerah juga respon karena ini menyangkut anggaran di situ," ujarnya.

Baca juga: Pengamat Sebut Bobby Jadi Lawan Potensial Edy Saat Pilgub Sumut 2024, Mengapa? Berikut Ulasannya

Baca juga: Update Kode Redeem FF Rabu 12 Mei 2021, Buruan Klaim Kode Redeem Free Fire Terbaru

Ia menyebut terdapat 726 motif tenun dari 22 kabupaten/kota di NTT. "Bisa dibayangkan satu kabupaten memiliki variasi motif yang mana selalu saya bilang bahwa nenek moyang kita ini sangat luar biasa kaya dan cerdas daripada tempat-tempat lain. Masing-masing mempunyai ciri khas dan filosofi ceritanya dan menurut saya itu adalah kekayaan NTT," katanya.

Julie tidak setuju jika ada yang memplesetkan NTT menjadi Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong.

Ia menargetkan di tahun 2021 kain tenun dari semua kabupaten/kota yang ada di NTT sudah terindikasi geografis.

"Puji Tuhan sudah dibantu Perindag dan Kemenkumham. Kolaborasinya adalah mereka yang turun, kami yang anggarannya sehingga sudah 10 kabupaten yang sudah terindikasi dan tahun ini mereka akan bantu kami untuk yang sisa 12 sehingga dalam tahun ini puji Tuhan tentang tenun semua sudah terindikasi geografis," ujarnya.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTT, Marciana D Jone mengingatkan pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan untuk melindungi kekayaan intelektual komunal.

"Kalau kita berbicara komunal, ini berarti kita tidak bicara person tetapi bicara bagaimana nilai-nilai budaya yang ada di masing-masing daerah, nilai-nilai kekayaan intelektual, kekayaan alam dan lain sebagainya itu harus dilindungi dan itu peran pemerintah daerah," katanya.

Menurut Marci, kekayaan intelektual komunal yang sudah terdaftar di Kemenkumhan NTT sebanyak 64 dan indikasi geografis (IG) ada 9 dan belum semua kabupaten tercatat. "Jadi baru 9 kabupaten dari 22 kabupaten/kota," sebut Marci.

Adapun kekayaan intelektual yang sudah mendapat sertifikat IG antara lain Kopi Arabika Flores Bajawa, Kopi Arabika Flores Manggarai, Vanili Kepulauan Alor, Jeruk SoE Mollo, Tenun Ikat Sikka, Tenun Songket Alor, Tenun Ikat Alor, Gula Lontar Rote dan Kopi Robusta Flores Manggarai.

Ia mengatakan, salah satu peran kemenkumham adalah meningkatkan kesadaran masyarakat, salah satu caranya melalui sosialisasi.

"Kami sudah berusaha maksimal sebenarnya sudah sejak lama tetapi orang belum merasa penting bahwa perlindungan KI itu sebenarnya urgen sekali. Mereka masih melihat bahwa bicara KI berarti bicara hal personal. Jadi belum kontinyu," katanya.

"Untuk itu kami selalu bekerjasama dengan PKK Provinsi NTT, Dekranasda, Disperindag, dengan teman-teman media massa. Cuma responnya belum terlalu semangat jadi belum menganggap bahwa itu bagian penting. Nanti sudah ada masalah baru (bertanya) di mana Kemenkumham, kenapa kainnya kami diklaim. Setelah ada masalah baru merasa itu penting," ujar Marci.

Terkait kekayaan budaya NTT yang diklaim orang luar Marci mengatakan, dari konteks hukum, pendata pertama adalah pemegang hak.

"Siapa yang mengatakan (tenun) itu punya orang Sumba atau orang Kefa? Makanya kita mendorong. Saya sebenarnya sangat bangga dengan ibu ketua Dekranasda, ibu PKK saya, banyak upaya yang dilakukan dan dalam konteks hukum tidak cukup kuat. Makanya perlu siapa pendata pertama," tambah Marci.

Di Kabupaten Sikka, lanjut Marci, 33 jenis motif kain sudah mendapat perlindungan IG sehingga jika ada orang lain yang mau mencoba meniru kain Maumere pasti diproses hukum sepanjang ada pengaduan. "Jangan kita klaim kalau tidak daftar. Daftar dulu baru klaim," tandasnya. (cr4)

Berita Provinsi NTT

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved