Opini Pos Kupang

Memetik Hikmah Pasca Bencana Alam NTT

Dewasa ini, menguat kesadaran manusia dan alam tak terpisahkan. Pada hakekatnya kompleksitas alam bersatu dengan semua makhluk hidup

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Memetik Hikmah Pasca Bencana Alam NTT
DOK POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh: Philip Jehadom (Anggota Kongregasi Scalabrinian, Berada di Manggarai-Ruteng)

POS-KUPANG.COM - Dewasa ini, menguat adanya kesadaran bahwa manusia dan alam tak terpisahkan. Pada hakekatnya kompleksitas alam bersatu dengan semua makhluk hidup, lebih spesifik tercipta relasi antara alam dan manusia (ekologi).

Aktualisasi diri manusia sebagai makhluk yang berakal budi, berkebebasan, dan berhati nurani membutuhkan alam demi kelangsungan hidup, pun sebaliknya alam hendak menyediakan segala sesuatu demi menyempurnakan keberadaannya.

Relasi timbal balik antara manusia dengan alam sejatinya harus ditanggapi dengan cita rasa tanggung jawab demi tercapainya kebaikan bersama (bonum communae). Kita tahu bahwa eksistensi alam bukan hanya diperuntukan oknum tertentu (manusia) melainkan secara kolektif semua penghuni seisi horizon cakrawala ini.

Baca juga: Promo Gantung Alfamart 26 April - 2 Mei 2021, Indomie Rp 11.500/5pcs, Sunlight 755ml Rp 12.900

Baca juga: Berjaya, 5 Shio Ini Jadi Magnet Uang Bulan Mei 2021, Kaya Raya Hidup Bahagia Gak Kenal Kata Miskin

Manusia bisa diberi label sebagai `penguasa tunggal' tapi bukan berarti berhak menentukan kehendak sewenang-wenang terhadap alam. Mesti ada kesadaran untuk memikirkan makhluk hidup lain yang membutuhkan alam agar tetap bertahan hidup.

Ketika kita (penguasa tunggal) meaktualisasikan diri sebagai peribadi yang dapat menentukan kehendak bebas memanfaatkan alam demi kelangsungan hidup pasti akan menjadi suatu persoalan pelik apabila hal itu salah kiprah.

Terbukti dengan menipisnya berangsur-angsur lapisan ozon dan efek rumah kaca kini mencapai ukuran krisis sebagai akibat pertumbuhan industri dan peningkatan kebutuhan akan energi dilihat sebagai akibat tindakan kita. (Piet Go, 2015).

Ada juga ulah kita terkait limbah industri pembakaran bahan fosil, deforestasi tanpa batas, pengunaan jenis zat tertentu berbisida ternyata dapat berakibat langsung terhadap perubahan signifikan dalam lapisan atmosfer dan biosfer.

Baca juga: Penguatan Sinergisitas Pemerintah dan Komunitas Relawan serta NGO

Baca juga: Klaim Kode Redeem FF 27 April 2021, Buruan Klaim Kode Free Fire Terbaru Hari Ini

Ulah tersebut sebetulnya menampilkan adanya interpendensi apatisme dan pesimisme kita terhadap alam yang kian jadi tanpa henti. Pertanyaan mendasar untuk berbenah, sadarkah kita akan keterbatasan ruang gerak kebebasan dalam memanfaatkan alam? Ataukah sebaliknya, kita malah tidak menyadari batas-batas tanggung jawab kebebasan dalam menguasai alam ini?

Ruang lingkup interpendensi kebebasan kita acapkali melampaui batas dan mengabaikan tanggung jawab yang ideal dalam memanfaatkan alam. Semisal terkait kerusakan hutan. Padahal, luas hutan Indonesia 133 juta hektar sudah menjadi pemilik hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brazil dan Zaire.

Tetapi penebangan liar telah merajalela selama bertahun-tahun dan diperkirakan menghancurkan hampir 10 juta hektar hutan. Di samping itu Indonesia juga dijuluki sebagai negara penghasil sampah terbesar ke dua di dunia. Setiap tahunnya sebesar 1,3 juta ton sampah plastik di Indonesia bermuara di laut. (diakses 18/21). Sadarkah kita dengan semua itu?

Situasi tersebut menampilkan tindakan kita yang semena-mena tanpa memkirkan konsekuensi dibalik semua itu. Tidak heran sering terjadi perubahan iklim (climate change), pemanasan global (global warming), bencana alam seperti kekeringan, longsor, banjir, dan yang lain sebagainya terus melanda.

Semua itu dilihat karena kita telah mengabaikan tanggung jawab kebebasan dengan merubah pola pikir futuristik bahwa alam bukan hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Itu berarti merusak alam secara tidak langsung merusak citra masa depan seisi jagad.

Bencana alam NTT untuk kita berbenah

Tentu, masih segar dalam ingatan kita terkait situasi NTT belakangan ini. Semua masyarakat NTT diperhadapkan dengan kondisi alam yang menampilkan keadaannya dalam iming-iming tidak tentu.

Di tengah carut marut persoalan dalam Negeri ini, kita pun juga menyaksikan bencana alam dan badai siklon tropis seroja yang menimpa rumah, lahan pertanian, sawah, infrastruktur dan bahkan menghanyutkan banyak masyarakat NTT.

Lantas, kita bertanya ada apa dengan alam ini? Alam yang kita agung-agungkan dapat menopang hidup malah pada detik tertentu justru mamusnahkan para penghuninya. Lagi-lagi kita mesti berbenah, kenapa semua itu terjadi?

Patut disadari bahwa bencana alam itu mesti dipahami sebagai suatu ajakan penting kepada semua masyarakat NTT untuk tetap mencintai alam semesta ini. Kita bisa memetik hikmahnya barangkali bencana alam bukan menjadi ancaman melainkan tersirat pesan terselubung bahwa alam memberikan suatu teguran reflektif.

Teguran itu bukan bermaksud memusnahkan tapi bermakna simbolik agar semua manusia di dunia ini tanpa terkecuali berintrospeksi diri, sadar ada apa dengan alam ini.
Kita melihat peristiwa bencana alam NTT dari segi positif meskipun telah menciptakan sejarah piluh bagi semua rakyatnya. Kita mesti mepandangnya sebagai suatu himbauan konkret untuk merenung akan pentingnya merawat alam.

Bukan hanya itu, dari bencana yang telah terjadi kita juga belajar pentingnya kepedulian terhadap sesama. Kita menyaksikan di mana-mana ada aksi nyata secara langsung atau pun tidak langsung. Ada yang berupa memberiakan donasi dan juga turut berpartisipasi menangani lokasi bencana.

Keterlibatan dari semua orang di negeri ini khususnya pemerintah turut berbela rasa terhadap masyarakat yang terkena bencana alam NTT. Entah itu pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah sudah memberikan yang terbaik menjadi suri teladan kepedulian bagi masyarakat.

Kita patut mengapresiasi dan berterima kasih kepada pemerintah dan semua pihak yang telah membantu korban bencana alam NTT. Dari situ, kita dapat memetik hikmah bahwa ternyata semua penghuni jagad masih mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai prikemanusiaan.

Akan tetapi sadarkah bagaimana dengan tindakan kita untuk menjunjung tinggi nilai ekologis melindungi alam?

Peristiwa bencana alam mesti kita pahami juga sebagai suatu pembelajaran sekaligus tada peringatan akan perlunya menganti daya dorong kemajuan materiil yang sering kali buta dan brutal kita buat. Tidak lupa pula kita mengubah gaya hidup konsumtif, hedonis dan eksploitasi terhadap alam semena-mena.

Jika memang bencana yang melanda NTT sebagai bahan pembelajaran, maka kita mesti belajar dari pengalaman itu.

Saatnya, pasca peristiwa bencana alam dan badai seroja NTT berbenah untuk merubah pola hidup yang kontra dengan kebaikan alam ini. Kita hendak bertanya ke dalam diri seberapa banyakah ulah yang kita buat dan sejauhmanakah kita menganggap alam hanya sebatas instrumen belaka?

Apakah selama ini, relasi kita dengan alam sudah membaik dan memberikan kontribusi yang bersifat konstruktif ataukah sebaliknya malah destruktif? Semua penghuni jagad mesti menatap kembali ke dalam diri secara lebih mendalam karena bencana alam NTT tidak bisa mempersalahkan siapapun selain berbenah untuk berubah.

Kita mesti mengkritisi bahwa masalah bencana alam sebetulnya tidak cukup diatasi hanya dengan sarana teknik. Akan tetapi melalui spirit kita untuk membangun kesadaran dan resonansi hati demi mengubah pola prilaku yang dianggap menyimpang agar berbalik melestarikan dan merawat alam ini.

Implementasinya melalui upaya konkret demi menata alam menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Melestarikan alam memang harus atas dasar kesadaran ekologi dan kepedulian dengan memperbaharui fungsi alam yang kita anggap dapat menjaga iklim, erosi, tanah longsor, dan mengatur persediaan air.

Merawat alam demi (bonum communae)

Kita mengakui sekaligus menyadari bahwa alam bukan hanya milik kita (manusia) semata untuk kepentingan tertentu. Kita dan alam tidak direduksi secara monolitik dan dipahami hanya bermakna tunggal (misalnya makna ekonomi) melainkan penghargaan akan keberanekaan, perbedaan dan kepedulian terhadap alam.

Kita tidak boleh seenaknya merusak alam atas dasar predikat penguasa tunggal tanpa mempertimbangkan makhluk hidup yang lain.

Berdasarkan prespektif evolusi alam semesta bahwa partisipasi kita (manusia) hanya sebagai penghuni jagad raya yang muncul belakangan. Sebelum kita ada terlebih dahulu makhluk hidup lain ada di dalamnya. Prespektif evolusi memperlihatkan bahwa kehadiran kita boleh dikatakan penghuni baru di dalamnya. Hal ini sebetulnya hanya untuk mengafirmasikan kembali batas-batas ruang gerak kita.

Memang demikian, secara jelas ditegaskan terkait pengelolahan dan perlindungan lingkungan hidup dalam (UU No. 32 Tahun 2009): Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain.

Demikian UU mengafirmasikan alam bukan hanya untuk kesejahteraan manusia semata melainkan juga untuk semua makhluk hidup yang mengantungkan diri terhadap alam.

Kita mesti menyadari bahwa alam hendaknya diperlakukan secara hormat karena alam bersifat sakral. Prespektif kita melihat alam mempunyai jiwa yang abadi sebagai tempat kita bernaung. Keabadian jiwanya berpangkal pada eksistensi ada dalam ruang dan waktu. Keperihatinan kita dapat diwujudkan melalui aksi nyata demi ambisi yang luhur untuk melestarikan keabadian alam menjadi lebih baik.

Jika alam bermulut pasti ia berteriak entah karena sakit, berontak, mengeluh atau bahkan menggugat rasa ketidakadilan terhadapnya. Mari kita berbenah, menjaga, melestarikan, dan melindungi alam ini.

Kemampuan kreativitas kita akan menghasilkan buah sejati untuk memulihkan kembali alam ini. Akhirnya, kita perlu merenungkan sembari memetik hikmah di balik bencana alam yang telah melanda NTT untuk terus menerus merawat alam yang ramah terhadap semua penghuni jagad tanpa terkecuali khususnya masyarakat NTT. Merawat alam, menata masa depan. *

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved